Konflik Tak Berujung, KPK Terancam Bubar

Senin 09-02-2015,09:55 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam bubar. Sebab tiga orang pimpinan lembaga antirasuah yakni Bambang Widjojanto (BW), Adnan Pandu Praja, serta Abraham Samad kini terbelit masalah hukum dan diproses Mabes Polri. Alhasil hanya satu pimpinan KPK yang tersisa yakni Zulkarnain. BW dilaporkan oleh Sugianto Sabran ke Bareskrim Mabes Polri. Dia dituduh memberikan keterangan palsu pada sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010. Adnan diadukan ke Mabes Polri atas dasar pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy Timber perusahaan yang berlokasi di Berau Kalimantan Timur. Sedangkan Samad dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch M. Yusuf Sahide lantaran aktivitas politiknya bertemu sejumlah elit parpol. Menanggapi itu, BW mengatakan bahwa tindakan kriminalisasi pada sejumlah pimpinan KPK itu tujuannya tidak lagi untuk melemahkan KPK. Namun sudah mengarah ke penghancuran KPK. “Ini sudah level kronis,” ujarnya. Menurut BW, pihaknya sudah memprediksi adanya penghancuran KPK. Namun dia mengaku tidak gentar. Menurut BW, jika nantinya proses pengancuran itu terus dilakukan, maka dia dan seluruh pegawai di KPK akan menyerahkan mandat ke presiden. “Sedang kami konsolidasikan,” paparnya. Koordinator ICW, Ade Irawan mengatakan kriminalisasi di KPK ini harus segera dihentikan. Menurut dia orang yang bisa menghentikan penghancuran itu tak lain adalah kepala negara. Menurut Ade, saat ini rakyat menunggu ketegasan presiden. Ade mengatakan, kasus yang menimpa pimpinan KPK ini merupakan sinyal SOS bagi Jokowi. Sebagai kepala negara, sudah seharusnya presiden cepat bergerak mengatasi masalah itu. Ada dua pilihan yang kini ada di depan Mantan Walikota Solo itu. Yakni mengeluarkan perppu atau mempercepat pemilihan komisioner KPK yang habis masa tugasnya pada akhir tahun ini. Dia menambahkan, kini rakyat mulai membandingkan Jokowi dengan SBY. Ketika konflik KPK dan Polri, SBY bergerak cepat. Sehingga kondisi kritis bisa segera diatasi. “Kami harapkan Jokowi melakukan hal yang sama,” paparnya. Sementara itu, polemik KPK dengan Polri sudah memasuki minggu ketiga. Namun, belum ada tanda-tanda adanya penyelesaian. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto menilai, Presiden perlu diberikan waktu untuk bisa menyelesaikan. “Saya percaya Presiden bisa menyelesaikan,” kata Prabowo di sela-sela peletakan batu pertama pembangunan kantor DPD Gerindra DKI Jakarta, kemarin. Pada kesempatan itu Prabo­wo meminta setiap pemim­pin untuk terus menjaga keyakinannya. Entah meng­ingat­kan kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau tidak, Prabowo menilai sosok pemimpin harus menggunakan segala kekuasaannya secara mawas diri. Prabowo menyebut, makin tinggi seorang pemimpin, dia harus dituntut memiliki konsistensi sikap atas keyaki­nannya. “Godaan makin banyak bagi pemimpin, pengaruh pemimpin bisa digunakan untuk membela ketidakbenaran,” kata Prabowo. Prabowo yang juga menjabat ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut mengatakan banyak harapan yang dibebankan kepada pemimpin. Karena itu, menjadi pemimpin harus mawas diri. Sikap mawas diri itu penting agar terhindar dari keberpihakan dari kepentingan kelompok tertentu. “Kalau kita meninggalkan keyakinan kita, yakinlah kita akan ditinggal,” ujar Prabowo yang mengenakan baju putih seperti saat maju Pemilu Presiden 2014. Prabowo menilai, pemahaman tersebut adalah mendasar dan masuk akal. Sebab, seorang pemimpin dipilih karena mendapat mandat dari rakyat. Dengan mendapat mandat, seorang pemimpin harus bisa menjalankan kebijakan berdasar aspirasi rakyat. “Mandat itu titipan rakyat. Kalau Saudara tidak menjaga, berarti Saudara mengkhianati titipan rakyat,” ujarnya. Kepada kader Partai Gerindra, Prabowo menyatakan, sebagai lembaga politik, adalah wajar jika ada persaingan dengan parpol lain. Namun, persaingan itu tidak dicapai dengan segala cara. Persaingan harus didasari kekuatan positif, bukan negatif. “Partai lain adalah kawan seperjuangan, semua adalah kawan membangun bangsa. Rakyat lebih senang pemimpinnya rukun-rukun, bukan saling menjelekkan,” tandasnya. Sementara, Ketua Umum Partai Golongan Karya hasil Munas Bali Aburizal Bakrie menilai apa yang terjadi saat ini tidak luput dari keberadan personil di KPK dan Polri. Ical, sapaan akrab Aburizal- mendorong agar dilakukan penyelesaian dengan mengedepankan prosedur hukum. “Tidak ada satu orangpun di Indonesia yang berada di atas hukum,” kata Ical. Menurut dia, lebih penting melindungi institusi KPK dan Polri dibandingkan dengan melindungi personal di dalamnya. Karena itu, proses penegakan hukum harus dibuka dan diselesaikan dengan transparan. “Jadi dua-duanya (KPK dan Polri) tentu tahu apa yang mereka perbuat, mereka tahu kalau salah ya salah, kalau benar ya benar,” tegasnya. Sementara, terkait isu pelantikan BG sebagai Kapolri, Ical menilai Presiden sebaiknya menunggu keputusan pra peradilan. (aph/bay)

Tags :
Kategori :

Terkait