Dirut Pelindo II Akhirnya Datangi Bareskrim

Selasa 10-11-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Setelah sempat mangkir, Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino) akhirnya memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Didampingi kuasa hukum dan puluhan pengawal pribadinya, Lino menjalani pemeriksaan selama sembilan jam. Sayangnya, ditemui usai pemeriksaan, bos Pelindo II itu irit bicara terkait kasusnya. Dia hanya mengatakan, apa yang dilakukan dalam proyek pengadaan mobil crane sudah sesuai prosedur. “Intinya saya bilang apa yang saya kerjakan sudah sesuai goverment (aturan pemerintah red),” ujarnya di Bareskrim, Polri. Disinggung soal apa saja pertanyaan yang diberikan penyidik, Lino menolak untuk menjelaskan. Yang pasti, lanjutnya, pertanyaan penyidik belum sampai pada proses pengadaan mobil crane. “Belum sampai kesitu,” imbuhnya. Rencananya, pemeriksaan lanjutan akan segera dilakukan Bareskrim pekan depan. Sementara dalam rilis yang dibagikan sebelum pemeriksaan, Lino menjelaskan jika pengadaan mobil crane oleh PT Pelindo II sejalan dengan kebutuhan bisnis perusahaan guna meningkatkan produktivitas. “Khususnya kecepatan penanganan barang di pelabuhan,” ujarnya. Untuk itu, pada tahun 2011, Pelindo lantas mengadakan lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit crane dengan total anggaran Rp58,9 miliar. Lelang pertama dilakukan pada bulan Agustus 2011, dan diikuti oleh lima perusahaan, yakni PT Altrax 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century Equipment Co. Ltd dan PT Irvani Dewi. Namun dalam prosesnya, hanya dua perusahaan yang memasukkan tawaran, yakni Guanxi Narishi Century dan PT Irvani Dewi. Setelah melakukan evaluasi dan penelitian dokumen, manajemen menyatakan Guanxi Narishi Century lolos administrasi dan dinyatakan sebagai pemenang tender. Dalam proses negosiasinya, disepakati harga Rp45,6 Miliar, atau 23% lebih rendah dari anggaran yang dianggarkan perusahaan. “Tidak benar pengadaan mobil crane merugikan negara karena kemahalan. Faktanya harga lebih rendah dibandingkan yang dianggarkan,” kata Lino. Terkait proses pengadaan, Lino menegaskan sudah mengikuti SK direksi Pelindo tentang Prosedur dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan IPC. Yang mana, SK tersebut disandarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2005 dan Peraturan BUMN nomor 5 tahun 2008. Sementara terkait hasil audit dan rekomendasi BPK soal sanksi bagi kontraktor atas keterlambatan pengerjaan, Lino mengakui sempat tidak menjalankan sesuai rekomendasi. Namun belakangan, rekomendasi tersebut sudah dipenuhi. “Sudah kami jalankan dengan memberi denda tambahan sebesar 1% atau 456,6 juta kepada kontraktor,” terangnya. Sebelumnya, dari rekomendasi untuk untuk memberi sanksi denda sebesar 5 %, Pelindo hanya mengenakan 4% saja. Atas dasar tersebut, Lino mengklaim jika persoalan audit BPK sudah clear. Sebab menurutnya, BPK tidak menanyakan kerugian negara, melainkan hanya merekomendasikan agar denda kepada kontraktor sesuai rekomendasinya. (far)

Tags :
Kategori :

Terkait