Puso Ancam 7.500 Hektare Sawah, PDAM Kirim 25 Tangki Air SUMBER - Musim kemarau rupanya memberikan dampak ekses di berbagai aspek. Untuk mengantisipasi dampak kekeringan, Pemerintah Kabupaten Cirebon menggelar rapat koordinasi di Rumah Dinas Bupati Cirebon, Kamis (13/8). Dalam rapat tersebut, diketahui sekitar 7.500 hektare lahan pertanian yang ditanami terancam puso akibat kekeringan. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut) Kabupaten Cirebon Dedi Nurul mengatakan, berdasarkan data yang ada, dari luas lahan yang dimiliki hanya 31.589 dari 53 ribu hektare yang bisa ditanami. Dari luas lahan tersebut, ada sekitar 3.517 hektare yang telah mengalami kekeringan. Sementara lahan puso seluas 121 hektare. “Ada potensi kekeringan seluas 7.565 hektare, tapi untuk perhitungan kerugian secara materi masih belum kami hitung,” ujarnya. Pihaknya telah melaporkan hal tersebut kepada Kementerian Pertanian. Distanbunakhut juga telah mengajukan kompensasi lahan puso bagi para petani pada pemerintah pusat. Namun untuk besaran kompensasi, distanbunakhut masih belum mengetahuinya. Selain pertanian, diketahui pula terdapat gangguan layanan PDAM pada masyarakat, khususnya Kecamatan Kapetakan. Mengingat, untuk musim kemarau tahun ini, air sungai yang seharusnya menjadi sumber air tidak sampai ke unit pengolahan. “Air habis di tengah jalan. Maka dari itu kita coba kirimkan bantuan tangki-tangki air untuk Kecamatan Kapetakan,” ujar Direktur Utama PDAM Tirta Jati Kabupaten Cirebon, Suharyadi SE. Hingga saat ini, Suharyadi mencatat sudah sekitar 25 tangki yang dikirim ke sejumlah wilayah krisis air bersih. Diakuinya, PDAM tidak bisa begitu maksimal dalam mendistribusikan bantuan air bersih, mengingat jumlah tangki air sangat terbatas. “Kalau memang nanti permintaan masyarakat semakin banyak, kita akan coba minta bantuan dari swasta agar setidaknya membantu jumlah armada tangki,” lanjutnya. Sementara itu, Sekretaris Daerah H Dudung Mulyana meminta agar organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menerapkan prioritas penggunaan air sesuai peta kekeringan. OPD diharapkan melakukan pengaturan penggunaan atau pengiriman bantuan air pada wilayah-wilayah yang kekeringan dan krisis. “Nah, ke depan ini kami meminta agar ada perbaikan sarana dan prasarana perairan seperti saluran dan embung, sehingga diharapkan tahun depan dampak kekeringan tidak terlalu parah,” lanjutnya. Selain itu, Dudung juga meminta secara khusus pada Badan Ketahanan Pangan, Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan (BKP5K) untuk memastikan dan menyiapkan cadangan pangan agar tidak terjadi kekurangan pangan saat musim panas. Meski demikian menurutnya, kekeringan tahun ini memang masih belum bisa dikategorikan rawan atau mengancam masyarakat. Namun langkah antisipasi harus dilakukan, mengingat masa musim kemarau masih cukup panjang. WARGA GREGED ANDALKAN MATA AIR Sementara itu warga Desa/Kecamatan Greged dan sekitarnya, saban pagi dan sore sejak satu bulan terakhir berbondong-bondong mendatangi mata air dan tempat pemandian umum Cikukuh. Mereka datang untuk mandi dan mengambil air untuk keperluan sehari-hari, lantaran kondisi sumur sudah mengering. Menurut Kuwu Desa Greged, Yusuf, kekeringan kerap melanda wilayahnya jika memasuki musim kemarau. Sumur-sumur milik warga sudah tidak mampu menampung dan menyedot air tanah, karena kondisinya sudah mulai surut. “Warga memanfaatkan sumber mata air untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar pria yang menjabat sebagai Kuwu Desa Greged. Diakuinya, sampai sekarang belum ada bantuan pengiriman air dari Pemerintah Kabupaten Cirebon yang masuk ke wilayahnya. “Kami minta segera kirimkan air, sebab sudah mulai krisis air,” ungkapnya. (kmg/jun)
Rakor Antisipasi Dampak Kekeringan
Jumat 14-08-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :