KUNINGAN – Warga Desa Sidaraja, Kecamatan Ciawigebang, khususnya yang mengais rezeki dari sektor pertanian, mengeluh kepada salah seorang wakil rakyat, Dede Sembada. Mereka berharap agar wakilnya yang duduk di parlemen tersebut mampu mencarikan solusi terkait ketersediaan air di wilayahnya yang terbilang bukan lahan tadah hujan. Keluhan ini diungkapkan tatkala Dede menjalankan kewajibannya mengisi kegiatan reses. Dia menggelar pertemuan dengan konstituennya, baik di Sidaraja maupun di Pasayangan, Kecamatan Lebakwangi. Jadwal terakhir politisi asal PDIP tersebut menyapa warga Wanasaraya, Kecamatan Kalimanggis. “Selama enam hari masa reses saya manfaatkan waktu untuk bertemu konstituen dalam menyerap aspirasi mereka. Salah satu yang perlu untuk ditindaklanjuti adalah keluhan dari para petani Sidaraja. Menurut mereka, dalam setahun hanya bisa satu kali panen saja,” tutur wakil rakyat asal Dapil 3 itu. Yang menjadi kendala petani, lanjut Dede, adalah pasokan air yang biasa dialirkan oleh Sinyur Susukan ke area sawah. Pasokannya terbatas karena dikabarkan untuk dipergunakan pabrik gula. Dede pun mengaku heran atas keterangan itu mengingat di daerah Ciawigebang tidak ada pabrik gula. “Nggak tahu, pabrik gulanya dimana? Kata petani sih air tidak bisa dibelokkan semua ke area pesawahan karena akan dipergunakan untuk pabrik gula. Maka dari itu mereka hanya bisa merasakan masa panen sekali dalam setahun. Kalaupun dua kali panen, agak kerepotan,” cerita Dede. Atas aspirasi itu, sudah barang tentu pihaknya berkewajiban untuk menindaklanjuti. Setelah dilaporkan ke pimpinan dewan, maka persoalan tersebut bisa dikaji oleh komisi yang membidangi. Komisi ini berhak untuk mengundang SKPD terkait dalam rangka meminta klarifikasi. Disamping keluhan petani, dalam reses yang dilaksanakan Dede, berhasil menyerap harapan warga terkait implementasi UU Desa. Sebagian besar memiliki harapan besar supaya UU Desa tersebut lebih menekankan kearifan lokal. Artinya, disesuaikan dengan kondisi sosiologis dan budaya masyarakat, tidak bersifat saklek. “Seiring dengan pemberlakuan UU Desa, sekarang ini sudah ada juklak dan juknis yang merupakan penjabaran dari UU itu. Tinggal menyusun perda yang diharapkan banyak masyarakat agar menekankan kearifan lokal,” ungkap politisi yang masuk Banleg sekaligus Komisi I DPRD itu. Satu contoh kearifan lokal yang dimaksud berkaitan dengan sewa bengkok. Berdasarkan Perda 20/2006 sebagaimana telah diubah Perda baru pada 2013 tentang Keuangan Desa, tanah bengkok hanya diperbolehkan disewakan selama setahun saja. Pada ketentuan baru yang merupakan penjabaran dari UU Desa ini, kata Dede, warga berharap agar bisa disewakan lebih dari setahun. “Ada kebijaksanaan di situ, intinya bahwa ketentuan itu tidak saklek. Karena masyarakat petani juga tidak kehilangan mata pencahariannya dengan adanya bengkok yang disewakan,” tukas Dede. (ded)
Keluhkan Panen Hanya Sekali
Selasa 10-02-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :