JAKARTA - Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2011 dimanfaatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan koreksinya kepada guru. SBY menyoroti kinerja guru-guru yang telah lulus sertifikasi namun tidak ada peningkatan dalam hal kinerjanya. “Saya masih menerima masukan dari masyarakat, sebagian saudara-saudara kita yang sudah mencapai itu (lulus sertifikasi, red), kinerjanya belum banyak berubah,” kata SBY dalam Peringatan HGN dan HUT ke-66 PGRI di Sentul Internasional Convention Center (SICC), kemarin (30/11). Padahal, guru yang telah lulus sertifikasi, sudah bisa menerima tunjangan profesi dan tunjangan khusus. “Berarti kesejahteraan meningkat,” kata SBY.
Selain soal kinerja, SBY juga memberikan dua koreksi lain untuk para guru. Yakni para guru yang diharapkan memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap sekolahnya sehingga lebih tertib dan teratur. “Dengan demikian, lingkungan pendidikan menjadi bagian character building. Saya berikan koreksi, mari kita perbaiki tempat itu,” urainya.
Koreksi lain, kata SBY, adalah masih ada guru yang belum benar-benar menjadi panutan. SBY meminta, tiga koreksi tersebut bisa diperhatikan para guru.
Selain koreksi, SBY juga menyampaikan apresiasinya terhadap guru yang berhasil dalam berbagai bidang. Kemudian juga mereka yang melampaui panggilan tugasnya. “Atau sangat dedikatif. Beyond the call of duty, benar-benar luar biasa,” ujar SBY yang disambut riuh tepuk tangan ribuan guru di SICC.
Apresiasi juga ditujukan pada guru yang bertugas di daerah dan mendidik masyarakat yang kondisinya ekstrem. Misalnya infrastruktur yang serba kurang. “Mereka patut mendapat penghargaan dari negara karena mengemban tugas di daerah yang penuh tantangan,” katanya. Dalam kesempatan itu, presiden merespons pembahasan mengenai pengelolaan guru, apakah dikelola pemerintah pusat atau daerah. Kalimat itu spontan disambut ribuan guru dengan teriakan “pusat”. “Dengarkan dulu,” potong SBY. “Ada plus dan minusnya. Kalau dikelola pusat, ada plus dan minusnya,” imbuhnya.
Dia menyebut sudah memerintahkan untuk dilakukan kajian. Termasuk mengonsultasikannya dengan DPR jika diperlukan. “Pembahasannya tidak emosional, tidak grusa-grusu. Sehingga ketika ditetapkan adalah solusi, bukan masalah,” kata SBY.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh mengaku, pembahasan mengenai pengelolaan guru tersebut memang mendesak dilakukan. “Kami sedang merampungkan kajian tersebut. Dan insya Allah hasilnya akan segera dilaporkan kepada Bapak Presiden,” kata Nuh.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menemukan ribuan guru PNS desa yang antre minta dimutasi ke ibu kota kabupaten, kota, atau provinsi. Juru Bicara Kemendagri Rey Donnizar Moenek saat dihubungi menuturkan, guru-guru di desa ini tidak betah mengajar di pelosok dengan infrastruktur terbatas.
Pejabat yang akrab disapa Donni itu mengatakan, banyak sekali alasan lain bagi guru-guru desa itu untuk minta dipindah ke ibu kota provinsi atau kabupaten dan kota. Diantaranya adalah, jaringan informasi seperti telepon dan internet yang belum tersambung, listrik yang byar pet, dan yang paling krusial adalah urusan kesejahteraan. “Rata-rata laporan mutasi guru dari desa ke kota ini ada di pulau-pulau di luar Jawa,” tandasnya.
Donni mencontohkan, ada kisah seorang guru di pedalaman Kalimantan yang butuh waktu dua minggu perjalanan untuk mengurusi gaji atau administrasi kenaikan pangkat. “Kalau seperti itu, kapan waktu mengajarnya,” ucap Donni. Serbuan guru desa yang meminta dimutasi ke kota ini bisa mengacaukan rencana pemerintah untuk menata dan meratakan sebaran guru di penjuru Indonesia.
Sayangnya, menurut Donni pihaknya tidak memiliki kuasa untuk menyetop gelombang permintaan eksodus guru desa ke kota tadi. Dia menjelaskan, eksekutor permohonan mutasi diterima atau tidak berada di tangan bupati, wali kota, atau gubernur. Kemendagri hanya menjadi pihak yang mendapatkan tembusan saja.
Meski tidak memiliki taring, Donni mengatakan Kemendagri tidak lelah untuk mengingatkan supaya para gubernur dan wali kota serta bupati untuk menjaga keseimbangan guru. Jika semua permintaan mutasi guru dari desa ke kota dituruti, maka guru PNS di pelosok kosong.
Satu-satunya cara untuk mengatasi gelombang eksodus ini, menurut Kemendagri adalah pemerintah pusat benar-benar memperhatikan nasib guru di desa atau pelosok negeri. Mulai dari memperbaiki layanan infrastruktur dasar seperti jalan, sarana transportasi, komunikasi, listrik, hingga kesehatan. (fal/wan)