Praperadilan Masuk Tahap Pembuktian

Selasa 10-02-2015,09:55 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Sidang gugatan praperadilan penetapan tersangka gratifikasi Komjen Budi Gunawan (BG) yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memanas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mematahkan semua dalil yang dituduhkan kuasa hukum BG. 27 kuasa hukum BG pun membalas dengan mempermasalahkan keabsahan surat kuasa KPK, sebab masih ditandatangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang diklaim telah mundur. Sidang praperadilan yang dipimpin Hakim Sarpin Rizaldi dimulai pukul 09.30. Kuasa hukum kedua kubu, KPK dan BG hadir dalam persidangan tersebut. Tanpa banyak basa-basi, Kuasa Hukum BG secara bergantian mengklaim bahwa ada sejumlah pelanggaran yang di KPK dalam penetapan BG sebagai tersangka. Dalam persidangan Kuasa Hukum BG Fredrich Yunadi menuturkan, dugaan pelanggaran itu di antaranya, penetapan tersangka yang tanpa pemberitahuan dan pemeriksaan terhadap BG, KPK tidak sah keputusannya karena jumlah pimpinan hanya ada empat, lalu penetapan tersangka yang tidak didasari pengumpulan bukti. “Pengumpulan bukti baru dilakukan setelah penetapan tersangka,” paparnya. Lalu, kasus yang diusut ini terjadi pada saat BG masih menjadi kepala Biro Pembinaan Karir (Karobinkar). Karobinkar merupakan jabatan untuk golongan eselon dua. Jabatan BG saat itu membuat KPK dinilai tidak memiliki kewenangan mengusut kasus tersebut. “Karena sesuai pasal 11 UU KPK yang menjadi kewenangan KPK hanya pejabat eselon I dan penegak hukum. BG saat itu Karobinkar, tidak punya wewenang penyidik. Jadi bukan penegak hukum,” kilahnya. Untuk lebih menguatkan praperadilan ini, ada yurispru­densi kasus praperadilan Che­vron pada 2010. Di mana saat itu hakim praperadilan saat itu memutuskan mengabulkan gugatan pemohon, sehingga penetapan tersangka menjadi tidak sah. “Kasus seperti ini pernah terjadi, sehingga pro­ses pra­­peradilan penetapan tersang­ka bisa diajukan,” paparnya. Sementara Kuasa Hukum BG Maqdir Ismail menjelaskan, dengan itu semua pelanggaran tersebut, maka pihaknya meminta agar hakim bisa memutuskan agar penetapan tersangka terhadap BG dibatalkan. “Apalagi, penetapan tersangka ini sesudah Presiden Jokowi mengusulkan BG jadi calon Kapolri, ada kerugian non materi yang tidak ternilai. Harkat martabat BG dihancurkan,” jelas Maqdir Islamil. Yang lebih ironis, kuasa hukum BG meminta semua bukti, data dan analisa kasus BG agar diserahkan pada Polri. Hal itu dikarenakan KPK dinilai tidak memiliki kewenangan mengusut kasus tersebut. “Kami minta semua diserahkan pada yang memiliki kewenangan, Polri,” ujarnya. Sementara, setelah diminta hakim, Kuasa Hukum KPK sekaligus Kepala Biro Hukum KPK Chatarina M Girsang mementahkan semua tuduhan tersebut. Menurut dia, penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak diharuskan untuk melakukan panggilan terhadap tersangka. “Selama alat bukti sudah lengkap, penetapan tersangka bisa dilakukan. Tidak ada aturan yang menyebut harus memanggil dan memberitahu seseorang yang akan jadi tersangka,” ujarnya. Lalu untuk masalah sifat pim­pinan KPK yang kolektif kolegial, tidak bisa diterjemahkan kepu­tusan harus diambil lima pim­pinan KPK. Perlu diketa­hui bahwa keputusan kolektif itu mencakup hingga opera­sional. “Tak hanya penyeli­dikan dan penyidikan. Kalau penerjemahannya harus lima pimpinan yang memutuskan kebijakan, maka KPK berhenti total. Tidak ada yang bisa dipu­tuskan, dengan begitu semua dirugikan. Baik, masyarakat, KPK dan negara,” ujarnya. Untuk tuduhan lain bahwa KPK tidak berhak menyelidiki kasus pejabat eselon II. Maka, sebenarnya komisi antirasuah ini memiliki hak menyelidiki dan menyidik kasus penegak hukum. BG sebagai anggota kepolisian adalah penegak hukum. Yang juga menjadi penting, terkait yurisprudensi atau contoh kasus yang telah ada sebelumnya, soal praperadilan Chevron. Dia menuturkan bahwa memang hakim memutuskan membatalkan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejagung. Namun, apa kuasa hukum BG tidak mau mengetahuinya atau pura-pura tidak mengetahui, bahwa Mahkamah Agung (MA) kemudian memberikan sanksi pada hakim yang memutuskan membatalkan penetapan tersangka. “MA memastikan bahwa praperadilan tidak memiliki kewenangan dalam membatalkan penetapan tersangka,” ujar Chatarina. Dengan itu semua, maka KPK tidak akan menyerahkan semua data, bukti dan analisa pada Polri. Jelas sekali, KPK mememiliki kewenangan menangani kasus BG tersebut. “Kami harap hakim memutuskan seadil-adilnya,” ujarnya. Namun, kuasa hukum BG Fredrich akhirnya membalas dengan memepermasalahkan surat kuasa dari komisi anti rasuah. Menurut dia, surat kuasa itu tidak sah karena ada tanda tangan dari Bambang Widjojanto yang telah mundur dari pimpinan KPK. Tuduhan itu dijawab Chatarina. Dia menjelaskan pengunduran diri pimpinan KPK harus mendapatkan surat keputusan presiden. Hingga saat ini tidak ada keppres tersebut. “Jadi BW masih sah sebagai pimpinan,” terangnya. Hakim lantas menengahi dan membenarkan dalil kuasa hukum KPK. Hakim Sarpin menegaskan, BW masih aktif sebagai pimpinan KPK dan memiliki kewenangan menandatangani surat pelimpa­han kuasa tersebut. “Tdak ada yang perlu dipertanyakan lagi,” jelasnya. Setelah mendengar semua dalil dari pemohon dan termo­hon, akhirnya hakim Sarpin memberikan waktu empat hari untuk pembuktian dalil-dalil yang diajukan keduanya. “BG dapat dua hari dan KPK juga dua hari, pembuktian dilakukan dari Selasa hingga Kamis,” ujarnya. (idr)

Tags :
Kategori :

Terkait