Rupiah Makin Merosot

Selasa 03-03-2015,09:19 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Dekati 13.000 Per Dolar Amerika, Gubernur BI Dipanggil Istana Paparkan Kondisi Moneter JAKARTA- Tingginya impor membuat setiap pelemahan nilai tukar rupiah bakal berimbas pada harga barang dan jasa di Indonesia. Sayangnya, Indonesia seperti kewalahan menghadapi aksi para spekulan di pasar uang maupun di sektor riil. Maka tak mengherankan saat kasus lonjakan beras yang ditengarai akibat ulah spekulan masih hangat, telunjuk pemerintah lagi-lagi menuding spekulan sebagai biang kerok loyonya nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari sisi internal, perekonomian domestik Indonesia sebenarnya tengah dalam kondisi solid. Namun, ada faktor kuat dari eksternal berupa proyeksi pelemahan ekonomi Tiongkok. Akibatnya, Indonesia yang perdagangannya terkait erat dengan Tiongkok, ikut kena getahnya. “Ini masalah luar, ada sentimen negatif terhadap China (Tiongkok, red) sehingga orang berspekulasi,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (2/3). Menurut Bambang, Tiongkok sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia, kini tengah jadi sorotan. Itu terkait proyeksi banyak pihak yang menyebut ekonomi negara berpenduduk terbesar dunia itu hanya akan mampu tumbuh 7 persen tahun ini, melambat dibanding realisasi 2014 yang sebesar 7,4 persen. “Makanya, banyak mata uang melemah, tidak hanya rupiah,” katanya. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) setiap pukul 10.00 WIB kemarin menunjukkan, rupiah sudah merosot mendekati 13.000 per dolar Amerika Serikat (USD), tepatnya di level 12.993 per USD, melemah signifikan hingga 130 poin dibanding penutupan Jumat pekan lalu yang masih 12.863 per USD. Di pasar spot, pagi hari kemarin, Rupiah sempat merosot hingga mendekati 13.000 per USD, tepatnya di 12.995 per USD. Namun, rilis data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat deflasi sepanjang februari, menjadi sentimen positif dan mendorong penguatan rupiah hingga akhirnya ditutup di level 12.970 per USD atau melemah 0,29 persen. Ini adalah depresiasi terbesar ke dua di bawah Ringgit Malaysia yang melemah hingga 0,75 persen. Sementara itu, mata uang di kawasan Asia Pasifik ditutup bervariasi. Dari 13 mata uang utama, tujuh di antaranya melemah terhadap USD, yakni Yen Jepang, Dolar Singapura, won Korea, Rupee India, Rupiah Indonesia, Yuan Tiongkok, dan Ringgit Malaysia. Sedangkan enam lainnya menguat, yakni Dolar Hongkong, Dolar Australia, Dolar New Zealand, Dolar Taiwan, Peso Filipina, dan Baht Thailand. Bambang pun mencoba menenangkan pasar. Dia menyebut, meski menunjukkan tren pelemahan dalam beberapa hari terakhir, namun pemerintah menilai jika volatilitas rupiah saat ini masih dalam taraf wajar. “Jadi tidak masalah, nanti BI yang intervensi di pasar kalau diperlukan,” ucapnya. Bagaimana tanggapan BI? Gubernur BI Agus Martowardojo kemarin juga diundang ke Istana untuk menyampaikan update seputar kondisi moneter di Tanah Air. Dia menyebut, dalam sistem rezim devisa mengambang seperti yang diterapkan Indonesia, volatilitas nilai tukar adalah wajar, meskipun asumsi APBNP 2015 mematok rupiah rata-rata di level 12.500 per USD. “Deviasi penguatan atau pelemahan 3-5 persen dari asumsi itu masih wajar,” jelasnya. Agus menengaskan, masyarakat dan pelaku ekonomi tidak perlu waswas karena postur ekonomi Indonesia masih cukup baik. Misalnya, inflasi yang terkendali, serta perubahan skema subsidi BBM yang memperkuat fiskal pemerintah. Tapi, bagaimana jika volatilitas rupiah tetap tinggi? “Kita selalu ada di pasar (intervensi, red) untuk jaga volatilitas. Sehingga tidak perlu khawatir,” ujar Agus. HARGA BERAS TURUN? Operasi pasar besar-besaran yang dilakukan Bulog mulai menunjukkan hasil. Di Pasar Induk Cipinang, harga beras sudah kembali turun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui di sebagian pasar kecil atau pedagang eceran, harga beras memang masih tinggi. Namun, itu dikarenakan distribusi dari pasar induk yang masih dalam proses untuk sampai ke pedagang kecil. “Tapi di Cipinang sudah turun 700an (per kilogram),” ujarnya saat menyambangi press room di Kompleks Istana Presiden kemarin (2/3). Data dari Pasar Induk Cipi­nang menunjukkan, harga beras kelas medium memang sudah melandai. Beras Bulog yang sebelumnya di kisaran Rp8.000-Rp8.500 per kilogram, kini sudah turun hingga Rp7.300 per kilogram seiring operasi pasar oleh Bulog. Sedangkan untuk beras dengan kualitas yang lebih tinggi seperti IR 64 I, harganya sudah turun dari Rp12.500 menjadi Rp11.500 per kilogram. Demikian pula beras-beras lain yang rata-rata turun hingga Rp1.000 per kilogram. Menurut Jokowi, hasil analisa pemerintah menunjukkan, kenaikan beras dalam satu pekan terakhir rupanya disebabkan banyak faktor. Mulai dari mundurnya masa panen di beberapa sentra produksi padi, hingga terhambatnya distribusi beras ke pasar-pasar. “Kita tidak mengerti ada permainan atau tidak, ini masih dicari,” katanya. Sementara itu, terkait adanya laporan harga gabah petani yang justru turun, Jokowi mengatakan jika hal tersebut dikarenakan sudah mulai masuk panen di beberapa wilayah, sehingga pasokan meningkat dan menekan harga. “Saya dapat laporan dari Menteri Pertanian kalau di beberapa daerah memang sudah panen raya,” ucapnya. Jokowi menyebut, wilayah yang sudah masuk panen raya di antaranya Demak, Kudus, Ngawi, Sragen, Ponorogo, serta beberapa wilayah lain di Jawa Timur. Yang menggembirakan, lanjut dia, ada kenaikan produktivitas per hektare hingga mencapai 7-8 ton per hektare. “Nanti akan saya datangi (beberapa wilayah yang panen raya),” ujarnya. Menko Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, persoalan kenaikan harga beras sepertinya sudah akan teratasi dengan sendirinya seiring masuknya masa panen di berbagai wilayah. Harga diperkirakan akan terus turun saat memasuki masa panen raya sekitar akhir Maret atau April mendatang. “Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir,” katanya. Namun demikian, kata Sofyan, pemerintah akan terus memantau tata niaga beras. Meski pasokan bertambah seiring panen raya, potensi gangguan masih bisa terjadi jika ada hambatan pada proses distribusi. Karena itu, dia pun mewanti-wanti para pedagang beras skala besar untuk tidak bermain-main dengan melakukan penimbunan. “Pemerintah akan tegas, siapa yang main-main akan di-black list, habis bisnisnya,” jelasnya. (owi/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait