CIREBON- Semangat dan kegigihan peserta ujian nasional program kesetaraan (UNPK) kejar paket C di Kota Cirebon patut diacungi jempol. Mereka yang ikut tidak hanya usia sekolah, namun ada juga yang sudah paruh baya dan ibu rumah tangga. Salah satunya adalah Aulia Mesya Setiawati (19), seorang peserta ujian nasional program kesetaraan kejar paket C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sultan Agung yang digelar di SDN Pelandakan. Wanita yang baru melahirkan tersebut terpaksa mengikuti ujian dengan membawa bayinya. “Susah kalau ditinggal, karena masih harus pakai ASI (Air Susu Ibu, red). Nggak boleh pakai susu formula,” ujarnya kepada Radar Cirebon, kemarin (13/4). Aulia mengaku mengajak anak saat ujian memang cukup repot. Namun, jika tidak nekat, dia tidak akan lulus. “Memang cukup repot karena mengerjakan ujian sambil menggendong anak, ya sudah risiko. Tetapi, jika tidak seperti itu, saya tidak akan lulus. Karena tahun ini paket C nggak ada ujian susulan,” katanya. Saat istirahat, Aulia memberi ASI kepada Fairuz Dirgantara, putra yang dilahirkannya pada 6 April 2015 itu. Perjuangan untuk meraih pendidikan yang tinggi tak hanya saat mengerjakan ujian. Aulia pun masih mengikuti kegiatan PKBM saat dirinya hamil. “UTS di PKBM masih ikut. Karena perkiraan lahir tanggal 17 April nanti, nggak taunya maju tanggal 6 April sudah lahir,” beber wanita kelahiran Cirebon, 31 Mei 1996 itu. Putri dari pasangan Jamilah dan Endang Sutrisno itu mengikuti ujian Paket C bukan sekadar mendapatkan ijazah, tapi dia ingin memaksimalkan kesempatan belajar yang selama ini dimiliki. “Sebab, sebelumnya saya telah menyia-nyiakan kesempatan belajar. Setelah punya anak, saya berjuang keras agar bisa terus belajar. Kalau sudah dapat ijazah, nanti mau lanjut kuliah,” paparnya. Sementara Ketua PKBM Sultan Agung, Agung Apriyanto mengatakan usia tidak menghalangi bagi siapapun untuk mengikuti ujian paket C. Meski sudah sepuh sekalipun, tetap diterima. “Prosesnya sama, hanya saja yang kegiatan PKBM dilakukan malam hari. Seperti Aulia, yang membawa bayi saat ujian saya bolehkan. Karena Aulia sudah meminta ijin dan tidak mengganggu dirinya dan peserta lain saat ujian,” katanya. Dikatakan Agung, seluruh peserta ujian paket C di PKBM Sultan Agung ada 83 orang. Ia sangat bangga sekaligus salut dengan perjuangan para peserta yang memiliki semangat besar dalam menuntut ilmu dan meraih pendidikan yang tinggi. “Saya kagum dangan semangat mereka, apalagi tadi saya lihat Aulia yang ujian sambil gendong anaknya, ini menurut saya luar biasa,” pungkasnya. SEMBILAN SISWA ABSEN UN Sementara itu, dari 7.739 siswa kelas XII SMA sederajat di Kota Cirebon yang mengikuti Ujian Nasional (UN), sembilan di antaranya absen. Dari sembilan siswa yang tidak ikut UN, empat di antaranya sakit, tiga lainnya tanpa keterangan, satu orang menikah dan satunya mengundurkan diri. Kepala Disdik Kota Cirebon DR H Wahyo MPd mengatakan mereka yang melaksanakan UN di lapas maupun rumah sakit harus ada permohonan dari orang tua dan rekomendasi dari rumah sakit dan lapas. “Setelah itu ditempuh semua, baru bisa mengikuti UN. Sementara yang mengawasi UN sendiri berasal dari lapas dan rumah sakit di mana siswa itu berada,” terang Wahyo. Dikatakan Wahyo, menurut menteri pendidikan tidak ada UN online, yang ada adalah ujian berbasis komputer. Kendati demikian, pihaknya berharap pelaksaan UN berbasis komputer dapat diterapkan tahun depan. “Untuk saat ini Kota Cirebon belum bisa menerapkan UN. Tapi, diharapkan nilai siswa siswi kelas XII SMA dan sederajat yang ikut UN mendapatkan yang terbaik,” ucapnya. Sekolah yang siswanya mengikuti UN gabung dengan sekolah lain, kata Wahyo, akan menjadi kajian lebih lanjut oleh Dinas Pendidikan apakah di-marger atau tidak. Sebab, sekolah yang siswanya di bawah 20 orang itu, ibarat hidup enggan mati tak mau. “Ya nanti akan kita kaji,” tuturnya. Sementara Walikota Cirebon Drs H Nasrudin Azis SH bersama forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) didampingi Kabag Keuangan Kemendikbud Hj Neneng Tresnaningsih melakukan monitoring di lima sekolah di antaranya, SMA Santa Maria, SMAN 8 Kota Cirebon, SMAN 8 Kota Cirebon, SMK Gracika dan yang terakhir di MAN 3 Cirebon. Dari hasil monitoring tidak ditemukan masalah di lapangan. “Tidak ada kendala satupun, walaupun ada dua sekolah seperti SMA Gracika dan SMAN 7 Cirebon yang kita monitoring secara mendadak. Tapi, ketika kita temukan masalah tentunya akan ditindaklanjuti. Karena monitoring ini tidak dilakukan hari ini saja,” ucapnya. Kapolres Kota Cirebon AKBP Dani Kustoni mengatakan, pengawasan UN tahun ini jauh lebih baik dari tahun-tahun kemarin. Sebab, di lapangan pihaknya tidak menemukan pelajar SMA dan sederajat mencari jawaban soal UN. “Tahun lalu pernah terjadi jawaban UN yang diperjualbelikan dengan harga Rp20-40 jutaan. Tapi, Alhamdulillah tahun sekarang kejadian semacam itu tidak ditemukan di lapangan,” singkatnya. PESERTA UJIAN PAKET C BERKURANG Sementara, jumlah peserta Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) Paket C (setara SMA) di Kota Cirebon tahun ini mengalami penurunan sebanyak 39 orang dibandingkan tahun lalu. Tahun ini jumlah peserta sebanyak 553 orang, sedangkan tahun lalu sebanyak 592 orang. “Ujian paket C dilaksanakan bagi meraka yang sudah belajar melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) itu di beberapa sekolah di Kota Cirebon. Jumlah pesertanya mencapai 553 orang, jumlah ini menurun dibanding tahun lalu,” ujar Kepala Bidang Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Irawan Wahyono MPd melalui Kepala Seksi Pendidikan Kesetaraan Muktar SPd. Ujian paket C digelar di 16 PKBM yang tersebar di Kota Cirebon. Di antaranya PKBM Kartika, Larasantang, Panji Anom, Salafiatul Huda, Pangeran Panjunan, Nyi Mas Gandasari, SKB, Sultan Agung, Nurjati, Kayuwalang Asih, Wina, Sunan Kalijaga, At-Thohiriyah, Mekar Nusantara, Handayani, dan Home Schooling. “Mudah-mudahan seluruh peserta ujian paket C ini lulus seratus persen,” harapnya. Jured (54), salah satu peserta ujian paket C mengaku ingin mendapat ijazah setara SMA untuk keperluan pekerjaan. Dengan bantuan kacamata, Jured mengerjakan satu per satu soal ujian. “Harus pake kacamata, nggak keliatan kalau nggak pake. Ikut ujian ini supaya punya ijazah yang setara SMA,” ujar pria yang sehari-hari bekerja di salah satu bengkel perusahaan otomotif itu. Ada juga Sahidin (52) dan M Yusuf (51). Keduanya ikut ujian paket C untuk mengikuti perkembangan zaman. Meski usianya tak lagi muda, keduanya ingin terus menuntut ilmu. “Zaman sekarang kan standar lulusan ya punya ijazah SMA. Apalagi kami kerja jadi perangkat desa, ada undang-undang desa yang mengharuskan punya ijazah SMA, ya kami ikuti prosesnya,” bebernya. Tidak hanya peserta dari siswa siswi sekolah SMA sederajat yang tidak terjerat pidana, warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Cirebon juga dengan semangat mengikuti UN dan mengisi soal-soal yang diberikan. Kepala Lapas Kelas 1 Cirebon Taufiqurrakhman SSos SH MSi mengatakan, setiap tahun Lapas Kelas 1 Cirebon selalu menggelar UN. Bekerjasama dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurjati Kesambi, 15 warga binaannya mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) program paket C. “Ini ujian khusus bagi warga binaan. Mereka tidak hanya mengikuti UN, setiap pagi gurunya mengajar ke Lapas sesuai jadwal,” terangnya didampingi Kepala Bidang Pembinaan Djoko Sunarno SH kepada Radar, Senin (13/4). Keikutsertaan mereka dalam proses belajar mengajar paket B dan paket C, tidak menjadi peringanan hukuman. Hanya saja, Lapas 1 Cirebon melaksanakan hak mereka dengan memberikan kesempatan belajar dan mendapatkan ijazah. Ujian nasional paket C di Lapas 1 Cirebon, dilakukan selama empat hari sejak Senin (13/4). Berdasarkan data, peserta UN paket C tahun 2012 sebanyak 13 orang, tahun 2013 sejumlah 11 orang, 2014 bertambah menjadi 26 orang dan tahun 2015 ini sebanyak 15 orang. Sementara, data warga binaan Lapas Kelas 1 Cirebon yang mengikuti Ujian Nasional paket B, kata Taufiqurrakhman, tahun 2012 sejumlah 19 orang, tahun 2013 sebanyak 11 orang, tahun 2014 meningkat menjadi 23 orang dan tahun 2015 sejumlah 23 orang. Jumlah peserta UN paket C dan B tersebut, kata Taufiqurrakhman, berasal dari keinginan warga binaan yang menyadari pentingnya ijazah formal bagi masa depan mereka. Namun, Lapas Kelas 1 Cirebon sendiri tidak henti-henti memberikan motivasi kepada mereka agar mengenyam pendidikan formal setinggi mungkin. Taufiqurrakhman berharap, ijazah mereka menjadi bekal saat melamar pekerjaan dan bermanfaat. Sehingga keberadaan warga binaan di Lapas tidak sia-sia. Selama di dalam Lapas, ujarnya, pembinaan diberikan dalam dua kategori. Dalam bentuk kemandirian dan kepribadian. Paket C sendiri termasuk kepribadian. Tidak hanya itu, warga binaan diberikan pelatihan mengubah limbah menjadi barang bernilai ekonomis dan kreativitas lainnya. (mik/sam/ysf)
Demi Ijazah untuk Kuliah
Selasa 14-04-2015,09:28 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :