Rusia Tangkap 1.600 Demonstran

Senin 12-12-2011,02:03 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MOSKOW- Perdana Menteri (PM) Rusia Vladimir Putin menghadapi tekanan politik terberat dan terintensif selama 12 tahun kekuasaannya yang dominan. Puluhan ribu atau malah ratusan ribu orang terus turun ke jalan-jalan di berbagai kota di seantero negeri bekas pecahan Uni Soviet tersebut untuk menuntut diulangnya pemilu parlemen pada 4 Desember lalu yang telah dimenangkan partai Putin. Demonstrasi yang bersejarah di dekat Kremlin, lokasi pemerintahan  di Kota Moskow, pada Sabtu lalu (10/12) atau dini hari kemarin WIB diikuti lebih dari 60 ribu orang. Aksi itu diyakini sebagai yang terbesar sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Di kota itu demonstran meneriakkan slogan “Rusia tanpa Putin” dan juga menolak hasil pemilu yang telah memenangkan partai politik pimpinannya, Rusia Bersatu (United Russia). Mereka menilai kemenangan partai berkuasa tersebut tak lepas dari kecurangan. Frustasi massa yang begitu masif tidak disangka bisa terjadi di kota tempat lahirnya sistem demokrasi di Rusia yang digagas oleh Putin sendiri saat pertama kali menaiki takhta pemerintahan pada 2000. Setelah menjabat presiden dua periode (hingga 2008), Putin menduduki posisi perdana menteri. Orang kuat Rusia itu siap kembali berganti posisi dengan Dmitry Medvedev yang kini menjadi presiden. Demonstrasi anti-Putin juga terjadi di timur hingga barat wilayah Rusia. Lewat pesan dan undangan yang dikirimkan via media sosial, warga juga turun ke jalan di kota seperti Vladivostok dan Novosibirsk di Siberia, Arkhangelsk di kawasan utara Arktik, Kaliningrad di barat, serta kawasan Karelia dekat Finlandia. Saksi mata menuturkan, sekitar 10 ribu orang ikut dalam demonstrasi di St Petersburg, kota terbesar kedua di Rusia. Para pengunjuk rasa melambaikan spanduk dalam aksi mereka. “Tikus-tikus harus pergi,” bunyi sebuah spanduk. “Wahai, para penipu dan pencuri. Adakan pemilu ulang,” bunyi spanduk lain. Kritik-kritik pedas itu bermunculan di Vladivostok, kota pelabuhan di Pasifik atau timur Rusia, hingga Kaliningrad di wilayah barat yang berjarak sekitar 7.400 kilometer. Tetapi, unjuk rasa terbesar tentu saja berlangsung di ibu kota. “Hari ini (Sabtu, red) lebih dari 60 ribu atau bisa jadi sekitar 100 ribu orang berpartisipasi dalam aksi kali ini,” ujar mantan PM Mikhail Kasyanov dalam pidato di depan massa yang membanjiri Lapangan Bolotnaya. Lapangan itu berada di seberang Kremlin dan hanya dipisahkan Sungai Moskow. “Hari ini merupakan awal dari berakhirnya rezim pemerintahan para pencuri,” lanjut Kasyanov yang saat ini memimpin gerakan oposisi. Vladimir Ryzhkov, tokoh oposisi lain, pun membacakan daftar tuntutan massa. Misalnya, dianulirnya hasil pemilu dan diadakan pemilu ulang, pendaftaran partai oposisi, pembubaran komisi pemilu dan pemecatan pimpinannya, serta pembebasan para demonstran yang dipenjara sebagai tahanan politik. “Rusia telah berubah hari ini. Masa depan juga telah berubah,” lontarnya. “Kami akan kembali (unjuk rasa),” lanjutnya menyerukan demo lanjutan pada 24 Desember. Putin memilih berhati-hati bersikap dengan menghindari tampil di depan publik. Tetapi, melalui juru bicaranya, dia menyatakan bahwa demonstrasi itu tidak berarti mewakili aspirasi semua rakyat Rusia. “Kami menghormati pendapat demonstran. Kami mendengar tuntutan mereka dan akan terus mendengarnya,” ujar Dmitry Peskov, jubir Putin. Kemenangan partai Putin dalam pemilu legislatif pada 4 Desember lalu menjadi ujian pertama atas keputusannya untuk kembali ke Kremlin pada pemilu presiden Maret tahun depan. Mantan agen KGB (badan intelijen Soviet) tersebut yakin bisa memenangkan pemilu presiden. Keinginan Putin bertukar posisi dengan Presiden Dmitry Medvedev membuat popularitasnya anjlok. Sebab, rakyat merasa tidak dilibatkan tentang siapa yang akan memimpin Rusia di masa depan. Komisi pemilihan umum telah menyatakan menolak dua tuntutan utama demonstran, yakni menganulir hasil pemilu dan mengganti anggotanya yang pro-Kremlin. Oposisi lalu merespons dengan mengancam akan kembali turun ke jalan pada 24 Desember dan kemungkinan menggelar aksi lebih kecil di berbagai lokasi sebelum hari-H. Sumber di Kremlin mengungkapkan bahwa Medvedev telah memerintahkan polisi Moskow untuk bertindak tegas terhadap demonstran. Akibatnya, lebih dari seribu aktivis ditangkap oleh polisi anti huru hara akhir pekan lalu. Tapi, penangkapan atas demonstran terus berlanjut di beberapa wilayah lain. Ratusan orang lainnya diciduk di sejumlah wilayah saat aparat merespons munculnya berbagai aksi politik di berbagai kota. Sumber yang dikutip media lokal menyebutkan bahwa jumlah aktivis dan demonstran yang ditangkap mencapai 1.600 orang. “Ini benar-benar situasi yang beda dengan di Moskow. Begitu banyak orang (berdemo) di berbagai wilayah,” ujar Alexey Malashenko, analis dari Carnegie Moscow Centre. Sebelumnya, Putin menuduh Amerika Serikat menjadi provokator demo anti-pemerintahannya yang berbuntut rusuh pasca-pemilu parlemen. Putin juga mengkritik dan menuding Menlu AS Hillary Clinton memberi petunjuk dan mendorong para lawan politik Kremlin untuk melakukan unjuk rasa. Tuduhan tersebut dibantah Washington. (AFP/RTR/AP/cak/dwi)

Tags :
Kategori :

Terkait