Ikuti BG, SDA Melawan Balik

Selasa 24-02-2015,09:59 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PN Jaksel Tolak Upaya Kasasi KPK JAKARTA - Upaya KPK melawan Budi Gunawan kembali dikandaskan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Upaya kasasi terhadap putusan praperadilan Budi Gunawan (BG) tidak diterima oleh PN Jaksel. Di sisi lain, keberhasilan BG mengajukan praperadilan kini diikuti oleh Suryadharma Ali (SDA). Humas PN Jaksel Made Sutisna mengatakan pengajuan kasasi tidak bisa diterima atas dasar Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA No 8 / 2011. “Sesuai SEMA dan UU MA, putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi,” ujar Made. Berkas kasasi yang diajukan KPK itu dikirim ke PN pada Jumat (20/2). Sema No 8 / 2011 memang menye­but­kan putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi. Perkara itu tidak diterima dengan penetapan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan tidak perlu dikirim ke MA langsung. Berikut bunyi petikan pada SEMA nomor 8 tahun 2011 tersebut. Dalam Sema juga disebutkan perkara yang tidak bisa diajukan kasasi tidak perlu dikirim ke MA. Penetapan Ketua PN terhadap praperadilan disebutkan tidak dapat diajukan upaya hukum (perlawanan, kasasi dan peninjauan kembali). Jika tetap dikirim ke MA, maka panitera MA wajib mengembalikan berkas perkara tanpa melalui register. Dengan adanya putusan itu, KPK masih membahas langkah lebih lanjut. Dihubungi sekitar pukul 20.00, Plt Pimpinan KPK Johan Budi mengaku pimpinan masih menggelar rapat terkait ditolaknya kasasi. “Masih kami rapatkan langkah lanjutannya. Putusan pengadilannya juga masih kami tunggu,” ujarnya. KPK masih mempelajari upaya pengajuan kembali langsung ke MA. Putusan kontroversial hakim PN Jaksel Sarpin Rizaldi yang menerima pra peradilan Komjen Budi Gunawan memang terus berbuntut panjang. Tak hanya berkaitan dengan KPK, namun juga tersangka korupsi lainnya. Kemarin (23/2), giliran Suryadharma Ali (SDA) yang mengikuti langkah BG mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji. Dengan didampingi tiga kuasa hukumnya yakni Humprey Djemat, Andreas Nahot Silitonga dan Johnson Panjaitan, SDA kemarin menggelar konferensi pers. Dia mengaku telah memasukan berkas gugatan ke PN Jaksel pukul 08.00. Dalam keteranganya, Humprey menjelaskan bahwa pengajuan pra peradilan itu dilakukan untuk mencari keadilan. Menurut dia, penetapan kliennya sebagai tersangka merupakan tindakan yang semena-mena. “Belum ada bukti yang cukup namun sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya. Humprey mengaku, KPK terbukti melawan hukum. Sebab penetapan tersangka itu dilakukan saat kasus penyelewengan penyelenggaraan haji baru dalam proses penyidikan awal. Baru setelah itu, KPK secara marathon melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti. Hal tersebut, kata Humprey, menunjukkan bahwa penetapan suryadharma sebagai tersangka terlalu dini. “Melanggar hak asasi manusia,” jelasnya. Tak hanya itu, Humprey men­g­aku penetapan tersang­ka kliennya juga mengan­dung unsur politis. Sebab man­tan ketua umum PPP itu mendukung Prabowo Su­bianto sebagai calon presiden Indonesia bersaing dengan Joko Widodo. Selang dua hari setelah mengantar pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), atau tepatnya tanggal 22 Mei 2014, Suryadharma resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2010-2013. Dia mengaku optimis bisa memenangkan gugatan pra peradilan itu. Humprey mengatakan tim kuasa hukum Suryadharma sudah menyiapkan saksi-saksi ahli dan bukti yang cukup yang akan dibawa ke persidangan. “Kami yakin menang,” paparnya. Suryadharma berharap pra peradilan itu bisa diterima oleh PN Jakarta Selatan. Pasalnya selama ini dia mengaku tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari KPK. Misalnya, lamanya dia menyandang status sebagai tersangka. Dia mengaku status pesakitan itu dia sandang sejak tanggal 22 Mei tahun lalu. Namun sampai kini tak kunjung tuntas. Menurut Suryadharma hal itu disebabkan KPK tidak mengantongi bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus tersebut. “Sudah sembilan bulan lebih satu hari. Tapi tidak ada kejelasan,” terangnya. Pada kesempatan itu, mantan tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sempat curhat di hadapan para awak media. Suryadharma mengatakan menyandang status tersangka membuat dia sakit. Kepedihan itu, kata dia, tidak hanya dirasakan secara pribadi, namun juga dirasakan oleh keluarga, kader PPP, dan orang yang mengenal baik dia. Dia yakin tuduhan KPK itu tidak benar. “Saya tegaskan saya tidak sehina yang dituduhkan KPK,” tuturnya. Lebih lanjut, Suryadharma menjelaskan pihaknya meminta para pihak baik KPK untuk menghormati proses pra peradilan yang kini masih diajukan. Dia yakin PN Jakarta Selatan akan memproses gugatan tersebut. Ada anggapan bahwa proses pra peradilan yang diajukan oleh Suryadharma itu dimotivasi oleh Komjen BG. Secara kontroversial hakim PN Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi menerima pra peradilan BG. Hal itu membawa angin segar pada para koruptor yang sduah ditetapkan sebagai tersangka melakukan usaha yang serupa seperti BG. Menanggapi itu, Humprey mengatakan pihaknya tidak meniru langkah BG. Dia mengklaim bahwa pra peradilan itu sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh tim kuasa hukum Suryadharma. Dengan menangnya BG, lanjutnya, bisa membuka mata orang. “Bahwa KPK yang selama ini dianggap sebagai dewa ternyata bisa salah,” jelasnya. Sementara itu, Arsul Sani anggota komisi III DPR RI mengatakan PN Jakarta Selatan tidak otomatis menerima pra peradilan Suryadharma. Pasalnya setiap tersangka mempunyai karakteristik dan fakta-fakta hukum yang berbeda. “Jadi jangan ada anggapan masyarakat bahwa pra peradilan ini akan diterima,” ujarnya. Terkait gugatan SDA, Johan Budi mengatakan hal itu menjadi hak setiap warga negara. Dia tentu berharap PN Jaksel menjalankan aturan yang ada. Dimana sesuai ketentuan, penetepan tersangka tidak bisa dipraperadilankan. “SDA kan sudah jelas, waktu perkara terjadi sebagai Menteri Agama. Jabatan itu kan termasuk penyelenggara negara,” ujar Johan. Terkait materi lain, Johan menilai sudah masuk ke materi yang harus dibuktikan dalam pengadilan, bukan praperadilan. Pada bagian lain, MA kemarin mengeluarkan putusan kasasi yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Majelis Hakim Agung tetap memutus hukuman seumur hidup untuk Akil. Meski tetap menghukum seumur hidup, namun hakim juga menolak permohonan jaksa penuntut umum KPK agar hukuman Akil ditambah dengan denda Rp10 miliar. Salah satu pertimbangan hakim menolak kasasi Akil ialah sebagai seorang hakim Mahkamah Konstitusi, harusnya Akil bertindak sebagai negarawan. Dia harusnya steril dari perbuatan tindak pidana korupsi. Seperti putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tipikor), Akil juga dinilai menodai demokrasi. Pengadilan Tipikor kemarin juga menyidangkan kasus yang berkaitan dengan Akil Mochtar. Yakni suap sengketa pilkada Palembang dan Tapanuli Tengah. Dalam sidang suap sengketa pilkada Palembang, Romi Herton dan istrinya, Masyitoh yang menjadi terdakwa membacakan pembelaan atau pledoi. Pasutri itu kembali mengaku terjebak tipu daya, Muhtar Ependi, kaki tangan Akil Mochtar. “Saya khawatir karena sejak awal ditakut-takuti oleh Muhtar bahwa bisa saja suami saya kalah gugatan karena selisih suara kecil,” ujar Masyitoh. Perempuan yang berstatus sebagai PNS Pemprov Sumsel itu beberapa kali menangis ketika meminta maaf pada keluarganya. Sementara itu, sidang lainnya berkaitan dengan sengketa pilkada Tapanuli Tengah (Tapteng). Bupati Tapteng nonaktif, Raja Bonaran Situmeang duduk sebagai terdakwa. Dia mendengarkan jaksa membacakan dakwaan. Usai mendengarkan dakwaan, Bonaran menyebut kasusnya merupakan rekayasa Bambang Widjojanto. Bonaran menuding BW balas denda karena ketika terjadi sengketa pilkada Tapanuli Tengah di MK, Bambang menjadi pengacara rivalnya, pasangan Dina Riana Samosir - Hikmal Batubara. Dalam sengketa itu, MK memang akhirnya memenangkan Bonaran. Namun apapun alasan Bonaran, dia tetap didakwa memberikan suap Rp1,8 miliar pada Akil. (gun/aph)

Tags :
Kategori :

Terkait