JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memenuhi janjinya untuk segera menetapkan tersangka baru dalam kasus suap cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Miranda Goeltom. Kemarin (26/1) Ketua KPK Abraham Samad, mengumumkan Miranda adalah tersangka baru dalam kasus tersebut. “Berdasarkan hasil eksppose dan pengembangan kasus cek perjalanan, maka kasus ini kami tingkatkan seseorang berinisial MSG dari status saksi menjadi tersangka,” kata Abraham di kantornya siang kemarin. MSG yang dimaksud Abraham adalah Miranda Swaray Goeltom yang merupakan mantan DGS BI terpilih.
Lebih lanjut Abraham menerangkan, dari beberapa bukti terungkap bahwa Miranda telah turut membantu atau turut serta atas perbuatan Nunun memberikan cek perjalanan ke para politisi Komisi IX periode 1999-2004. Namun pria yang sebelumnya dikenal sebagai aktivis antikorupsi itu belum menerangkan secara detail bagaimana peran Miranda dalam pemberian cek perjalanan sebagai pemenangannya itu.
Yang jelas, kata dia selain bukti dari hasil pemeriksaan saksi selama penyidikan, keterangan-keterangan yang terungkap di dalam persidangan juga digunakan pihaknya sebagai alat bukti untuk menjerat Miranda. “Bukti-bukti yang lainnya masih kami simpan. Tidak bisa kami ungkap sekarang,” tutur Abraham dengan nada tegas. Memang, KPK sendiri sangat berhati-hati dalam menetapkan Miranda sebagai tersangka. Para pimpinan KPK dan jajarannya setiap hari Rabu menggelar gelar perkara atau ekspos khusus untuk membahas perkembangan kasus suap cek perjalanan Miranda Goeltom. Nah, setelah Nunun ditangkap di Bangkok pada 7 Desember silam, KPK pun sepertinya mengarahkan “anak panahnya” ke Miranda.
Menurut sumber KPK, Nama Miranda terus dibahas dalam beberapa gelar perkara belakangan. Pasalnya setelah Nunun tertangkap, semakin terang tentang keterlibatan Miranda dalam kasus tersebut. Hingga puncaknya pada gelar perkara yang digelar Rabu (25/1), kelima pimpinan KPK itu pun sepakat bahwa dua alat bukti untuk menjerat Miranda benar-benar kuat dan layak ditingkatkan statusnya dari saksi sebagai tersangka.
Guru Besar Fakutas Ekonomi UI itu pun diancam dijerat pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU no 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 56 KUHP. Dengan pasal-pasal tersebut, sosialita papan atas itu terancam hukuman lima tahun penjara. Meski lembaga antikorupsi yang bermarkas di Jalan Rasuna Said itu telah menetapkan Miranda sebagai tersangka, Miranda dalam beberapa waktu ke depan masih bisa menikmati udara bebas. Pasalnya, KPK belum menetapkan kapan Miranda akan ditahan.
“Masalah penahanan jadi masalah perkembangan terhadap jalannya penyidikan ke depan. Kalau kepantingan penyidikan mengharuskan yang bersangkutan ditahan maka dilakukan penahanan,” tutur Abraham. Memang dalam beberapa kasus korupsi, KPK tidak langsung melakukan penahanan begitu menetapkan seseorang sebagai tersangka. Apalagi jika tersangka tersebut kooperatif dan memenuhi panggilan saat dipanggil dan diperiksa sebagai tersangka.
Berdasarkan catatan Jawa Pos (Grup Radar Cirebon), Miranda begitu kooperatif saat dirinya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Nunun Nurbaeti. Dirinya tidak pernah absen dan mangkir saat dimintai keterangan. Selain itu, KPK telah membatasi gerak Miranda dengan mengajukan pencegahan keluar negeri yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan surat pencekalan oleh Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM. Terkait tentang pihak-pihak lain yang diduga sebagai sponsor Miranda dalam bursa pemilihan DGS BI, Abraham mengatakan bahwa pihaknya tidak akan berhenti melakukan penyidikan ini sampai pada Nunun Nurbaeti dan Miranda. Namun, kata dia, KPK juga akan terus menggali adanya dugaan pihak lain yang menjadi sponsor pemenangan Miranda.
Seperti yang diketahui, pihak-pihak lain yang begitu santer disebut terlibat dalam kasus suap cek perjalanan adalah pihak Bank Artha Graha. Pasalnya, di dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa penerbit cek pelawat yang kemudian dibagi-bagikan kepada para politisi adalah Bank International Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha.
Bank Artha Graha mengeluarkan uang Rp24 miliar atas permintaan Budi Santoso, Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry. Budi memerintahkan Artha Graha membeli cek pelawat di Bank Internasional Indonesia pada 8 Juni 2004. Nah yang mengambil 480 lembar cek perjalanan dari Bank BII adalah Suparno yang merupakan pegawai Bank Artha Graha. Tak seberapa lama, cek itu jatuh ke tangan Nunun dan diserahkan ke Ari Malangjudo yang merupakan rekan bisnis Nunun. Dia lantas memberikan jatah untuk politikus PDIP itu ke Dudhie Makmun Murod dan untuk jatah politiskus PPP Ari menyerahkannya ke Endin Soefihara.
Namun pengacara Artha Graha Otto Hasibuan dalam beberapa kesempatan membantah bahwa kliennya terlibat dalam kasus tersebut. Menurutnya, itu adalah transaksi perbankan biasa. “Banyak orang yang membeli dari bank dan mau digunakan untuk apa bukan urusan Bank Artha Graha,” katanya. Di bagian lain, beberapa pihak menyambut baik upaya KPK menetapkan Miranda sebagai tersangka. Salah satu pihak yang mengaku mengapresiasi penetapan perempuan khas dengan rambut ungunya itu adalah pihak Nunun Nurbaeti. Bagaimana tidak, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu beberapa kali mendesak agar KPK segera menetapkan Miranda sebagai tersangka. “Dia (Miranda, red) adalah orang yang paling diuntungkan, mengapa tidak segera ditetapkan tersangka,” ujar Ina Rachman, salah satu kuasa hukum Nunun beberapa waktu lalu.
Nah, saat mengatahui bahwa sejak kemarin Miranda menyandang status sebagai tersangka, Ina pun mengucapkan, “Alhamdulillah kami percaya Tuhan tidak tidur”. Meski begitu, Ina menambahkan bahwa kini yang menjadi fokus utama pihaknya adalah kondisi kesehatan Nunun. Sebab hingga kini kesehatan Nunun belum kunjung membaik dan masih membutuhkan perawatan intensif. Terkait dengan pihak-pihak lain yang ada di belakang Miranda, pihak Nunun pun menyerahkan sepenuhnya ke tangan KPK.
Terpisah, mantan terpidana kasus suap cek perjalanan yang juga pengungkap kasus juga menyambut baik langkah KPK yang menetapkan Miranda sebagai tersangka baru. Sebab, menuut dia, Miranda adalah pintu masuk bagi penyidik KPK untuk mengungkap siapa sponsor pemenangan Miranda sebagai DGS BI. “Ini merupakan pintu untuk memburu siapa yang mensponsori suap,” kata Agus saat dihubungi wartawan kemarin.
Agus yakin bahwa Miranda bukanlah pelaku utama yang ada di balik penyuapan itu. Sebab, biaya yang dikeluarkan untuk menyuap para politisi yang nilainya mencapai Rp 24 miliar, tidak sesuai dengan penghasilan Miranda yang jika diakumulasi hanya Rp 15 miliar. “Nah, penyandang dana itu petinggi partai yang tahu. Logikanya, pimpinan fraksi Tjahjo, Panda Nababan yang tahu. Saya berharap mereka terbuka,” tandasnya. Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Bambang Soesatyo member apresiasi kepada KPK yang telah menetapkan Miranda sebagai tersangka. Langkah KPK dinilai sudah tepat, karena dalam hal ini pihak yang diduga sebagai pemberi suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI telah ditetapkan sebagai tersangka. “Itu menjadi bukti awal KPK bergigi kembali,” kata Bambang.
Dalam hal mengorek keterangan Miranda, Bambang juga berharap KPK juga mampu menggali informasi keterlibatan sejumlah pihak di kasus Bank Century. Ini karena, Miranda termasuk actor utama dan memiliki peran besar dalam pengucuran Fasilitas Peminjaman Jangka Pendek (FPJP) dan bailout yang dinilai menyimpang. “Itu bisa didengar dalam transkrip rapat Dewan Gubernur BI saat pengambilan keputusan FPJP dan bailout,” kata Bambang.
Apresiasi juga dilayangkan PDI Perjuangan yang kadernya juga banyak terseret kasus cek pelawat. Ketua DPP PDIP bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan menyatakan, penetapan tersangka itu merupakan jawaban dari penantian panjang partainya. “Ini seperti kado awal tahun, ini penantian kita,” ujar Trimedya Panjaitan, di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan, sudah sejak lama, pihaknya termasuk yang keras mendesak agar Miranda segera ditetapkan sebagai tersangka. Pertimbangannya, kata Trimedya, menjadi aneh jika pihak-pihak yang disuap sudah ditangkapi, tapi penyuapnya malah belum tersentuh. “Masak ada penerima nggak ada pemberi? Itu kan jadinya logika hukum kita dibolak-balik,” imbuhnya. (kuh/ken/bay/dyn)