KUNINGAN - Kondisi wah Pasar Baru senilai Rp60 miliar tidak memberi jaminan ramai pengunjung. Terbukti, pasar seluas 2,7 hektare dan dijadikan pionir Pasar Tradisional berwawasan lingkungan tersebut masih membuat para pemilik ruko, kios dan los menjerit akibat sepi pengunjung. Sejak pagi hingga ditutup pukul 17.00, pengunjung Pasar Baru memang terlihat tidak seramai Pasar Kepuh. Terlebih, di ruko-ruko, dan kios yang berada di dalam Pasar Baru. Bergerak ke gang-gang kios, nyaris tidak ada pengunjung berkeliaran. Yang ada, para penjaga toko yang raut wajahnya terlihat jenuh menunggu tokonya yang sepi. Atau sekadar ngobrol dengan penjaga kios tetangga. Pengunjung baru bisa terlihat di los-los, atau pusat sayuran. Itupun hanya bisa bertahan hingga pukul 12.00. Setelah itu, kembali terlihat sepi. Kondisi pengunjung pagi itu pun masih dinilai sepi jika dibanding megah, luas dan nyamannya Pasar Baru. “Iya sepi,” keluh Siti (46), pedagang sayuran, kepada Radar. Dia menduga, pengunjung lebih memilih Pasar Kepuh karena pusat sayuran ada di sana. Padahal di pasar baru, kondisinya terasa lebih nyaman bagi pembeli. Tidak terganggu lalu lalang motor, mobil, dan tidak panas pula jika dibanding Pasar Kepuh. “Awalnya sih, di sini (Pasar Baru, red) saya pikir pasti ramai. Tapi begini-begini aja,” ucap ibu asal Desa Winduhaji ini. Pemilik Kios Salsabila, Nana Juhana juga mengeluhkan hal serupa. Setiap hari, pengunjung kiosnya yang menjual aneka pakaian anak dan dewasa jauh dari harapan. Bahkan bisa terbilang sepi. Kondisi buruk ini bukan hanya dialami kiosnya, tapi hampir seluruh kios di Pasar Baru. “Hampir semua sepi, bukan hanya kios saya,” aku dia. Dia berharap pemerintah daerah bisa memberikan perhatian khusus atas sepinya pengunjung ke Pasar Baru. Sebab jika dibiarkan, dampak buruknya akan meluas. Dari sepinya pengunjung jelas tidak akan ada pemasukan keuntungan buat pedagang untuk bisa membayar uang cicilan kios ke bank. Akibatnya, selain bisa mengalami kebangkrutan, juga bisa memberikan beban utang bagi pedagang itu sendiri. “Buktinya sudah ada beberapa kios pedagang terpaksa dijual karena tidak mampu membayar cicilan,” akunya lagi. Menurut Nana, desain dan penataan Pasar Baru sudah apik hingga layak disebut pasar tradisional semi modern. Pasar tradisional yang telah menjadi pilot project Jawa Barat ini, bahkan mememiliki konsep unik sebagai pasar tradisional berwawasan lingkungan. Konsep penguat Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi. Seluruh aspirasi pedagang bukan hanya diakomodir, tetapi menjadi prioritas. Harga ruko, kios dan los juga terjangkau, dapat diangsur sesuai kemampuan. Di samping berbagai fasilitas umum (fasum) dan fasilitas khusus (fasus), ada juga penghijauan mengitari sekelilingnya. “Bayangkan, dari total luas lahan 2,7 hektare, hanya 1 hektare yang dibangun. Sisanya, untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), lahan parkir, terminal angkot, terminal delman, toilet umum, masjid, dan fasilitas-fasilitas lain,” katanya. Tidak sebatas itu, pengelolaan dan daur ulang limbah pasar ini juga tertata dan terencana dengan baik. Puluhan tong sampah berukuran kecil hingga besar lengkap tersedia. Persediaan air juga melimpah, karena membeli dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Saluran air dan drainase, lengkap agar mampu menampung sebanyak apapun air hujan. Dari penataan detil tersebut, praktis Pasar Baru akan bebas banjir. Tidak akan ada genangan air yang bisa memberikan kesan becek. RTH di pasar ini pun tersebar di setiap penjuru. Luasnya memadai, sehingga mampu memuat banyak pohon keras hijau rindang. Pohon tersebut berfungsi sebagai serapan air serta penyejuk lingkungan pasar. Ada pohon trembesi, pohon kalpataru, dan lain lain. “Jadi sungguh sayang, jika hebatnya Pasar Baru ini harus bertolak belakang dengan kondisi merugi para pedagang. Saya pikir, ini PR besar pemerintah daerah,” tandasnya. (tat)
Pedagang Pasar Baru Menjerit
Rabu 16-09-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :