Ribut Angka Bagi Hasil

Selasa 17-11-2015,15:49 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Hubungan Walikota-DPRD Panas, APBD 2016 Tak Disahkan SUHU politik di Kota Cirebon kembali memanas. Rapat paripurna DPRD Kota Cirebon, kemarin (16/11), sedianya mengagendakan pengesahaan APBD 2016 dan 4 perda. Antara lain Perda Penyertaan Modal Pemkot Cirebon pada bank bjb, Perda Dana Cadangan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2018, Perda Perubahan Perda Nomor 7 tahun 2013 tentang RPJMD 2013-2018, dan laporan badan pembentukan peraturan daerah tentang rancangan program pembentukan peraturan daerah Kota Cirebon tahun 2016. Hal ini dipicu aksi walk out (WO) Walikota Nasrudin Azis dari rapat paripurna. Walikota memilih WO, memprotes sikap DPRD yang secara sepihak membatalkan paripurna pengesahan APBD 2016. Azis menganggap DPRD membatalkan pengesahan APDB 2016 secara sepihak. Padahal undangan yang disebar DPRD mencantumkan pengesahan APBD 2016. Justru pada rapat paripurna agenda tersebut tidak ada. “Legislatif menyepelekan eksekutif. Padahal eksekutif sudah membahasnya, tapi kenapa paripurna hari ini (kemarin) tak cantumkan agenda pengesahan APBD 2016,” gugat walikota. Menurut walikota, sudah sangat jelas undangan rapat paripurna sebenarnya menjadwalkan 5 agenda, salah satunya APBD 2016. Kenyataannya, justru APBD 2016 dicoret sepihak oleh DPRD. “Siang malam eksekutif sudah menyusun, tapi dalam agenda paripurna pengesahan APBD justru dibatalkan,” tandasnya. Sementara Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) Eko Sambujo melalui Sekretaris Iing Daiman SIP MSi mengatakan batalnya persetujuan APBD tahun 2016 karena terdapat perbedaan pemahaman antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Padahal, kata Iing, sebelumnya pihaknya sudah melakukan pembahasan secara intensif di salah satu hotel di Kuningan, 12-13 November 2015. Menurutnya, deadlock saat rapat paripurna karena ada perbedaan pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Provinsi Jabar. TAPD tidak bisa memenuhi harapan banggar agar menaikkan DBH menjadi Rp72 miliar. Sebab, hasil kajian tim anggaran dan berdasarkan Pergub Perubahan APBD Propinsi Jawa Barat Nomor 93 Tahun 2015 hanya bisa sebesar Rp71 miliar dengan alasan terjadi penurunan DBH pajak sebesar Rp1,86 miliar. “Apabila dipaksakan naik sebagaimana keinginan banggar akan berpotensi dikoreksi oleh gubernur dan harus dipangkas kembali,” ujar Iing Daiman kepada Radar. Lebih lanjut Iing menjelaskan, mengenai proyeksi Silpa, TAPD tidak bisa mengalokasikan secara maksimal sebagaimana harapan banggar. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kebutuhan anggaran pada perubahan APBD 2016. Kemudian, poin selanjutnya adalah terkait keinginan banggar untuk mengefisienkan belanja pegawai sebesar Rp3, 1 miliar. Namun untuk mengefisienkan belanja pegawai pada belanja langsung (BL), TAPD tidak bisa memenuhi karena anggaran tersebut diperuntukkan bagi honor pengelola kegiatan seperti honor KPA, PPTK, honor panitia lelang, dan narasumber sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. “Apabila belanja pegawai tersebut dipangkas maka pengelola kegiatan akan kehilangan haknya dan berpotensi menurunkan kinerja pengelola kegiatan. Honor-honor tersebut masih memungkinan diterima oleh pengelola kegiatan karena di Kota Cirebon belum menerapkan remunerasi sehingga masih diperbolehkan menerima honor,” bebernya. Poin terakhir, kata Iing, terkait kenaikan PAD. Berdasarkan potensi dan hasil evaluasi pendapatan yang diinginkan banggar lebih dari Rp3,5 miliar. Namun, TAPD hanya bisa menaikan PAD sebesar Rp3,5 M. “Alasan TAPD tidak bisa menaikan PAD terlalu besar karena hasil evaluasi PAD belum memungkinkan. Seperti pendapatan BPHTB tahun 2015 dari target Rp28 miliar, sampai saat ini baru terealisasi Rp19 miliar. Sementara waktu efektif tinggal kurang lebih 1,5 bulan sampai dengan akhir tahun 2015,” jelasnya. Terpisah, Ketua DPRD Edi Suripno SIP MSi membantah DPRD telah melakukan pembatalan sepihak. Edi juga mengaku sudah memberitahukan walikota soal penundaan ini saat bertemu walikota di sebuah acara pada hari Minggu. Alasan penundaan, kata Edi, karena pembahasan RAPBD 2016 antara Banggar dengan TAPD belum tuntas. “Karenanya paripurna pengesahan APBD hari Senin 16 November 2016 ditunda sambil menunggu pembahasan finalisasi bersama TAPD,” tegasnya. Atas fakta itu, Edi merasa heran dengan sikap walikota yang melakukan WO karena agenda pengesahan APBD 2016 dihilangkan di agenda paripurna. Edi juga mengaku kejadian kemarin membawa hikmah. “Paling tidak komunikasi ke depan terus diperbaiki. Saya pun sudah menyuruh setwan untuk menyampaikan pembatalan paripurna APBD 2016. Jadi semua aturan sudah ditempuh,” kata Edi. Ketua Fraksi PDIP Cicip Awaludin menganggap sikap walikota sebagai bentuk penghinaan terhadap legislatif. Akibat sikap walikota, menurut Cicip, raperda yang akan disahkan pada paripurna ini batal dibahas dan disahkan. “Ini jelas sebuah penghinaan terhadap lembaga legislatif,” tegasnya. Alumnus Unsoed Purwokerto ini Cicip menambahkan, sikap WO walikota pada rapat paripurna menunjukkan jika walikotra bersikap arogan. Disinggung apakah aksi itu bagian dari balas dendam walikota, Cicip enggan menanggapi. “Hari ini (kemarin, red) kita melihat arogansi walikota. Kalau urusan balas membalas itu urusan walikota. Yang jelas ini bentuk arogansi. Masa seperti anak kecil yang keinginanya tidak dituruti terus keluar ruangan,” ujarnya kesal. Terpisah, Jubir Nasrudin Azis, Umar Stanis Clau menganggap aksi WO walikota adalah tindakan yang sah-sah saja, karena eksekutif adalah mitra legislatif. Harusnya, kata Clau, pembatalan agenda penting itu melalui musyawarah, bukan sepihak. Apapun misinya, kata dia, harus dibahas bersama. Disinggung apakah aksi itu sengaja dilakukan karena walikota menduga ada tarik ulur dari dewan terkait anggaran fisik yang diisukan ‘milik’ oknum dewan, Clau enggan menjelaskan lebih detil. “Mungkin. Tapi ya caranya yang etis dong,” sindir Clau. Clau menegaskan, APBD tidak boleh dihambat penetapannya. Apalagi banyak belanja publik yang harus segera direalisasikan. “Target 2016 mendatang adalah WTP (wajar tanpa pengecualian). Jadi belanja APBD harus cepat dan sesuai target. Legislatif berkewajiban mendukung hal itu. Legislatif harus menjelaskan alasan pembatalan paripurna APBD supaya masyarakat paham. Karena publik akan bertanya-tanya motivasi di balik itu. Jadi dewan harus menjelaskann secara rasional supaya semuanya jelas,” tandasnya. Sementara anggota DPRD Kota Cirebon Dani Mardani SH MH mengatakan sikap walikota menunjukkan adanya ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif. “Dari persoalan ini, semua tidak terlepas dari hubungan kelembagaan. Tindakan walikota menunjukkan tidak sinergitas antara Pemkot Cirebon dengan DPRD Kota Cirebon,” kata ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu. (abd/sam)

Tags :
Kategori :

Terkait