Dibelokkan Askar ke Jalan 204, Pintu Besi Jamarat Tertutup

Minggu 27-09-2015,15:44 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

PENGAKUAN cukup mengejutkan diungkapkan para jamaah haji di maktab 7 di Mina Jadid. Mereka adalah para korban Mina di jalan Arab 204 yang tergabung dalam JKS 61 (Embarkasi Jakarta-Bekasi Kloter 61). Para jamaah tersebut curhat langsung kepada amirulhaji yang juga Menag Lukman Hakim Saifuddin yang berkunjung ke maktab mereka tadi malam. Begitu Menag Lukman duduk, para jamaah langsung mengitarinya. Mereka rata-rata berusia muda 30 tahunan dan sebagian lansia. Para jamaah tersebut tampak sedih. Bagaimana tidak, 192 warganya dinyatakan hilang pada saat tragedi Mina Jalan Arab 204 tersebut. Pagi itu, Kamis (24/9) mereka mulai bersiap menuju jamarat yang letaknya kira-kira 3,5 km dari maktab di Mina Jadid (perluasan Mina). JKS 61 adalah salah satu maktab yang berangkat pada pagi itu. Masih ada maktab 2 dari Surabaya kloter 48 dan Batam kloter 14 yang tinggal di maktab 1 juga di Mina Jadid. Dengan bismillah dan lantunan talbiyah, para jamaah yang masih mengenakan ihram itu berangkat ke jamarat untuk melempar jumrah aqabah hari pertama. Ustad Acep Saifudin yang memimpin rombongan berada di belakang. Dia mengaku saat itu membawa 8 rombongan. Pada saat tiba di persimpangan jalan antara Jalan Arab 204 dengan jalan yang biasa dilalui jamaah Indonesia menuju terowongan mina Muaisim 3, kelima rombongan berhasil melaju dengan tenang. Maklum saat itu masih pagi sekitar pukul 06.00. ”Tapi hanya lima rombongan yang boleh masuk. Sementara tiga rombongan yang di belakang termasuk saya dilarang lewat jalan ke terowongan. Kami dibelokkan ke kiri oleh askar Arab Saudi. Kami menolak dan ngotot minta terus karena termasuk satu rombongan. Namun, mereka tetap tidak memperbolehkan. Kami pun mengalah,” ujar Acep. Tak berapa lama mereka berjalan, tiba-tiba dari arah belakang ada ratusan orang berkulit hitam (Afrika) masuk ke jalan yang lebarnya hanya enam meter itu. “Jamaah sudah mulai kacau. Saya mencoba menenangkan,” katanya. Keadaan menjadi tambah kacau, karena dari depan berlawanan arah muncul ratusan orang berwajah Arab. Mereka juga merangsek maju. Informasinya mereka berbalik arah karena pintu besi jamarat tiba-tiba ditutup. Akhirnya terjadi dorong-dorongan. “Jamaah sudah saya minta minggir. Namun terus terjepit. Apalagi pintu-pintu maktab yang ada di kanan kiri jalan semua dikunci. Jamaah jadi terdesak, dan saya menyaksikan sendiri bagaimana jamaah kita banyak jatuh. Entah sudah meninggal atau belum. Saya berusaha menolong yang bisa saya tolong,” katanya yang juga terinjak-injak saat kejadian. Pengalaman pahit dialami Apep Wahyudin ketua rombongan 4 dari kloter 61 Jakarta-Bekasi (JKS). ”Kami berjalan sesuai survei di awal, yakni di jalur hijau. Nah pas di persimpangan itu ada petugas askar yang memblokade mengarahkan kami belok ke kiri. Katanya lebih dekat kalau lurus lebih jauh,” jelas warga Jalan Ciapus, Desa Ciapus, Banjaran, Bandung, Jawa Barat. Namun, dia terkejut karena di depan mereka banyak jamaah asal Afrika yang berdatangan dari arah berlawanan. Belum hilang rasa terkejutnya, Apep merasa heran dengan pintu teralis pembatas maktab yang berada di pinggir kanan-kiri jalan dikunci semua. Praktis, jalannya penuh sesak dan orang yang berada di situ terjebak tak bisa ke mana-mana. ”Apalagi di depan ada mobil mogok yang dinaiki orang Afrika. Sudah begitu orang Afrika lainnya datang dari arah depan, dan masuk ke arah kami. Akhirnya kami berhadap-hadapan dengan mereka. Posisi saya paling depan. Selanjutnya korban berjatuhan karena saling berdesakan. Saya sampai jatuh tiga kali, istri saya juga,” tuturnya. Apep menuturkan, saat jatuh dan kemudian dirinya berusaha bangkit untuk mengangkat istrinya yang juga jatuh jamaah dari negara lain (Afrika) sempat menginjak pinggangnya. “Orang yang nginjak saya itu sudah lepas kain ihramnya. Saya teriak help me… help me, akhirnya orang kulit putih saya tarik tangannya. Sama dia saya juga ditarik. Istri saya selanjutnya saya tarik. Saya berjalan satu kali langkah susah karena istri masih terhimpit. Akhirnya saya kembali dan menarik istri saya lagi dan berusaha minggir,” jelasnya sambil terisak. Sampai di pinggir Apep pingsan karena kelelahan. Dari 45 orang anggota rombongannya yang ikut dalam perjalanan lewat Jalan 204, hanya tinggal 21 jamaah yang tersisa. “Keluarga saya semuanya sepuluh, sekarang hanya tinggal enam orang. Saya lihat bibi saya yang dievakuasi ke klinik jamarat sudah tak bergerak-gerak. Sedangkan paman saya selamat dan dikembalikan tadi malam (kemarin). Yang lainnya saya belum tahu kondisinya bagaimana dan di mana. Mudah-mudahan bisa ditemukan di rumah sakit dalam keadaan selamat,” kata Apep sambil menghapus air matanya. Ada lagi, Irfan Firdaus (35). Dia bersama tujuh kerabatnya berhaji bersama. Setelah kejadian hanya tiga orang yang selamat. Empat orang lainnya hingga kini belum ada kabarnya. ”Saya hanya mampu menarik dua orang, istri dan kakak perempuan saya. Sedangkan kakak laki-laki saya, istrinya, tidak bisa saya tarik. Saya lihat kakak laki-laki saya pingsan dan dibawa mobil Askar. Sedangkan istrinya lebih parah lagi. Adik saya, dan seorang temannya malah tak saya lihat dan tidak jelas sampai sekarang,” ujar Irfan dengan mimik yang sangat sedih dan suara pelan serta parau. Sama halnya dengan Aceng Suganda, jamaah dari maktab yang sama. ”Saat ini ada 11 teman kami yang diduga meninggal dan 55 jamaah lainnya hilang pascakejadian,” kata Ketua Kelompok Terbang (Kloter) Jakarta-Bekasi (JKS) 61 Aceng Sukanda, Jumat (25/9) malam. Aceng menjelaskan, informasi tersebut diperoleh dari ketua rombongan (karom), dan ketua regu (karu) yang membawa jamaah yang diduga meninggal tersebut melewati Jalan 204. Menag pun menanyakan kevalidan informasi tersebut. ”Bagaimana cara memastikan bahwa yang bersangkutan sudah meninggal? Apa ada yang melihat langsung kondisinya mereka,” tanya Lukman. Aceng yang rambutnya sudah dicukur plontos itu menjelaskan, awalnya mereka berangkat ke jamarat mengikuti jalur sesuai peta yang diberikan oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Peta yang diberikan menunjukkan dua warna, yaitu jalur hijau untuk akses menuju Jamarat dan jalur merah untuk akses kembali ke tenda di Mina. “Awalnya kamu melewati jalur hijau, yaitu melalui Jalan King Fahd yang merupakan  jalur lurus. Jalur tersebut memang untuk jamaah asal Asia,” kata Aceng. Sebelum tragedi berlangsung, ada delapan rombongan dari kloter 61 berangkat melempar jumrah. Saat itu tiga rombongan berjalan lurus melintasi Jalan King Fahd untuk menuju Jamarat tanpa dibelokkan. “Selepas tiga rombongan yang melintas di jalan lurus itu, lalu petugas Arab Saudi (Askar) menghentikan dan kami diminta berbelok ke kiri (Jalan 223) yang selanjutnya bertemu dengan jalan 204 yang merpakan jalur orang-orang Afrika,” ungkap Aceng. Rombongan pun akhirnya belok ke Jalan 223 yang menjadi penghubung antara Jalan King Fahd dan Jalan 204. “Semuanya ada delapan rombongan. Tiga rombongan bisa lewat lurus (Jalan King Fahd), tiga rombongan berbelok, dan dua yang terakhir bisa lurus lagi,” imbuh jamaah Kloter JKS 61, Roni Herdianto (34 tahun). Rombongan Roni yang membawa jamaah dengan kursi roda sempat dicegat dan disuruh berbelok ke kiri oleh petugas Arab Saudi (askar). Namun, dia ngotot tetap lewat jalan yang lurus dengan alasan membawa jamaah kursi roda. Setelah berdebat, akhirnya diizinkan oleh askar. Nah, setelah belok ke kiri dan masuk Jalan 223, jamaah kemudian bertemu Jalan 204 yang arahnya lurus menuju jamarat. Akses ini biasannya dipakai oleh jamaah asal Libanon, Iran, Irak, Nigeria, dan Mesir. Aceng menambahkan, saat masuk Jalan 204 tersebut kepadatan jamaah mulai terasa. ”Jamaah dari Afrika datang dari arah Jamarat selepas melempar jumrah, sedangkan kami mau menuju Jamarat sehingga berpapasan di jalur itu. Kemudian timbul desak-desakan karena sama-sama mau lewat hingga banyak jamaah jatuh dan terinjak-injak,” lanjutnya. Peristiwa tragis yang berlangsung sekitar dua jam ini, dari 07.30 sampai 10.00 ini diperparah dengan suhu panas dan paparan sinar matahari sehingga membuat banyak jamaah klenger dan meregang nyawa. Menanggapi berbagai masukan dari jamaah tersebut, Menag menyatakan sedang menelusuri informasi tersebut. “Karena jalur kita yang lurus, dalam peta jalurnya yang berwarna hijau. Mengapa dibelokkan ke kiri, itu yang bakal kita telusuri,” katanya. Lukman mewakili pemerintah juga meminta maaf kepada jamaah. “Saya sebagai amirul hajj mohon maaaf sebesar-besarnya kalau pelayanan dan petugas belum memenuhi harapan,” katanya di depan jamaah kloter 61 JKS. Peristiwa kemarin menjadi pelajaran yang amat mahal. Apalagi tahun depan Indonesia akan mendapat tambahan kuota 20.000, serta kuota dikembalikan normal yakni sekitar 211.000 jamaah haji, setelah tahun ini dan sebelumnya dipangkas 20 persen. ”Saya juga menyampaikan rasa duka mendalam kepada keluarga dan sanak famili jamaah yang wafat. Atas nama pemerintah saya ucapkan belasungkawa mendalam,” tandasnya. Menteri menambahkan, jamaah yang wafat di Tanah Haram saat prosesi haji insyaallah meninggal dalam keadaan syahid. “Mudah-mudahan surga bagi mereka yang wafat,” lanjutnya. Sementara, Kepala Satuan Operasi Arafah (Kasatops) Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) Abu Haris menambahkan, sebenarnya pihaknya telah menempatkan petugas di pos Mauasim 1 dan 3 di rute resmi yang dilewati jamaah haji Indonesia. “Kalau yang bukan rute resmi, seperti Jalan 204 memang tidak kita tempatkan petugas. Karena itu bukan rute yang dilalui jamaah Indonesia,” terangnya. Mengenai alasan dibelokkannya jamaah ke arah kiri menuju Jalan 223 tembus 204, Abu Haris menyatakan penutupan itu kewenangan dari pemerintah Arab Saudi. Sehingga pihaknya tidak mengetahui dengan pasti apa alasan penutupan tersebut. Selain dibelokkan ke kiri, saat kejadian petugas juga menutup pintu teralis besi yang berada di halaman jamarat, tepatnya di dekat lapangan. “Sehingga antrean jamaah di Jalan 204 memanjang ke belakang. Ketika pagar dibuka, jamaah yang keluar dari dalam lingkungan jamarat menuju jalan 204 seperti air bah,” papar Abu Haris. Jamaah yang didominasi warga Afrika yang ingin pulang ke tenda itu kemudian berhimpitan dan berdesakan dengan jamaah yang baru datang dan ingin melempar jumrah ke jamarat. Pintu teralis itu selama ini sering dibuka tutup. (end)

Tags :
Kategori :

Terkait