Kiai Hasyim Tolak Muktamar Jombang

Jumat 07-08-2015,09:02 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Minta Ada Muktamar Ulang, Anggap PBNU Belum Punya Pemimpin MALANG - Konflik yang terjadi di Partai Politik tampaknya mulai menjalar ke organisasi kemasyarakatan (Ormas). Bahkan, saat ini, ormas terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) sedang dalam krisis konflik setelah helatan Muktamar ke-33 yang baru selesai dilaksanakan di Jombang. Mencuatnya konflik pasca Muktamar tersebut datang setelah kemarin sore, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) asal Kota Malang yakni KH Hasyim Muzadi menolak hasil muktamar Jombang. Dari kediamannya di Jalan Cengger Ayam, Kota Malang, mantan Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menolak hasil Muktamar Jombang. Menurut dia, Muktamar Jombang yang menghasilkan Ketua Tanfidziyah KH Said Aqil Siraj dan Rois Am KH Ma’ruf Amin dinilai tidak sesuai aturan. “Kalau konsep yang dihasilkan muktamar mungkin menerima, tapi kalau pemimpin yang dihasilkan dari muktamar ini saya menolak,” kata dia dalam konfrensi pers kemarin. Pria yang dalam muktamar Jombang mencalonkan diri sebagai Rois Am ini menam­bahkan, ada sejumlah hal yang ditabrak oleh Muktamar Jombang. Salah satunya adalah tidak memenuhi kuorum-nya pemilihan ketua tanfidziyah yang menghasilkan KH Said Aqil Siraj sebagai pemenang. Kiai Hasyim berkesimpulan kalau forum pemilihan yang dilaksanakan di Alun-Alun Jombang ini karena pada waktu bersamaan, dirinya dengan calon ketua tanfidziyah yang lain yakni KH Sholahudin Wahid mengumpulkan pimpinan NU dari wilayah dan cabang di Pesantren Tebuireng. Dari hasil mengumpulkan pimpinan NU inilah, menurut Kiai Hasyim diketahui kalau total­nya ada 401 pimpinan wila­yah dan cabang. Jumlah ini sangat banyak karena total pim­pinan wilayah dan cabang yang punya hak suara hanya 508. Nah, karena inilah, menurut Kiai Hasyim tidak mungkin muktamar di Alun-Alun Jombang kuorum karena pimpinan wilayah dan cabang mayoritas berada di Tebuireng. “Bisa dicek kalau di Tebuireng memang jumlahnya 401,” tambahnya. Saat ditanya soal muktamar di alun-alun yang dari hitungan pimpinan sidang sudah kuorum karena terdapat 378 pimpinan wilayah dan cabang dari total 508, Kiai Hasyim mempertanyakan hal tersebut. “Tidak mungkinlah kalau di sini (Tebuireng) kuorum dan di sana (alun-alun) juga kuorum,” papar pria kelahiran 8 Agustus 1944 ini. Selain itu, menurut dia Mukta­mar NU di Jombang juga sudah tidak sehat. Salah satunya adalah sifat semena-mena panitia kepada muktamirin atau peserta muktamar. “Dalam proses LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban), tidak ada pandangan umum dari cabang-cabang,” kata dia. “Selain itu, para kiai juga tidak dihormati karena sering dimarah-marahin oleh banser,” tambahnya. Karena inilah, ketika Kiai Hasyim akan dijadikan Rois Am oleh peserta muktamar yang ada di Tebuireng, Kiai Hasyim tidak mau. Dia juga tidak mencalonkan dari muktamar yang ada di Alun-Alun Jombang. “Karena saya malu menjadi Rois Am dari proses muktamar yang abal-abal,” jelas pria yang saat ini menjabat sebagai dewan pertimbangan presiden ini. Selanjutnya, karena aneka macam alasan yang dia paparkan itu, menurut dia saat ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang vakum. Dalam artian, tidak ada pengurus yang sah karena pemimpin yang dipilih cacat secara konstitusi organisasi. “PBNU itu sekarang seperti punya badan tapi tidak punya kepala,” urainya. Karena inilah, Kiai Hasyim ingin PBNU melakukan muktamar ulang. Bahkan, menurut dia banyak sejumlah pengurus wilayah dan cabang yang juga ingin melaksanakan muktamar ulang. “Saya dapat informasi seperti itu, karena yang berhak mengadakan muktamar ulang itu adalah mereka (pengurus wilayah dan cabang),” tambahnya. Hanya saja, kapan mukta­mar ulang tersebut akan dilaksanakan, Kiai Hasyim masih belum bisa memastikan. “Tapi nanti kalau ada muktamar ulang, tolong cari muktamar yang normal,” kata dia. “Kare­na yang saat ini dari proses registrasi sampai pemilihan sudah tidak beres,” pungkasnya. Sementara itu, terkait pernyataan Kiai Hasyim yang menolak hasil Muktamar Jombang tersebut, tiga ketua tanfidziyah di Malang Raya tidak mau menanggapi karena alasan etika. “Sebagai santri saya tidak berhak menanggapi, karena pasti Kiai Hasyim punya ijtihad sendiri,” kata Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Batu Hasyim Sirojudin. Kendati demikian, dari hasil pengamatannya mengikuti pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU, menurut dia peserta sudah kuorum. “Saya ikut memilih yang di alun-alun, dan totalnya sudah kuorum,” kata dia. Sedangkan Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Malang KH Dr Isroqunnajah MAg berharap, pole­mik yang terjadi di NU tidak sam­pai berlarut-larut. Sehingga menu­rut dia tidak perlu lagi ada muktamar ulang. “Saya berha­rap Kiai Said yang terpilih segera sowan ke Gus Sholah (KH Sholahudin Wahid) dan kepada Kiai Hasyim Muzadi,” kata dia. Sedangkan terkait kondisi muktamar, pria yang akrab disapa Gus Is ini membenarkan sejumlah hal yang dinyatakan oleh Kiai Hasyim Muzadi. “Semisal perlakuan diskriminasi terhadap yang setuju sistem Ahwa (Ahlul Halli wal Aqdi),” tambahnya. Untuk diketahui, sistem pemilihan Ahwa atau musyawarah mufakat untuk pemilihan Rois Am memang menjadi salah satu polemik. Menurut Gus Is, Panitia sempat mendiskriditkan orang yang tidak setuju sistem Ahwa dilaksanakan pada Muktamar Jombang.”Awalnya yang tidak sepakat dikasih tanda di id card, dan hanya boleh ikut pembukaan saja, meski pada akhirnya diskriminasi itu tidak ada lagi,” tambahnya. Sementara itu, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Malang HM Bibit Suprapto juga tidak mau menanggapi terkait sikap KH Hasyim Muzadi. Hanya saja, menurut dia muktamar ulang tidak perlu dilakukan karena pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU sudah memenuhi kuorum. “Saya tidak menanggapi, tapi faktanya memang sudah kuorum, sekitar 80 persen yang hadir, padahal kuorumnya hanya 50 persen saja,” pungkasnya. (riq)

Tags :
Kategori :

Terkait