Kopilot Sengaja Tabrak Gunung

Jumat 27-03-2015,09:47 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PRANCIS- Pengolahan data di kotak hitam kemarin mengungkap fakta penting dan mengerikan terkait jatuhnya pesawat Germanwings yang berisi 150 orang di Pegunungan Alpen, Prancis, Selasa (24/3). Kopilot atau pilot pembantu diduga sengaja ingin “menghancurkan pesawat” dengan membiarkan pesawat terus terbang merendah sampai menabrak gunung dan hancur berkeping-keping. New York Times merilis bahwa reka­man suara di kokpit dari kotak hitam yang ditemukan telah diunduh. Hasilnya, pilot terkunci di luar kokpit dan tidak bisa kembali masuk sesaat sebelum pesawat menukik dan menabrak Pegunungan Alpen. Hanya kopilot yang bernama Andreas Guenter Lubitz (28) yang tengah berada di kokpit sesaat sebelum pesawat mena­brak. Dia menjadi pilot sejak September 2013 dan memiliki 630 jam terbang. Sebaliknya, sang pilot sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun dan memiliki 6 ribu jam terbang. Sangat mungkin Lubitz sengaja menabrakkan pesawat. Salah satu penyelidik yang diwawancarai New York Times mengungkapkan bahwa berdasar rekaman di kokpit yang telah ditemukan tersebut, pada awal penerbangan, pilot dan kopilot berbicara normal dengan menggunakan bahasa Jerman. Di tengah perjalanan, si pilot keluar dari kokpit. Belum diketahui tujuan dia meninggalkan ruang kokpit. Namun, berdasar aturan di Jerman, pilot boleh meninggalkan kokpit dalam kondisi dan waktu tertentu. Misalnya, ketika kondisi pesawat sedang menjelajah atau terbang lurus di tengah perjalanan. Beberapa saat kemudian, pilot yang keluar itu ingin kembali ke kokpit, namun tidak bisa masuk. Seharusnya pintu kokpit bisa dibuka dari luar dengan kode akses tertentu. Namun, setelah kejadian serangan 11 September, ada tambahan keamanan baru. Yaitu, pilot yang berada di kokpit bisa memblokir akses masuk meski kode dari luar telah dimasukkan. “Pria (pilot, red) yang berada di luar mengetuk pintu dengan ringan, tapi tidak ada jawaban. Kemudian, dia mengetuk lebih keras, tapi tidak ada jawaban. Tidak pernah ada jawaban (dari kopilot di kokpit, red). Kamu bisa mendengar (dari suara rekaman, red) pilot yang di luar berusaha mendobrak pintu,” ujar penyelidik. Beberapa saat kemudian, pesawat dengan nomor pener­bangan 4U9525 itu mena­brak Pegunungan Alpen dan menewaskan 150 orang yang berada di dalamnya. Pesawat nahas tersebut terbang menghun­jam lurus ke arah gunung. Tidak diketahui apakah saat itu pesawat jenis Airbus A320 tersebut dikendalikan secara manual ataukah autopilot. Namun, jika dalam kondisi menurun, pesawat biasanya dikendalikan secara manual. Berdasar rekaman kotak hitam tersebut juga diketahui, alarm yang mengindikasikan dekatnya jarak pesawat dan tanah terdengar terus berbunyi sebelum tabrakan terjadi. “Jika tidak menghentikan pesawat dari terbang menuju pegunungan, pilot tengah tidak sadarkan diri atau mati, me­mutuskan untuk mati (bunuh diri, red) atau dipaksa untuk mati (dengan menabrakkan pesawat, red),” ujar salah seorang pengamat penerbangan yang diwawancarai kantor berita AFP. Sementara hasil investigasi New York Times ditegaskan jaksa Marseille, Prancis, Brice Robin. Dia menegaskan bahwa penjelasan yang paling masuk akal dari kecelakaan itu adalah Lubitz sengaja tidak membuka pintu untuk pilot yang akan masuk ke kokpit, lantas memencet tombol agar pesawat kehilangan ketinggian. Belum diketahui apakah Lubitz telah merencanakan aksinya secara matang ataukah terlintas saat sudah di udara. Namun, yang jelas, Lubitz mengambil kesempatan atas keluarnya pilot dari kokpit. Robin menambahkan bahwa jeritan para penumpang terdengar beberapa menit sebelum pesawat menabrak. “Kopilot (Lubitz) tampaknya ingin menghancurkan pesawat,” ujar Robin. “Dia mengaktifkan posisi pesawat untuk turun saat sedang sendirian di kokpit. Itu dilakukan dengan sengaja,” tambahnya. Meski begitu, Robin juga menegaskan bahwa itu adalah kesimpulan awal. Sebab, kotak hitam satunya belum ditemukan. Robin menjelaskan, para penyelidik kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan kecela­kaan tersebut. Jatuhnya pesa­wat itu tidak bisa disebut seba­gai serangan teroris. Label bunuh diri juga tidak bisa disematkan karena 149 orang lainnya ikut tewas bersama. Sejauh ini agama Lubitz belum diketa­hui dan dia tidak masuk daftar ja­ringan teroris mana pun. Lubitz memenuhi syarat untuk mengendalikan pesawat tersebut sendirian. Meski jam terbangnya masih kurang, dia telah lulus seluruh kualifikasi. Berdasar rekaman kotak hitam juga diketahui, pada detik-detik terakhir, napas Lubitz terdengar sangat tenang, tidak ada serangan jantung atau gejala medis lainnya. Maskapai Lufthansa yang mengoperasikan Germanwings pun menyatakan tidak bisa berkata apa-apa mengetahui kenyataan itu. Saat ini evakuasi jenazah dan bangkai pesawat masih dilakukan. Robin menjelaskan bahwa jenazah tidak akan diserahkan sebelum seluruh proses identifikasi DNA selesai. Mungkin proses tersebut memakan waktu beberapa pekan. Sementara itu, CEO Lufthansa Airlines Carsten Spohr dalam sesi koferensi pers kemarin menyatakan keterkejutannya dengan penemuan fakta terbaru tentang penyebab jatuhnya pesawat. “Saya bukan pengacara. Namun, jika seseorang membunuh diri sendiri dan 149 orang lainnya, kata lain harus digunakan, bukan bunuh diri,” tegas Spohr. Dia menegaskan bahwa kejadian itu tidak pernah diduga. Sebab, kopilot Lubitz telah lulus semua tes yang diperlukan untuk menerbangkan sebuah pesawat. Dia lulus tes medis serta ujian pendidikan pilot dan dinyatakan layak untuk terbang. “Dia 100 persen layak untuk terbang tanpa larangan apa pun. Performa penerbangannya juga sempurna. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi,” ujarnya. Setiap tahun Lufthansa mengadakan tes medis terhadap setiap pilot, namun tidak ada tes psikologi. Sebab, tidak ada syarat tes psikologi dari Kementerian Perhubungan Jerman. Bantuan psikologis diberikan jika diminta. Jika pilot mengalami masalah psikologis, keputusan ada di tangan manajemen. Terkait sistem keamanan pintu kokpit, Spohr menyatakan bahwa tidak ada yang salah. Di dalam kokpit memang ada pengunci khusus sehingga tidak sembarang orang bisa masuk. Itu merupakan antisipasi untuk menghindari aksi terorisme. Jika ada yang ingin masuk, pilot bisa melihat dari dalam kokpit orang yang mau masuk dan bisa memutuskan akan membuka pintu atau tidak. Ada sebuah tombol yang bisa langsung ditekan untuk membuka pintu. Dalam prosedur darurat, ketika pilot di kokpit tidak sadarkan diri, ada kode khusus yang bisa memicu agar pintu terbuka. Pada kasus jatunya Germanwings, si kopilot di dalam kokpit agaknya menempatkan tuas di posisi terkunci secara sengaja sehingga kode yang dimasukkan dari luar tidak berfungsi. “Tidak peduli standar keamanan apa yang Anda miliki, kasus seperti ini menjadi pengecualian untuk sistem Anda,” ujarnya. Spohr menyatakan bahwa maskapainya akan terus melayani penerbangan pasca kejadian itu. Para keluarga korban juga bakal segera menerima uang asuransi kecelakaan. Kondisi finansial Lufthansa stabil dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia juga mengucapkan rasa belasungkawa yang mendalam untuk seluruh korban. “Ini adalah kejadian tragis. Kami berdiri bersama keluarga, teman, dan korban. Ini adalah misteri dan kami sangat sedih,” tutur Spohr. (AFP/Reuters/CNN/c10/sha)

Tags :
Kategori :

Terkait