Petugas Indonesia Sisir Semua Rumah Sakit
MINA - Korban tewas dalam tragedi Mina di jalan Arab 204 bertambah 11 orang. Sebelumnya, baru tiga orang teridentifikasi, kini menjadi 14 orang. Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Abdul Djamil, Pemerintah Indonesia melalui petugas PPIH Arab Saudi baru kelar melakukan identifikasi jenazah di tempat pemulasaraan jenazah Muaisim di Mina tadi malam pukul 23.00 WAS.
Menurut dia, setelah kejadian di Jalan Arab 204, pihaknya mengirimkan tim khusus untuk menginventarisasi korban di lapangan (TKP). ”Tapi saat itu sudah tidak boleh masuk, termasuk petugas kita. Pemerintah Arab Saudi sendiri yang melakukan evakuasi korban yang jatuh,” ujarnya didampingi Kadaker Makkah Arsyad Hidayat.
Tak berhenti di situ, petugas Indonesia menyisir semua rumah sakit. Salah satunya RS Al Jisr dan lainnya. Namun, pihak RS melarang semua orang masuk. ”Mereka memprioritaskan pertolongan daripada identifikasi. Karena kecepatan pertolongan sangat diperlukan oleh korban,” kata Djamil.
Menurut dirjen, pihaknya baru mendapatkan informasi akses masuk ke Muaisim atau tempat pemulasaraan jenazah kemarin malam. Saat itu, datang 500 jenazah dari berbagai rumah sakit. ‘’Setelah kami identifikasi ada 11 korban yang dari Indonesia. Itu terlihat dari kain ihram yang bertuliskan Indonesia, slayer, gelang, ataupun tanda identifikasi lainnya yang bisa dilihat,” paparnya.
Bagi jenazah yang berwajah Indonesia, tetapi tidak ada identitas yang melekat, kata Djamil, pihaknya mengkroscek ke ketua rombongan, ataupun ke ketua kloter untuk meneliti apakah jamaah tersebut dari rombongan mereka. ”Hasilnya 11 teridentifikasi,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah Indonesia tidak akan berhenti untuk menelusuri korban baik yang sakit, hilang, maupun tewas, di berbagai tempat. ”Tim khusus kami melalui operasi Armina akan mencari semua korban terkait tragedi Mina,” katanya tanpa menyebut batas waktu pencarian.
Menurut Abdul Djamil, kesulitan pencarian adalah tersebarnya jamaah tidak hanya di Mina, tetapi sebagian ada yang kembali ke pemondokan (hotel) di Makkah. Pemondokan itu mereka tempati sebelum ke Arafah atau selama di Makkah. Alasannya karena jarak antara jamarat dengan pemondokan lebih dekat sekitar 1 km.
Selain itu, dalam dua hari terakhir, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tengah melakukan proses evakuasi dan inventarisasi data para korban, baik untuk korban yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Dikarenakan kejadian ini menimbulkan korban dari berbagai negara, maka proses identifikasi tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian agar diperoleh data yang benar dan valid.
Tak hanya itu, kondisi jalan di Makkah-Mina sejak kejadian tersebut, macet total. Kendaraan tak bisa bergerak, sehingga tim tidak bisa leluasa untuk mencari korban. Semua jalan tak dapat dilalui kendaraan. Karena itu, banyak yang harus jalan kaki menuju tempat-tempat tertentu yang jaraknya cukup jauh.
Menurut Abdul Djamil, setelah menerima data dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, pihaknya melakukan beberapa tindakan, yaitu melakukan verifikasi data kembali terkait dengan identitas korban, menyaksikan kondisi korban, mencocok-kan data dengan database pada Siskohat dan E-hajj, dan menghubungi ketua kloter dan/atau keluarga kerabat korban untuk memastikan bahwa jemaah tersebut adalah benar jemaah haji Indonesia.
”Sebagai wakil dari pemerintah, kami menyampaikan turut prihatin dan berbela-sungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya para jamaah haji korban peristiwa Mina tahun 1436H/2015M. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa, menerima segala amal, dan memberi kepada mereka haji yang mabrur,” katanya.
Terkait dengan masih adanya aktivitas lempar jumrah bagi jamaah haji di Mina, dirjen mengimbau kepada para Ketua Kloter, Ketua Rombongan, Ketua Regu, maupun jamaah haji Indonesia, agar mematuhi jadwal melontar dengan tidak melakukannya pada waktu yang padat. Hal itu, untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
”Kami juga meminta kepada perangkat kloter agar senantiasa memperhatikan jamaah haji lanjut usia dan beresiko tinggi pada saat melontar jumrah dengan tidak meninggalkan mereka berjalan sendirian terpisah dari rombongan guna menghindari salah jalan kembali ke maktab/pemondokan,” paparnya.
UNGKAP JAMAAH YANG HILANG
Sementara itu, publik terus meminta kejelasan atas nasib jamaah Indonesia yang berstatus hilang. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuturkan, masih banyak posisi jamaah belum terdekteksi. Padahal ratusan orang itu sudah hilang sejak tragedi Mina, Kamis (24/9). ’’Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia harus bekerja keras menemukan mereka,’’ paparnya lewat pesan tertulis.
Kondisi tersebut dinilai menunjukkan buruknya manajemen bencana yang diterapkan Arab Saudi. Menurut Ketua Tim Pengawas haji DPR itu, negara penghasil minyak itu harusnya lebih siap dalam mengendalikan jamaah, khususnya di daerah yang rawan seperti di Mina. Sejak awal jamaah datang sampai kepulangan. ’’Harus terus dipantau dari kedatangan sampai kepulangan,’’ jelasnya.
Fahri juga mengkritik kinerja pemerintah Indonesia. Menurut dia, pemerintah harusnya lebih cepat untuk berkoordinasi dengan pemerintah Arab Saudi mencari jamaah yang hilang. Sebenarnya, kata dia, proses pencarian tidak sulit. Pasalnya, sejak awal database jamaah asal Indonesia sudah cukup lengkap untuk memantau kelompok dan pergerakan kelompok jamaah. ’’Kami berharap agar pemerintah Indonesia secara maksimal menggunakan waktu dan fasilitas yang ada untuk mencari posisi sisa jamaah Indonesia,’’ tuturnya.
Politikus PKS itu meminta pemerintah Arab Saudi untuk mengungkap identitas 717 korban yang meninggal akibat tragedi Mina. Selain itu, mantan aktivis 98 itu meminta Pemerintah Arab Saudi segera mendata jamaah yang terluka dan masih berada di rumah sakit atau di tempat penampungan lainnya.
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding juga meminta pemerintah mendesak Arab Saudi untuk memperbaiki pelayanan jamaah haji. Sebab, sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa Pemerintah Arab Saudi tidak terlalu care pada jamaah. ’’Biasa saja. Karena haji sudah menjadi rutinitas di sana,’’ ucap pria yang menjadi pengawas haji Indonesia itu.
Dia juga mengkritik pemerintah Indonesia. Menurut dia, harus ada pembatasan jumlah orang yang berhaji. Pimpinan kelompok haji bisa membimbing ratusan jamaah. ”Ketua rombongan haji sangat kewalahan. Sudah seharusnya dibatasi,” jelasnya. (end/rf/mie)