SECARA kasat mata, palsu atau tidaknya buku nikah tidak bisa terdeteksi dengan alat apapun. Keduanya, tampak persis. Ibarat pinang dibelah dua. Namun, jika diteliti dengan baik pada nomor register kependudukan, akan nampak jelas buku nikah asli dan palsu. “Ketahuan asli atau tidaknya, kita lihat pada nomor register kependudukan. Jika sesuai dengan data kami, maka asli. Tapi, kalau tidak sesuai, itu alamat palsu,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon Drs H Moch Syafrudin melalui Kepala Bidang Pendataan dan Perkembangan Kependudukan, Ikin Asikin SSos. Diakui, selama ini banyak masyarakat yang mengajukan permohonan pendataan dan pencatatan penduduk, baik dalam bentuk Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK), akhirnya ditolak lantaran buku nikah yang menjadi data primer ini terdeteksi palsu. Biasanya, buku nikah palsu dijumpai pada pemohon yang memerlukan data dan pencatatan penduduk yang hendak bekerja di luar negeri. Oleh karena itu, pihak imigrasi terkadang mengonfirmasi kepada Disdukcapil Kabupaten Cirebon apabila hendak memproses pemohon paspor. Demi kenyamanan dan kelancaran proses pemohonan pendataan dan pencatatan penduduk, pihaknya mengimbau masyarakat agar jangan sekali-kali menyertakan buku nikah palsu, ketika hendak membuat KTP atau KK. Selain ditolak, khawatir akan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. “Tujuannya tidak ingin ribet, tapi malah lebih ribet jika ketahuan. Jadi, sebaiknya jangan dilakukan. Karena buku nikah adalah data primer dalam pencatatan dan pendataan penduduk,” tandas Ikin Asikin. Sementara, Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk (Dafduk) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Cirebon Suyatno SIP MSi menambahkan, bila warga atau pasangan pengantin terbukti memiliki buku nikah yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dasar yang berlaku, maka berdampak pada proses administrasi seperti pembuatan akta lahir, KK maupun KTP. \"Ya nanti dampaknya pada anak mereka. Mereka tidak bisa membuat akta lahir. Untuk mengatasi persoalan tersebut, kita lihat dulu sejauh mana kebenaran hukum itu berlanjut. Ya mungkin solusinya melakukan pernikahan atau verifikasi ulang ke KUA, dengan cara yang bersangkutan membawa bukti-bukti seperti adanya syarat dan rukun nikah,\" imbuhnya. (jun/via)