BANYAK orang yang sukses berkarier sebagai pengusaha, eksekutif, professional, artis, cendekiawan, pejabat tinggi, atau para celebrity ternama yang kelihatan memiliki kehidupan luar mengagumkan, namun ternyata memiliki kehidupan pribadi yang kurang bahagia. Karena hidupnya gelisah mereka pun mencoba menempuh jalan pintas dengan mengonsumsi narkoba, oplosan dan lain sebagainya sehingga akhirnya berujung pada keterpurukan hidup. Mereka merasakan kehampaan hidup, kekosongan hati atau kemiskinan jiwa dan bahkan banyak yang kehidupannya diakhiri “unhappy ending” , seperti para pejabat formal dan atau non-formal yang terbukti melakukan korupsi kemudian masuk penjara, melakukan penipuan, penggelapan dan atau terbukti selingkuh yang kemudian ditayangkan berbagai media masa, dan lainnya. Mereka, yang meraih “outer success” atau kesuksesan duniawi seperti karier yang cemerlang, gelar akademik yang berderet panjang, konglomerat yang menguasai puluhan perusahaan atau popularitas yang tinggi, ternyata kalau tidak diimbangi dengan “inner success” atau sukses ukhrawi, hanya akan berakhir dengan kesia-siaan. Mengejar kesuksesan dengan hanya mengedepankan satu sisi “material sukses” semata dengan tidak mengimbangi sisi lainnya yakni “spiritual sukses “ hanyalah akan berkahir dengan kehampaan dan kemiskinan hati. Kalau demikian, bagaimana melanjutkan kesuksesan yang sudah kita dapatkan pada tingkatan yang lebih tinggi? Apa sukses selanjutnya setelah satu sisi kesuksesan duniawi sudah kita raih? Bagaimana mensinergikan antara ”Inner Success” dengan ”outer success” yang kita dapatkan? Pertanyaan seperti ini dapat menggiring manusia pada usaha memahami makna sukses yang lebih tinggi, yakni sesuai dengan visi dan misi hidup yang diberikan oleh Allah Sang Pemilik Kehidupan kepada manusia. Karena puncak kesuksesan dan kemenangan hidup itu bukanlah pada prestasi duniawi yang nampak menggiurkan dan menyilaukan mata itu, tetapi masih ada perjalanan sukses yang sesungguhnya yang menyentuh aspek spiritual manusia. Allah SWT Berfirman yang artinya: Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. (QS. Huhammad ayat 36). Dalam ayat lain Allah menegaskan yang artinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid ayat 20) Sebagai makhluk yang sempurna, manusia perlu memahami mengapa kita hidup, untuk apa kita hidup dan kemana tujuan akhir kehidupan tertinggi. Memahami hal ini akan menggiring kita untuk menemukan siapa Tuhan kita sebenarnya. Dengan demikian dalam hidup, kita tidak akan mudah dibelokkan untuk ber-Tuhan kepada kekayaan harta, ber-Tuhan kepada jabatan, ber-Tuhan kepada gelar akademik, ber-Tuhan kepada popularitas dan semua asesories duniawi lainnya. Kita tidak mudah dibelokkan oleh kemilau dan gemerlapnya aksesories duniawi yang menyesatkan, kemudian melalaikan nilai-nilai spiritual yang menjadi pusat gravitasi jiwa dalam setiap langkah kehidupan. Karena pusat orientasi hidup tertinggi yang dapat menyentuh pada kebahagiaan aspek spiritualnya manusia adalah pada hati yang ”taqarrub” atau menuju pada sifat-sifat Allah yang Maha Agung yang sudah ”built in” ada dalam diri kita. Dalam rangka bermuhasabah: pernahkah Anda merasakan suatu kebahagiaan ketika Anda membantu orang lain dari kesusahan, seperti mereka yang terkena korban gempa, korban banjir, korban lumpur, kelaparan dan atau menjadi orang tua asuh bagi anak terlantar? Dan atau resahkah hati Anda ketika Anda menunaikan ibadah haji yang kedua dan seterusnya dan atau umroh padahal rumah tetangga Anda hampir rubuh dan seterusnya. Kemudian, dapatkah Anda merasakan kenikmatan dan kepuasaan hati ketika dapat menolong orang lain yang berada dalam kesusahan? Bisakah Anda merasakan sebuah kedamaian jiwa ketika Anda dapat membagi kebahagiaan yang kita miliki dengan orang lain? Sesungguhnya, kesuksesan adalah ketika kita dapat merasakan kesuksesan orang lain sebagai kesuksesan kita. Menciptakan kebahagiaan yang menyentuh hati dengan menggunakan segenap potensi yang kita miliki untuk tujuan kemuliaan hidup sesama. Oleh karenanya, benarlah apa yang disampaikan dalam sebuah keterangan hadits, bahwa: manusia yang paling baik itu adalah manusia yang paling banyak manfaatnya pada sesama. Wallohu a’lam* *Penulis adalah Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Indramayu
Apa Sukses Selanjutnya?
Jumat 06-02-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :