Evakuasi Perlu Dilakukan Segera

Senin 28-09-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Proses Hukum Berjalan, 17 HGU Perusahaan Dibidik JAKARTA- Kondisi udara di Sumatera dan Kalimantan semakin berbahaya. Hal ini menuntut pemerintah untuk segera gerak cepat dalam penanganannya. Tak hanya, pemadaman namun juga terkait keselamatan dari masyarakat. “Kami sudah berpikir terkait melakukan evakuasi masyarakat,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, kemarin. Namun, ini perlu diperhitung­kan dalam masalah teknis­nya. KLHK pun akan mereko­men­dasikan kepada Kementerian Kesehatan. “Soalnya mereka yang mengetahui sense-nya terkait kesehatan masyarakat itu sendiri,” ungkapnya. Tak hanya itu, Menteri Siti pun terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan pemantauan ke daerah dalam melihat kondisi ruang dari tempat evakuasi. Salah satunya di Riau. “Waktu itu di Riau akan dilakukan evakuasi di GOR, sudah saya cek, tempatnya relative oke. Sempat pengap, tapi itu disebabkan kosong dan AC nya belum dinyalakan,” ceritanya. Meski demikian, hal ini juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Khususnya bagi mereka yang rentan terhadap kabut asap seperti balita, manula dan ibu hamil. Terkait hal tersebut, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya menyebutkan bahwa evakuasi masyarakat harus dilakukan saat ini juga. Hal ini disebabkan terkait hak hidup masyarakat. ”Evakuasi memang tidak mudah, makanya jangan sampai jadi bencana. Jika sudah terjadi ya seharusnya tanggung jawab,” katanya. Satu hal penting yakni ketegasan atas keputusan tersebut dari pemerintah pusat. Yakni, Presiden Joko Widodo. “Keputusan yang terlebih dahulu dikatakan, jangan kelamaan harus bagaimana dan bagaimana,” ungkapnya. Setelahnya, baru akan dibahas terkait bagaimana lokasi yang memungkinkan, terhindar dari paparan asap yang berbahaya. Tak hanya itu, hal darurat lainnya adalah upaya dalam menjerat para perusahaan yang melakukan pembakaran hutan. “Perlu adanya keterbukaan informasi kepada negara tetangga terkait wilayah konsensi yang terbakar,” jelasnya. Sehingga, pemerintah pun dapat terbantu dalam verifikasi dan klarifikasi ke lapangannya. KLHK pun menyebutkan tidak akan keberatan dalam memberikan data resmi. Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) juga siap memberikan punishment kepada sejumlah perusahaan yang beroperasi di area kebakaran hutan dan lahan penyebab bencana asap. Sanksi mulai dari pengurangan jumlah lahan hingga pencabutan hak guna usaha (HGU), menunggu setidaknya terhadap 17 perusahaan. “Kami sekarang sedang identifikasi dulu,” ungkap Menteri ATR Ferry Mursyidan Baldan, di Kantor Kementerian ATR, Jakarta, kemarin (27/9). Evaluasi awalnya dilakukan untuk memetakan lahan HGU mana saja yang terbakar. Bagi perusahaan yang lahan HGU-nya ada yang terbakar, luas garapan otomatis akan dikurangi. “Misalkan, perusahaan punya 10 lahan HGU, terbakar satu. Maka yang terbakar itu harus dikembalikan ke negara,” tandasnya. Pengurangan tersebut merupakan konsekuensi minimal. Sebab, dalam klausul peminjaman lahan HGU sudah tertera kewajiban, bahwa perusahaan wajib menjaga lingkungan. “Ketika ada pengusaha atau perusahaan dikasih pinjam tanah perkebunan, mereka harus proaktif menjaganya, jangan sampai terbakar,” tuturnya. Menurut dia, konsekuensi pengurangan lahan bagi perusahaan pemegang HGU itu juga merupakan upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. Bahwa, perusahaan-perusahaan pemegang HGU harus pula proaktif mencegah dan mengatasi kebakaran hutan. Kelalain menjaga HGU bahkan bisa berujung pada pencabutan, jika nanti diketahui ada unsur kesengajaan. Selain memberikan sanksi, dia menambahkan, kementeriannya juga bakal memberikan tambahan pengaturan syarat kepemilikan HGU kedepannya. Misalnya, mewajibkan para perusahaan menyediakan sumber-sumber air di setiap lahan. Hal tersebut merupakan antisipasi untuk memudahkan penanganan potensi kebakaran dikemudian hari. Rencana penerapan aturan tersebut seiring dengan instruksi Presiden Jokowi, usai melakukan kunjungan kerja meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan dan Tengah. Presiden mendorong agar kedepan perlu disiapkan embung-embung air untuk perendaman. Terutama, di setiap lahan-lahan gambut yang memang punya potensi besar untuk terbakar. “Presiden sudah menyampai­kan, dengan ketersediaan air di sekitar lahan gambut, apabila terjadi kebakaran, mesin pompa air juga bisa bekerja dengan lebih cepat. Jadi, ini upaya kongkrit,” kata anggota Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, dalam keterangannya kemarin. (lus/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait