TIDAK mudah menjadi seorang guru. Apalagi guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tapi bagi Intan Kurnia Dewi SPd, menjadi guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus adalah impiannya.
Kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki setiap manusia merupakan anugerah yang diberikan oleh sang pencipta. Banyak orang merasa bahagia dengan apa yang telah diberikan sang pencipta, dan ada pula yang tidak dapat menerima apa yang telah diciptakan untuknya. \"Mereka (anak berkebutuhan khusus, red) juga layak mendapat pendidikan. Setidaknya dengan tekun belajar, mereka bisa mandiri dan bertanggung jawab. Mereka bisa lebih baik dari sebelumnya,\" kata Intan saat dijumpai Radar, kemarin.
Dikatakan, anak-anak berkebutuhan khusus ini tidak pernah menyadari bahwa dirinya terlahir dalam kondisi cacat. Mereka pun tidak pernah mengetahui bahwa ternyata mereka tidak bisa berbicara dan mendengar, bahkan terkadang untuk menggerakkan tubuh juga sangatlah sulit.
\"Mereka tak seperti anak-anak lain sebayanya, yang mampu berteriak-teriak, bernyanyi, berceloteh bersenda gurau. Atau bahkan mendengarkan keindahan berbagai suara bunyi-bunyian alam semesta,\" jelas Intan. Bagi mereka, tutur Intan, dunia ini tak bersuara, sunyi senyap. Bibir mereka pun tak bisa melafalkan sesuatu secara maksimal.
Dan lidah mereka pun kelu. Sisi realitas kehidupan inilah yang menggugah sudut kemanusiaan seorang Intan untuk menggeluti profesi sebagai guru Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Pangeran Cakrabuana, Kabupaten Cirebon. Tugas itu ia jalani dengan tulus, tak pernah lelah. Apalagi keluarga, terutama suami, memberikan dukungan penuh padanya.
Lulusan jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Jogjakarta tahun 2011 itu selalu menganggap murid-muridnya seperti anak sendiri. \"Saya sayangi mereka seperti anak saya sendiri. Dan Insya Allah kalau kita ikhlas menjalinnya, maka jaminannya ialah surga,\" terang Intan yang telah menjadi guru SLB sejak empat tahun lalu.
Meski masih berstatus guru sukarelawan dengan gaji pas-pasan, ia tak pernah putus asa. Tak dipungkirinya, hampir tiap hari harus sabar dan sayang terhadap anak-anak. Sebab, tiap hari ada saja yang membuat ulah. Intan tetap bersemangat. “Akan ada saja anak yang menguji kesabaran. Kesabaran dan rasa sayang, emosi saya mendadak hilang. Saya anggap mereka semua sama dengan anak-anak lainnya. Mereka berhak untuk mendapat pendidikan,\" tegasnya.
Cerita tentang Intan, juga dilakoni oleh Astuti Handayani SPd (43). Wanita ini telah menekuni pekerjaan sebagai tenaga pendidik sejak tahun 2002 di SLB BC Mekar Arum Harjamukti Kota Cirebon. Bukan pekerjaan yang mudah. Sebab, Astuti harus mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.
Semua dijalani Astuti dengan penuh kesabaran. Wanita yang akrab disapa Tuti ini bertekad untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya selama mengenyam pendidikan. Sembari ibadah, Tuti menganggap pekerjaan ini adalah profesi yang penuh perjuangan.
\"Dulu tidak pernah ada cita-cita jadi guru di SLB. Tapi karena waktu kuliah saya dapat amanah dari bapak saya untuk kuliah di PLB (Pendidikan Luar Biasa, red), jadi saya coba saja,\" katanya mengawali perbincangan dengan Radar, kemarin.
Semula Tuti kuliah D2 di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Lalu meneruskan pendidikan S1 di PLB Uninus Bandung. Tuti pun membaktikan ilmunya dengan menjadi salah satu tenaga pendidik di SLB BC Mekar Arum Harjamukti. Sekolah di bawah naungan Yayasan Mekar Arum ini telah berdiri sejak 2002 silam dan Tuti termasuk dalam bagian perintis SLB ini. \"Ya, bisa dibilang perintis bersama beberapa tenaga pendidik lain. Merintis SLB ini dari nol. Dari yang tadinya tidak punya siswa, sampai sekarang ada 61 orang,\" ujarnya.
Butuh perjuangan dan keseriusan untuk menjalankan pekerjaan ini. Sebab Tuti harus berhadapan dengan puluhan anak berkebutuhan khusus seperti tuna grahita dan tuna rungu yang tentunya perlu perlakuan khusus juga ketika kegiatan belajar mengajar. \"Awal berdiri cuma ada 15 orang siswa. Itu pun hanya SD saja dan kami harus cari ke berbagai daerah untuk mengajak anak-anak sekolah di sini,\" kenangnya.
Saat ini, SLB BC Mekar Arum Harjamukti Kota Cirebon menyediakan sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA. Masing-masing memiliki siswa sebanyak 35 orang untuk SD, 16 orang untuk SMP, dan 10 orang untuk SMA. Dari pekerjaan ini, banyak hal yang dapat dipetik oleh Tuti. Salah satunya adalah bagaimana kita harus selalu mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan. \"Sampai sekarang masih bertahan karena niatnya ibadah sehingga mengajarnya pun jadi menyenangkan,\" ujarnya.
Tuti juga menyampaikan ada banyak hikmah lainnya yang bisa dipetik ketika menghadapi anak berkebutuhan khusus. Terutama untuk orang tua yang diberikan amanah oleh Tuhan anak berkebutuhan khusus. \"Jangan berkecil hati. Itu suatu karunia dari Tuhan. Kita didik dengan baik maka akan jadi lahan ibadah buat kita,\" tuturnya.
Dikatakan Tuti, banyak siswanya yang punya bakat dan potensi diberbagai bidang. Sebab, di SLB BC Mekar Arum bukan hanya diajarkan bagaimana menjadi anak yang mandiri dan soal akademik saja. Melainkan juga keterampilan yang diasah sehingga menjadi sebuah prestasi membanggakan.
\"Mereka (siswa SLB, red) juga sering ikut lomba. O2SN, kesenian, setiap tahunnya ada yang ikut serta. Ya lomba lari, melukis, macam-macam. Ada saja prestasi mereka,\" katanya. Salah satu tips Tuti dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus adalah menggali apa yang menjadi potensi anak. Karena pada prinsipnya, dari kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, masih ada bakat yang bisa dikembangkan. \"Kami coba gali lewat kegiatan-kegiatan di sekolah,\" imbuhnya.
Selama 13 tahun menjadi tenaga pendidik di SLB BC Mekar Arum Harjamukti Kota Cirebon, Tuti juga memiliki banyak cerita suka dan duka. Sebagai orang yang berhadapan langsung dengan murid tuna grahita, Tuti harus ekstra sabar terutama dalam mengajarkan kemandirian.
\"Mendidik anak-anak menjadi lebih baik itu suatu kebanggaan. Walaupun kemajuan itu sedikit sekali. Yang jelas kalau tuna grahita lebih kepada kemandirian. Bisa memakai sepatu sendiri, ke kamar mandi sendiri, makan dan minum sendiri, itu kemajuan yang bagus. Semua tentunya harus ada kerja sama yang baik dengan orang tua,\" bebernya.
Selain mendapat dukungan dari anak-anaknya, pekerjaan Tuti sebagai tenaga pendidik di SLB BC Mekar Arum Harjamukti Kota Cirebon juga didukung oleh sang suami, Kusna SPd yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Yayasan Mekar Arum. Ia bersama suaminya saling dukung demi kemajuan SLB BC Mekar Arum.
\"Kebetulan rumah saya juga dekat dengan sekolah. Walaupun ada yang jaga di sekolah, kami harus tetap stand by. Kalau ada apa-apa malam hari, saya yang ke sini dengan suami. Semua kami jalani dengan ikhlas sebagai ladang ibadah,\" tutupnya. (via/nda/opl)