Perppu Jokowi Kalah oleh SBY

Senin 23-02-2015,09:16 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KOSONGNYA kursi sejumlah pimpinan KPK sama-sama diselesaikan dua presiden melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Namun, dalam urusan menetapkan Plt pimpinan KPK, perppu yang dibuat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (BSY) lebih independen dibanding yang ditetapkan Presiden Jokowi belum lama ini. “Ada satu sikap mundur dari proses pembentukan Plt KPK,” ujar Ray Rangkuti, direktur eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), di Jakarta kemarin (22/2). Menurut Ray, dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2015, dinyatakan Plt pimpinan KPK dapat langsung dipilih presiden. Bahkan, unsur ketua KPK dapat langsung ditetapkan presiden. “Ini berbeda dengan Perppu Nomor 4 Tahun 2009,” katanya. Ray menjelaskan, sekalipun hanya Plt, SBY tetap membentuk pansel untuk menentukan tiga Plt pimpinan KPK. Saat itu, pansel yang dimaksud adalah Tim Lima berdasar Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 yang merupakan turunan dari Perppu 4/2009. “SBY tetap membentuk pansel dan membiarkan Plt KPK dan unsur pimpinan KPK yang lain untuk memilih ketua KPK, tanpa campur tangan presiden,” ujarnya. Menurut Ray, dalam Perppu 1/2015, tugas dan kewenangan Plt pimpinan KPK sama dengan unsur pimpinan KPK non-Plt. Karena itu, seharusnya Presiden Jokowi mendudukkan proses seleksi secara independen seperti halnya saat dua pimpinan KPK tersisa, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, diseleksi. “Jelas semestinya presiden tidak perlu terlibat untuk menentukan pimpinan KPK,” ujarnya. Ray menambahkan, masuk­nya mantan Ketua KPK Taufie­qurach­man Ruki juga dipaksa­kan. Dalam perppu, presi­den menghapus syarat batas usia maksimal 65 tahun demi mengakomodasi Ruki yang sudah berusia 69 tahun. Alhasil, Ray menilai kualitas tiga Plt pimpinan KPK saat ini dipre­diksi kurang bisa membawa lem­baga antirasuah itu ke arah yang baik. “Komposisi KPK saat ini dira­gukan bisa garang dalam pem­berantasan korupsi,” tegasnya. Pemilihan dua pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK memang terus menimbulkan polemik. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai presiden salah langkah dengan menunjuk Indriyanto Seno Adji dan Taufiequrachman Ruki. Menurut LBH, keduanya tidak akan memperbaiki kinerja KPK, justru menghancurkan dari dalam. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta Muhammad Isnur setelah menggelar diskusi ka­sus pra­peradilan Komjen Bu­di Gu­nawan (BG) kemarin (22/2). Isnur menjelaskan, meskipun Plt, prosedur pemilihan harus tetap dijalankan. Mulai menggelar uji kompetensi, melihat rekam jejak calon dan ada tidak rekening yang mencurigakan, hingga melakukan pemilihan dengan terbuka. “Menurut saya, dari kriteria tersebut, dua nama itu kontroversi,” tegasnya. Isnur membandingkan dengan pemilihan pimpinan KPK pengganti Busyro Muqoddas. Presiden SBY saat itu terlebih dulu membentuk panitia seleksi (pansel). Setelah terbentuk, pansel bekerja mulai menyaring ratusan peserta. Ada dua orang yang lolos, yakni Robby Arya Brata dan Busyro. Ujian selanjutnya dilakukan di DPR. “Ini (penunjukan Plt pimpinan KPK sekarang, red) prosesnya sangat cepat,” ucapnya. Menurut Isnur, rekam jejak Indriyanto dan Ruki tidak menunjukkan niat untuk memberantas korupsi. Isnur berpendapat bahwa Ruki dikenal dekat dengan ketua umum PDIP. (bay/aph/gun/c9/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait