Rais Am Syuriah Dipilih lewat Sistem Ahwa

Rabu 05-08-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Perketat Pengamanan Sidang Komisi, Selain Peserta Dilarang Masuk JOMBANG - Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) akhirnya memutuskan sistem musyawarah mufakat lewat ahlul halli wal aqdi (AHWA) untuk memilih rais am syuriah PB NU. Keputusan tersebut dicapai dalam pembahasan di komisi organisasi lewat jalur voting. Penerapan AHWA di muktamar didukung 252 suara. Unggul tipis dibanding penolak yang mencapai 235 suara. Sembilan suara sisanya abstain. “Sistem AHWA yang diputus­kan malam ini, besok akan dilaporkan pada sidang pleno,” kata KH Yahya Cholil Staquf, pimpinan sidang komisi di arena muktamar, Pondok Pesantren Denanyar, kemarin (4/8). Dia menambahkan, meski masih akan dilaporkan, proses di rapat pleno umumnya tinggal mengesahkan. “Itulah alasan kenapa ada rapat komisi,” imbuhnya. Gus Yahya -sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf- menjelaskan, hasil menyangkut AHWA yang disepakati di komisi organisasi merupakan kelanjutan kebuntuan yang sempat ditemui saat pembahasan terdahulu, yaitu saat sidang pleno tata tertib (tatib). Dalam situasi kebekuan dua kubu yang saling mempertahankan pendapat masing-masing itulah, Rais Am Syuriah PB NU KH Mustofa Bisri turun gunung. Kepada para muktamirin, kiai karismatis asal Rembang, Jawa Tengah, tersebut mengajukan tawaran solusi hasil pembicaraannya bersama sejumlah kiai sepuh. Yakni, secara garis besar, mekanisme pemilihan rais am syuriah biarlah dibahas di forum syuriah. Saat itu Gus Mus -sapaan KH Mustofa Bisri- juga berpesan, jika memungkinkan, keputusan soal mekanisme pemilihan rais am nanti sepatutnya diambil lewat musyawarah mufakat. Namun, jika tidak bisa tercapai, mekanisme voting bisa dijadikan pilihan paling akhir. “Karena hasil di komisi (organisasi) soal AHWA ini merupakan bunyi pasal 19 tatib yang kemarin belum sempat disepakati,” imbuh Gus Yahya. Agenda sidang pleno pengesahan hasil rapat komisi hari ini mungkin dilanjutkan dengan pemilihan rais am syuriah dan ketua umum tanfidziyah. Dua acara tersebut, berdasar rencana awal, seharusnya dilaksanakan kemarin. Beberapa agenda mundur karena sempat berlarut-larutnya pembahasan tatib, khususnya menyangkut bahasan AHWA. Suasana sidang komisi organisasi di Pondok Pesantren Denanyar kemarin berbeda dengan tiga sidang komisi di tiga pondok lainnya. Khusus untuk komisi organisasi kemarin, ruang rapat delegasi wilayah dan cabang untuk syuriah dibedakan dengan tanfidziyah. Hal itu dilakukan untuk menyelaraskan kesepakatan para muktamirin setelah tausiah Gus Mus sehari sebelumnya. Hal berbeda lainnya terlihat dari sisi pengamanan. Banyak anggota Banser dan Pagar Nusa yang dikerahkan untuk menjaga pintu-pintu masuk para peserta sidang komisi. Identitas setiap peserta yang masuk benar-benar diperiksa. Selain peserta dilarang masuk. Kalangan media juga tidak diperkenankan meliput secara langsung kegiatan di dalam persidangan. Indonesianis asal Belanda Martin van Bruinessen menyatakan sejak awal yakin persoalan kebuntuan dua kubu atas pembahasan mekanisme pemilihan rais am pasti bisa diatasi. “NU itu sering menghadapi situasi sulit mengambil keputusan. Tapi, selalu ada pula jalan untuk mengatasinya,” kata Van Bruinessen saat ditemui di tengah arena muktamar. Peneliti Utrecht University Belanda itu menambahkan, alotnya proses musyawarah di NU justru merupakan sisi positif yang dimiliki organisasi massa Islam dengan jumlah pengikut terbesar di Indonesia tersebut. Menurut dialektika yang keras itulah, kedewasaan dan kematangan para anggotanya menjadi semakin terasah. “Ini pula yang menjadi pembeda NU dengan organisasi-organisasi lain yang cenderung lebih mudah dalam setiap pengambilan keputusan,” imbuhnya. Berbeda dengan mekanisme pemilihan rais am syuriah, pemilihan ketua umum tanfidziyah PB NU tetap dilakukan lewat voting. Karena itu, wajar jika saat ini telah bermunculan sejumlah kandidat. Salah seorang kandidat kuat yang muncul adalah incumbent KH Said Aqil Siradj. Diterimanya laporan pertanggungjawaban PB NU periode 2010-2015 yang dipimpinnya menjadi salah satu parameter. Banyak pula para muktamirin yang merasa Said Aqil layak dipilih lagi. Dukungan kepada kiai asal Cirebon tersebut bahkan terus mengalir. Salah satunya datang dari PW NU Jawa Barat (Jabar). Meski tidak mau bicara secara terbuka, sikap mereka sangat menyiratkan bahwa suara muktamirin Jabar akan diberikan kepada Kiai Said. “Kepengurusan PB NU periode ini mampu mengimplementasikan program-programnya dengan baik. Salah satunya terkait dengan pendirian perguruan tinggi. Dari rencananya lima, mereka mampu mendirikan 24. Ini jelas sangat layak diapresiasi,” tutur Ketua PW NU Jabar H Eman Suryaman. (dyn/fim/c9/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait