JAKARTA- Hakim praperadilan Dahlan Iskan memberikan kesempatan kepada jaksa selaku tergugat untuk menghadirkan saksi. Kemarin (31/7) lima orang dihadirkan jaksa. Empat berstatus ahli dan satu lainnya saksi fakta. Beberapa saksi memberikan keterangan yang justru mendukung Dahlan sebagai penggugat. Salah seorang saksi yang pernyataannya menguntungkan Dahlan adalah Prof Edward Omar Sharif Hiariej. Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyatakan, pasca keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka merupakan objek praperadilan. Menurut dia, putusan MK berbeda dengan peradilan biasa yang hanya dipatuhi para pihak. “Begitu hakim mengucapkan putusan di depan publik, maka seketika itu berlaku dan harus dihormati siapa pun,” tegasnya. Edward sependapat bahwa penetapan tersangka perlu diuji karena hal itu menyangkut hak asasi manusia (HAM). Menurut dia, aturan KUHAP merupakan produk Orde Baru yang kurang menghargai HAM. Dia mencontohkan, tidak jarang selama ini ada orang yang ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak diproses hingga akhirnya meninggal. Selain Edward, saksi lain, Prof Marcus Prio Gunarto, berpandangan sama. Saat ditanya jaksa Bonaparte Marbun mengenai lingkup praperadilan, Marcus menyebutkan bahwa memang ada perluasan objek praperadilan setelah keluarnya putusan MK. “Diperluas termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan,” jelas pakar sistem peradilan negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu. Selama ini, jaksa bersikeras bahwa penetapan tersangka bukan objek praperadilan. Dalam pandangan jaksa, MK telah membuat norma baru yang bertentangan dengan UUD 1945. Jadi, jaksa menilai putusan MK tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat. Memang, tidak semua keterangan saksi jaksa menguntungkan Dahlan. Misalnya, terkait dengan saksi mahkota atau saksi yang diambil dari tersangka perkara yang sama. Beberapa saksi ahli jaksa menganggap keterangan saksi mahkota sah digunakan sebagai alat bukti. Keterangan saksi mahkota itulah yang digunakan kejaksaan untuk menjerat Dahlan sebagai tersangka proyek pembangunan 21 gardu induk. Kuasa hukum Dahlan menilai bahwa saksi mahkota tidak bisa menjadi alat bukti. Karena itu, Kejati DKI Jakarta dianggap melanggar pasal 1 angka 2 KUHAP dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Dahlan memang baru sebatas diperiksa sebagai saksi untuk 5 di antara 15 tersangka proyek gardu induk pada 5 Juni 2015. Nah, setelah memberikan keterangan sebagai saksi itulah, pada hari yang sama, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka. Alat bukti baru dicari setelah Dahlan ditetapkan sebagai tersangka. Menanggapi jalannya sidang, Pieter Talaway, kuasa hukum Dahlan, menyatakan, keterangan sejumlah saksi menguntungkan gugatan kliennya. “Terutama terkait dengan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Semua saksi setuju dengan itu,” ujarnya. Mengenai saksi mahkota, kata Pieter, ada perbedaan pandangan antara saksi ahli yang dihadirkan pihaknya dan saksi ahli dari kejaksaan. Tiga saksi ahli yang sebelumnya dihadirkan pengacara Dahlan menegaskan bahwa keterangan saksi mahkota tidak bisa dijadikan alat bukti. Sementara itu, saksi ahli kejaksaan menyatakan sebaliknya. “Tetapi, jangan lupa, saya pernah menangani kasus Marsinah (aktivis buruh yang dibunuh pada 8 Mei 1993). Hakim membebaskan seluruh terdakwa karena menggunakan saksi mahkota sebagai bukti dalam sidang,” terang Pieter. Menurut dia, putusan tersebut dikuatkan hingga kasasi MA.(gun/c5/sof)
Saksi Ahli Jaksa Dukung Dahlan Iskan
Sabtu 01-08-2015,09:12 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :