Aksi: UU Desa Perlu Direvisi

Senin 27-04-2015,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Tidak Memihak Pemerintahan Desa JUNTINYUAT- Pentapan UU desa di era pemerintahan Presiden Jokowi Dodo, diang­gap tak menjadi representasi dari aspirasi yang disampaikan pa­ra kuwu ke DPR RI. Dlam ra­­pat koordinasi desa, terung­kap para kuwu menyatakan ke­tidakpuasannya terjadap alo­kasi dana desa, raskin, beng­kok, serta sarjana pen­damping desa. “Masalah yang paling para kuwu keluhkan dimana saja yaitu masalah UU Desa yang baru. UU yang baru malah ku­rang berpihak untuk pe­merintah desa termasuk para perangkat desa. Untuk itu kami menginginkan perlu adanya peninjauan ulang mengenai UU Desa yang baru,” beber Sekretaris Asosiasi Kuwu Selu­ruh Indramayu (AKSI), Wartono, kepada Radar, Minggu (26/4). Selain itu, kata Wartono, pa­ra kuwu juga mengeluhkan mekanisme raskin yang justru bisa membuat kuwu terjerumus kasus hukum. Para kuwu juga mengeluhkan tanah bengkok yang harus dimasukan dalam APBDesa. Untuk masalah raskin, dari pusat harga sudah baku harus Rp1.600/kg. Tapi, dalam harga itu tak ada komponen untuk kemasan plastik, biaya angkut, dll. Bila kuwu menambah kom­ponen biaya, kuwu disalahkan dan seringkali dituding korupsi. Lantaran tak adanya solusi untuk persoalan ini, akhirnya para kuwu bersepakat menjual raskin Rp2.000/kg kepada rumah tangga sasaran (RTS). Yang penting tidak dijual di tengkulak. Nah kelebihan uang Rp400 masuk ke kas untuk membantu para RTS yang tidak mampu beli raskin. H Tarkani menambahkan, para kuwu juga menolak beng­kok desa dimasukan da­lam APBDes. Sebab, ta­nah bengkok mutlak untuk ke­sejahteraan pamong desa dan tidak bisa diotak-atik la­gi. Serta untuk sarjana pendam­ping desa harus berasal dari desa sendiri, kemudian ditun­juk oleh kuwu sendiri. Para kuwu beralasan, bila sarjana pendamping desa dari daerah asal, pastinya sudah hapal dengan potensi yang ada di desanya. (oni)

Tags :
Kategori :

Terkait