Eksekusi Hukuman Mati Tarik Ulur

Senin 16-02-2015,09:11 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Sekjen PBB Ikut Mengecam, Brimob Bersenjata Lengkap Sudah Siaga di Lapas Kerobokan JAKARTA- Kendati Jaksa Agung HM Prasetyo telah memberikan petunjuk bahwa eksekusi mati dilakukan pukul 00.00, namun diprediksi eksekusi mati masih tarik ulur. Kejaksaan Agung (Kejagung) harus berhitung bagaimana eksekusi mati tidak akan menimbulkan masalah. Sebab, ada protes luar negeri yang tidak bisa dianggap enteng, sekaligus langkah hukum Kuasa Hukum Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang di luar dugaan. Sebelumnya, PM Australia Tony Abbot meminta eksekusi mati terhadap dua warganya dihentikan. Sekjen PBB Ban Ki-moon juga ikut-ikutan mengecam. Kuasa Hukum Bali Nine Todung Mulya Lubis juga menggugat keputusan Presiden Jokowi menolak grasi Andrew dan Myuran ke PTUN. Saat ditanya mengapa tidak diumumkan tanggal eksekusinya, Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan jadwal eksekusi memang belum bisa disebutkan. Sebab, perlu persiapan yang begitu banyak. “Eksekusi mati ini bukan hal yang sederhana. Kami membutuhkan waktu,” paparnya. Yang jelas, semua proses hukum dari terpidana mati itu harus selesai terlebih dahulu. Dengan begitu, eksekusi dipastikan bisa dilakukan. “Kami masih mendata semuanya,” ujar politikus Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut. Apakah persiapan yang lama ini dikarenakan adanya tekanan dari luar negeri? Mendengar itu, Prasetyo sempat terdiam. Menurut dia, sebenarnya setelah grasi ditolak, maka seha­rusnya proses hukum telah selesai. “Yang tersisa hanya men­jalankan putusan, kalau pu­tusannya hukuman mati, ya harus dilaksanakan,” ujarnya. Sumber internal Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa memang secara hukum semua telah selesai, penolakan grasi adalah ujung dari rangkaian tahapan yang dilalui terpidana mati. Namun, tekanan yang begitu tinggi melalui lobi antar petinggi negara dan jalur hukum yang ditempuh, tetap harus dipikirkan. “Kejagung ingin memastikan tidak ada celah hukum yang bisa membalikkan keadaan,” jelasnya. Kalau sudah pasti tidak ada celah hukum, maka Kejagung tentu akan mudah untuk mengumumkan jadwal eksekusi mati tersebut. Mengingat, bahwa sebenarnya Jaksa Agung yang ngotot agar eksekusi terpidana mati dilakukan. “Kalau diingat dulu, eksekusi mati itu perintah Presiden Jokowi, lalu Jaksa Agung tentu harus patuh,” paparnya. Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menjawab diplomatis terkait tarik ulur tersebut. dia mengatakan, standarnya memang untuk memastikan seorang terpidana mati itu bisa dieksekusi adalah proses hukum yang selesai. “Kalau sudah selesai, tentu harus dilakukan,” paparnya. Namun, begitu banyaknya langkah yang dilakukan pihak eksternal, baik Australia dan kuasa hukum terpidana mati itu sebenarnya memiliki tujuan. Yakni, menundak eksekusi terhadap terpidana mati. “Saya sudah berulangkali menyebut, kalau setelah grasi masih melakukan tindakan hukum, tentu hanya ingin menghindar dari eksekusi,” jelasnya. Dia menjelaskan, seperti yang terjadi pada Terpidana Mati asal Brasil Rodrigo Gularte. Rodrigo diklaim oleh Kuasa Hukumnya sakit jiwa. Alasan tersebut tentu harus dibuktikan. “Jangan hanya dalih semata, semua harus ada pembuktian,” tegas lelaki asal Madiun tersebut. Sementara itu Pengacara Bali Nine James Dolly menjelaskan bahwa seharusnya peruba­han prilaku dari kedua terpidana ini menjadi salah satu pertimbangan untuk memberikan grasi. Kalau perlakuan baik tidak diang­gap dan eksekusi tetap dilakukan tentu sangat menge­cewakan. “Harus ditim­bang dong,” paparnya. Selain itu, soal pemindahan Andrew dan Myuran, dia menje­laskan bahwa hingga hari ini sama sekali belum ada pemberitahuan resmi pada keluarga bahwa keduanya akan dipindah. “Harapannya, jangan seenaknya dipindah, harus diberitahukan agar keluarga juga bisa melakukan persiapan,” tegasnya. Sementara itu, pihak peme­rintah Australia masih bersikeras untuk menghindarkan dua warga negaranya dalam hukuman mati. Hal tersebut kembali ditegaskan Perdana Menteri Australia Tony Abbot dalam pernyataannya ke media kemarin (15/2). Menurutnya, pemerintah negara kangguru itu mengaku tidak akan menyerah meski keputusan itu sudah mencapai tahap akhir. “Saat ini proses (eksekusi mati, red) sudah mencapai eleventh hour (detik-detik terakhir, red). Tapi, dalam momen sepertiini pun kami terus memperkuat permohonan kami ke Indonesia,” ungkapnya dalam wawancara doorstop yang dikutip dari situs resmi pemerintahan. Dalam kesempatan itu, dia mengulang pengandaian jika Indonesia ada di posisi Australia. Menurutnya, Indonesia seharusnya lebih mengerti posisi tersebut karena saat ini sedang gencar membebaskan 229 terpidana mati di luar negeri. 57 persen dari jumlah itu pun didakwa dengan kasus narkoba. “Apa yang kami minta itu sama seperti apa yang ndonesia minta ke negara lain. Kalau Indonesia meminta dan berharap adanya pengampunan, itu seharusnya juga diterapkan bagi kami yang meminta dan berharap hal yang sama,” terangnya. Soal kesalahan Andrew Chan dan Myuran Sukuraman, Abbot mengaku tak menampik kesalahan mereka. Menurutnya, duo terpidana mati itu memang pantas dihukum. Namun, bukan dengan hukuman mati. “Mereka sudah berbuat buruk. Mereka pantas untuk masuk penjara. Tapi mereka tak pantas mati,” ungkapnya. Langkah protes juga dilakukan oleh pihak masyarakat Australia. Kemarin, sekitar 150 ribu warga negara Asutralia menandatangani petisi untuk memohon pengampunan terpidana kasus Bali Nine itu. Petisi tersebut diinisiasi oleh keluarga terpidana di Sydney . “Kami terus berdoa. Di mana ada kehidupan di sana ada harapan,” ujar salah satu kerabat Andrew Chan. BRIMOB SIAGA Sementara itu, kabar pemberangkatan dua terpidana mati dari kelompok Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, masih belum jelas. Namun pantauan Radar Bali (Radar Cirebon Group) sampai saat ini penjagaan Lapas Kerobokon tempat mereka dipenjara diperketat. Sabtu malam (14/2), sekitar pukul 22.30, delapan anggota dari satuan Brimob bersenjata lengkap mendatangi lapas dengan menggunakan satu unit mobil patroli dan empat sepeda motor. Mereka kemudian melakukan penjagaan di depan lapas. Selang beberapa menit kemudian, pukul 22.50, terlihat Kepala Lapas Kerobokan Sudjonggo yang datang dan memasuki lapas. Saat keluar lapas, Sudjonggo langsung ditodong berbagai pertanyaan oleh beberapa awak media terkait keperluannya mendatangi lapas. Sudjonggo menjelaskan, dirinya mendatangi lapas karena ada laporan yang menyebut salah seorang tahanan sakit. Karena itu, dia datang untuk mengecek kebenaran tersebut. “Saya datang ke sini (Lapas Kerobokan) karena di ruangan blok C ada tahanan yang sakit,” ujarnya. Terkait pemberangkatan dua terpidana mati narkoba ke Nusakambangan, dia enggan mengatakannya. Namun, kesiagaan sudah dipersiapkan. “Ruangan dua terpidana mati masih jadi satu dengan tahanan lainnya. Tapi, kami sudah melakukan persiapan agar nanti jika ada perintah dadakan kami bisa langsung melaksanakan,” terangnya. (idr/bil/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait