Tak Boleh Biasa, 2016 Harus Wow!

Senin 21-12-2015,13:08 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Tahun 2016 krisis diperkirakan belum berakhir. Sikap optimisme sangat dibutuhkan di saat seperti ini. Menggeser gelombang krisis ke optimisme merupakan langkah keharusan. Walaupun tetap dengan kehati-hatian. Hanya “cara-cara wow” yang bisa menjadi pemenang.  Catatan Yanto S Utomo SETIDAKNYA ada dua kado istimewa di ulang tahun ke-16 Radar Cirebon. Yang pertama, Radar Cirebon bisa mengakhiri tahun krisis 2015 ini dengan pertumbuhan. Walaupun kecil. Kedua, lahirnya satu perusahaan baru nonmedia di bawah Radar Cirebon Group. Perusahaan energi terbarukan, wood pellet kaliandra merah, hari ini, juga akan melakukan penjualan perdana. Mengapa bisa bertumbuh di tahun 2015 itu sangat penting? Karena, hampir sebagian besar perusahaan media mengalami penurunan atau pertumbuhan negatif. Ada yang kecil, sedang, juga ada yang turunnya sangat tajam. Bahkan ada sejumlah media yang harus gulung tikar akibat krisis. Sejak adanya tanda-tanda krisis di awal tahun, saya mencoba sejumlah resep yang diadopsi sejumlah ahli dan praktisi. Resep-resep tersebut diramu dan dikerjakan bersama kawan-kawan di Radar Cirebon. Diantaranya harus menggali sejumlah potensi yang belum digarap. Mengatrol atau setidaknya mempertahankan yang sudah biasa. Pokoknya harus kerja lebih keras dan cerdas. Di sisi lain Radar Cirebon juga melakukan efisiensi yang sangat kejam. Lift dimatikan. Penggunaan listrik harus sehemat-hematnya. Kertas koran ukurannya dikecilkan dan semakin tipis. Mengurangi banyak biaya “kenikmatan” dan masih banyak lagi langkah mengencangkan ikat pinggang. Yang tidak boleh diganggu adalah biaya-biaya yang riskan. Terutama gaji dan bonus. Gaji tidak boleh dipotong, bonus tetap harus jalan. Soal gaji memang sudah menjadi beban pokok. Tak mungkin diotak-atik. Tapi kalau bonus masih bisa dimainkan. Prinsip bonus tak boleh sama rata sama rasa. Bonus harus mencerminkan prestasi pribadi-pribadi karyawan. Nah, ternyata cara pembonusan ini pula yang akhirnya bisa menghasilkan pendapatan baru yang dulu tak pernah tergarap. Padahal, saya sebenarnya sudah mempunyai strategi lain jika memang Radar Cirebon harus kalah dengan krisis. Tapi ternyata strategi ini urung dilakukan di tahun 2016. Sebab, kawan-kawan mengahayati prinsip “pemenang sesungguhnya akan lahir di saat krisis”. Untuk kado kedua yakni perusahaan pellet kayu kaliandra merah, juga awalnya berat untuk mewujudkannya. Ketika awal membuat pabrik di Cingambul, Cikijing, Kabupaten Majalengka, tersebut bertepatan dengan awal krisis. Sebab, hanya perusahaan yang nilainya “A” yang bisa dibangun. Setelah kerja keras dan meyakinkan sana-sini, akhirnya perusahaan tersebut kami bangun. Karena saya yakin perusahaan ini akan menghasilkan sesuatu yang sangat istimewa dari barang yang biasanya hanya digunakan untuk kayu bakar. Apalagi setelah dibantu dengan teknologi baru, namanya “burner pellet” kaliandra merah. Pelet kayu ini menjadi lebih istimewa lagi. Apa istimewanya? Sejumlah pengusaha kecil sekarang ini terbebani oleh biaya bahan bakar. Sebut saja pedagang tahu-tempe, kerupuk, dan yang lainnya. Harga elpiji sangat mahal. Padahal sudah elpiji bersubsidi apalagi kalau nonsubsidi. Begitu juga biaya pembelian kayu, mencekik leher. Tapi dengan menggunakan duet wood pellet dan burner pellet kaliandra, setidaknya para pengusaha tersebut bisa menghemat bahan bakar antara 20-40 persen. Ujicoba kami lakukan di sejumlah tempat menunjukkan hasil seperti itu. Selain itu juga bisa menghemat waktu memasak. Dengan kayu atau elpiji setidaknya membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam untuk ukuran tertentu. Tetapi dengan wood pellet dan burner pellet kaliandra hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Belum lagi dari sisi kebersihan dan tempat penyimpanan. Dengan pellet kayu tidak kotor karena memang tidak berasap. Artinya karena tidak kotor berarti lebih sehat. Soal tempat juga hemat, tak perlu ruangan yang luas. Masih banyak lagi keunggulan dari duet wood-burner pellet kaliandra merah. Karena itu walaupun kecil, pabrik ini sangat membanggakan dan meringankan pengusaha kecil yang menggunakannya. Hanya mohon maaf, kapasitas produksi kami masih kecil, sehingga baru bisa sedikit melayani konsumen. Dan saya sangat yakin ini juga langkah terbaik menghadapi krisis. Lalu bagaimana Radar Cirebon menhadapi krisis yang belum berakhir di 2016? Agak sulit menjawab pertanyaan tersebut. Namun pengalaman di tahun 2015, mudah-mudahan akan ada banyak cara menyiasati krisis di 2016. Di 2016, selain kekuatan lokal yang akan menjadi unggulan, persoalan sumberdaya manusia (SDM) juga menjadi hal yang sangat penting. Investasi terpenting, saya kira SDM. Radar Cirebon sungguh sangat beruntung. Dari rata-rata usia, yang mengendalikan Radar Cirebon hari ke hari adalah anak-anak muda. Masih gesit, kuat, tidak sakit-sakitan, tidak banyak “lemak”, dan tidak ngantukan. Tentu saja dua syarat lama itu masih penting: integritas dan antusias. Tidak boleh dibolak-balik. Hebat kalau tukang maling dan lumayan, untuk apa? Begitu pula sebaliknya jujur tapi males, juga akan bocor dari dalam. Dari evalusi grup yang rutin dilakukan, perusahaan-perusahaan besar yang turun rata-rata berakibat dari problem SDM. Mungkin banyak yang hebat, tetapi dulu. Sekarang mereka sudah “menua”, ketinggalan zaman dan cenderung akan menjadi “kolesterol jahat” bagi perusahaan. Akibatnya banyak bergaji tinggi tetapi tidak ada kontribusi untuk perusahaan. Karena itu SDM persoalan serius di 2016. SDM muda juga penting, terutama untuk melayani pembaca. Jangan sampai pembaca menua, karena dilayani oleh pengelola yang juga tua. Pembaca muda, tentu harus dilayani orang-orang berspirit muda. Hanya anak muda yang tahu selera anak muda. Pertanyaannya apa selera anak muda sekarang? Apakah mereka masih membaca koran? Jawabannya macam-macam. Tapi intinya anak-anak muda –sebut saja generasi z-- akan membaca apa saja yang disukai, dan akan meninggalkan yang bukan selera mereka. Dari Kongres Suratkabar Dunia di Washington, AS, menunjukkan gejala mendunia bahwa anak-anak muda malas membaca berita politik. Ini juga warning bagi para pengelola koran. Kalau koran isinya hanya politik, pasti koran itu juga akan dibaca pembaca tua. Misal, generasi Z lebih menyukai drama di Motor GP ketimbang sandiwara tidak lucu “papa-mama minta proyek”. Ini satu contoh yang nyata dari pembaca kekinian koran. Di tahun 2015 ini terjadi perubahan di media massa. Perubahannya pun tiba-tiba. Generasi Z ini cenderung lebih prefek dan wow! Kalau hanya dilayani biasa-biasa saja akan ditinggalkan. Nah inilah pekerjaaan rumah yang luar biasa bagi para pengelola Radar Cirebon. Tidak bisa biasa-biasa saja melayani pembaca generasi z. Harus yang wow! Tidak semua perlu wow! Tapi secara berkala harus bisa menyajikan sesuatu yang wow! Kalau tidak beritanya, ya tata wajahnya. Kalau tidak bisa fotonya, ya infografisnya. Dan kalau tidak semuanya, mungkin idenya yang harus wow! Apalagi di zaman krisis seperti sekarang. Kalau tidak wow, memang sulit melepaskan diri. Tiga kali pengalaman saya melalui masa krisis ekonomi. Sekali sebagai karyawan dan dua kali menjadi pimpinan. Namun pekerjaan tetap sama, di media massa. Lebih spesifik lagi koran harian. Sudah bisa menjadi modal menapaki 2016. Ketika krisis 1998, saya masih menjadi redaktur di sebuah koran di Lampung. Gaji kecil, rupiah terpuruk, dan harga kebutuhan pokok meroket. Logika gaji sangat sulit untuk hidup. Mencari pekerjaan lain juga sangat sukar. Bahkan akibat krisis, dan dihantam gejolak internal dan eksternal, kerjasama antara Jawa Pos dan penerbitan di Lampung pun berakhir. Semakin tidak menentu nasib para pekerja medianya. Namun badai pun berlalu. Walau tidak bisa kerjasama lagi, ternyata keduanya menemukan jalan masing-masing. Penerbitan di Lampung tersebut tetap eksis hingga sekarang. Begitu juga Jawa Pos bisa menerbitkan koran di sana pada tahun 2000. Namanya Radar Lampung. Krisis kedua di tahun 2008. Saya baru diangkat menjadi direktur utama di PT Wahana Semesta Cirebon, yang menerbitkan Radar Cirebon. Agak terasa tetapi tidak begitu pengaruh kirisis kedua tersebut. Sejumlah antisipasi pun sejak dini sudah kami terapkan. Maklum koran tersebut masih berusia 8-9 tahun. Tiga modal penghalau krisis pun kita terapkan. Integritas, antusias dan anak muda. Hasilnya pun luar biasa! Bisa tumbuh dua digit. Krisis ketiga, sekarang, tahun 2015. Inilah krisis yang paling berat bagi saya. Untuk Radar Cirebon, bisa melalui tahun 2015 ini dengan pertumbuhan. Walaupun sulit untuk dua digit. Namun untuk perusahaan Jawa Pos Group wilayah Jabar, Jateng, dan Banten yang di bawah koordinasi Cirebon, memang berat. Walaupun semuanya masih selamat. Tak ada yang merugi. Apalagi mati. Ada yang batuk-batuk campur pilek, ada yang meriang dan ada juga yang sakit butuh perawatan. Krisis sekarang memang berbeda dengan yang terjadi di tahun 1998 dan 2008. Ketika krisis di tahun-tahun tersebut, makro memang krisis, tetapi sejumlah komoditi harganya masih naik. Batubara, minyak, cengkeh, kopi, karet, sawit dan sejumlah hasil perkebunan dan pertanian harganya masih luar biasa. Saya masih teringat ketika krisis 1998, banyak petani kopi di Lampung harus inden membeli sepeda motor dan mobil. Bahkan banyak di antara mereka membeli barang-barang mewah seperti kulkas dan parabola. Padahal di kampung mereka tidak dialari listrik. Parabola hanya menjadi pajangan dan kulkas atau lemari es itu berubah fungsi untuk menyimpan pakaian. Krisis sekarang, harga komoditi semua hancur. Batubara, minyak, karet, sawit dan yang lainnya menukik turunnya. Selain itu faktor makro ekonomi negeri ini juga lagi memburuk. Rupiah hancur lebur dibandingkan dengan dolar Amerika. Ditambah situasi politik yang terus gaduh. Dari kasus “KPK vs Polri” hingga “Papa Minta Saham”. Dari kedua hal tersebut yang membuat perekonimian kita terus terpuruk. Ibarat memutar radio lebih banyak “kresek-kresek” dibanding suaranya. Dari situasi seperti itu, akhirnya para pebisnis lebih baik memutar bisnisnya ke chanel krisis, ketimbang melanjutkan di chanel biasa. Menyelamatkan diri masing-masing. Beberapa hari yang lalu para CEO Jawa Pos Group mengundang seorang konglomerat. Intinya kami meminta pandangan bagaimana dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan di tahun 2016. Menuurut sang konglomerat, situanya lebih baik sedikit dibanding dengan tahun 2015. Rupiah masih sulit turun dari 14.000/dolar AS. Harga-harga komoditi juga masih sulit untuk naik. Di sejumlah wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan pertumbuhannya tetap merah. Di Indonesia Timur pertumbuhan relatif tinggi, tapi jumlah penduduknya sedikit. Hanya di Jawa situasi akan menarik. Pertumbuhan tetap di kisaran 5 persen, tetapi jumlah penduduk besar bisa menjadi daya dukung yang luar biasa. “Indonesia di tahun 2016 akan diselamatkan oleh Jawa,” kata sang konglomerat tersebut. Dia juga menyarankan agar gelombang krisis pun mulai diubah ke gelombang investasi yang sangat hati-hati. Menurutnya, siapa yang berani berinvestasi di situasai krisis, dialah yang akan menjadi pemenangnya. Lalu bagaimana dengan makro dan mikro politik kita yang terus gaduh? Sang konglomerat memberi jawaban, lama-lama para pebisnis kita akan kebal dengan situasi seperti itu. Walaupun semua tahu antara politik dan ekonomi itu sulit dipisahkan. “Yang terjadi sekarang, ibarat pertunjukkan orkestra, yang gaduh itu hanya di panggung-panggung kecil. Kegaduhan tidak akan sampai pada panggung utama,” sindir dia. Dari ungkapan tersebut bisa disimpulkan besaran jumlah penduduk merupakan daya tarik tersendiri bagi pebisnis. Usaha menengah, mikro dan rumah tangga yang berbasis pada potensi lokal yang akan terus bisa berkembang. Nah, rasanya sekarang Radar Cirebon sedang berada di situasi seperti itu. Koran lokal yang didukung oleh potensi masyarakat pembaca yang besar. Mudah-mudahan tahun 2016 bisa dilalui dengan atau tanpa krisis. Selamat ulang tahun Radar Cirebon. Tak salah kalau disebut “Koran Juara”. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait