Bantah Anggaran Keagamaan Minim

Sabtu 20-12-2014,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Total Angkanya Sudah Capai Rp6 Miliar KUNINGAN – Tudingan minimnya anggaran untuk sektor keagamaan pada RAPBD 2015, mendapat bantahan. Dana senilai Rp300 juta itu hanya untuk bantuan sarana dan prasarana keagamaan. Sementara total anggaran untuk keagamaan sebenarnya mencapai Rp6,05 miliar. Asda III Setda, Uus Rusnandar SH MSi kala dikonfirmasi kemarin (19/12) menyebutkan, sebetulnya anggaran yang diperuntukkan untuk sektor keagamaan sudah besar. Pos pendidikan keagamaan, misalnya, angkanya mencapai Rp3,1 miliar. “Terdiri dari penyelenggaraan STQ tingkat kabupaten sebesar Rp400 juta, lalu pembinaan qari-qariah dan hafiz-hafizah sebesar Rp200 juta. Pekan olahraga antar ponpes senilai Rp150 juta, pelatihan fardu kifayah Rp100 juta, serta peringatan hari besar Islam sebesar Rp400 juta,”  ungkapnya didampingi Kepala BPKAD, Drs H Apang Suparman MSi beserta beberapa kabidnya, kemarin (19/12). Selain itu, terdapat pula dana untuk jumling, tarling berikut qurban senilai Rp800 juta. Peningkatan kualitas keagamaan pun dialokasikan sebesar Rp350 juta. Ditambah dana pemeliharaan KIC (Kuningan Islamic Center) Rp250 juta, pengadaan seragam calon haji Rp150 juta, peningkatan kualitas kerukunan agama dan kesalehan sosial Rp100 juta dan pelatihan manajemen masjid Rp200 juta. “Belum ditambah dana hibah yang totalnya mencapai Rp2,95 miliar. Rinciannya, sarana prasarana agama Rp300 juta, bantuan ke MUI Rp150 juta, operasional BAZ Rp200 juta, PPIH Rp200 juta, FKUB Rp100 juta dan bantuan untuk madrasah diniah (MD) senilai Rp2 miliar,” sebut Uus. Jika dijumlahkan secara keseluruhan, anggaran untuk sektor keagamaan sebesar Rp6,05 milyar. Ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah terhadap religiusitas masyarakat tinggi. Dalam menangkis tudingan besarnya belanja non urusan setda, Uus juga meluruskan. Sebenarnya maneurut Uus, sudah mengalami perubahan. Dari total Rp26,3 miliar, berkurang Rp7,5 miliar, sehingga hanya Rp 19,1 miliar. Rp7,5 miliar tersebut merupakan pembayaran rekening PJU (penerangan jalan umum) yang masuk pos penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik. “Setelah dibahas terdapat perubahan, di mana pembayaran rekening PJU masuk pada perangkaan Dinas Perhubungan. Sehingga di setda angkanya berkurang Rp7,5 miliar,” jelasnya. Uus melanjutkan, belanja nonurusan di setda jika diban­dingkan tahun sebelumnya mengalami penurunan 6,75 persen. Ini seiring dengan diberlakukannya UU Desa yang mewajibkan pengalokasian lebih besar untuk ADD (alokasi dana desa). Dalam menjelaskan soal bantuan hibah untuk orga­ni­sasi, dia menerangkan, pe­me­rintah daerah terikat oleh aturan Permendagri 39/2012 ten­tang hibah dan bansos. Aturan tersebut mengharuskan penerima bantuan tidak boleh terus menerus setiap tahun. Tak heran jika ada sejumlah organisasi yang tahun ini men­dapatkan bantuan, sedangkan pada tahun berikutnya tidak teralokasikan. “Berbeda dengan PMI, KONI, Pramuka, K3S dan KNPI, itu aturannya jelas membolehkan,” kata Uus. Alokasi dana hibah pun, imbuhnya, mengalami penu­runan dari tahun sebelumnya. Ini semua karena anggaran mesti dialokasikan lebih besar untuk desa-desa. Wajar dirinya mengatakan, jika ma­sya­rakat membutuhkan per­baikan masjid di desanya bisa menyisihkan dana dari ADD. DANA TKD NAIK 100 % Bukan hanya besarnya belanja non urusan di setda, ternyata Radar menemukan adanya kenaikan TKD (tunjangan kerja daerah) yang mencapai 100 persen. Jika pada 2014 TKD hanya Rp15 miliar, pada rancangan 2015 menjadi Rp30 miliar. Angka ini terlihat dari pos belanja tak langsung draf RAPBD 2015. Dalam menanggapi hal itu, Uus Rusnandar menjelaskan, TKD senilai Rp30 milyar tersebut diperuntukkan bagi seluruh pejabat struktural. Dia mengakui, pemberlakuan tersebut akan dilaksanakan mulai 2015. Ini karena setelah 8 tahun TKD Kuningan tak pernah mengalami kenaikan. “Awalnya TKD untuk struktural semua eselon itu sebesar Rp15 miliar. Perlu diperjelas lagi, ini untuk seluruh struktural di semua SKPD, bukan di setda saja. Nah, pada rancangan 2015 kita naikkan menjadi Rp30 miliar, karena sudah delapan tahun tidak naik-naik,” ungkapnya. Sudah delapan tahun ini, TKD di Kuningan paling kecil dibandingkan daerah lain, bahkan sewilayah III Cirebon. Dengan kenaikan tersebut, diharapkan bisa mendekatinya, meski tak mampu menyamai. “TKD tiap struktural kan berbeda-beda. Ada yang Rp 500ribu, Rp1 juta, Rp1,5 juta dan seterusnya. Sedangkan di daerah lain, TKD tiap orang itu sudah mencapai kisaran Rp 5 juta. Dengan kenaikan tersebut, paling tidak bisa mendekati daerah lain, contoh yang dapat Rp1,5 juta menjadi Rp3 juta, meski belum bisa menyamai Rp5 juta,” jelas dia. TKD untuk tiap orang, tambah Uus, sebenarnya tidak besar seperti yang ia contohkan. Hanya saja karena jumlah aparatur struktural semua eselon di Kuningan lebih banyak, maka totalnya menjadi Rp30 miliar. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait