BARCELONA - Dini hari Kemarin, Valencia benar-benar dibuat tak berkutik oleh Barcelona di Camp Nou. Luis Suarez dan Lionel Messi berpesta gol. Suarez menyarangkan empat gol pada menit ketujuh, 12, 83, dan 88. Sedangkan, Messi menyarangkan tiga gol di menit ke-29, 59, dan 74.
Nyaris saja lebih hanya gol bersarang di gawang Valencia yang dikawal Mathew Ryan. Beruntung, eksekusi penalti Neymar pada menit ke-45 hanya membentur tiang gawang kiri Valencia.
Ternyata Neville lebih buruk daripada pelatih yang digantikannya, Nuno Espirito Santo, dalam delapan laga terakhirnya. Parahnya lagi, Neville membuat Valencia harus mencatat rekor memalukan.
Ya, kalah dengan selisih tujuh gol. Kali terakhir mereka mengalami kekalahan seperti itu pada 76 tahun lalu, tepatnya pada 13 Oktober 1940. Saat itu, Valencia dibantai Sevilla 3-10. Sama-sama selisih tujuh gol, tapi setidaknya berikan perlawanan.
Terjadinya pesta gol Barcelona itu tidak lepas dari Valencia yang hanya bermain sepuluh orang. Itu terjadi lantaran bel Valencia Shkodran Mustafi yang terkena kartu merah oleh wasit Ignacio Iglesias pada akhir babak pertama.
Mustafi diusir dari lapangan lantaran melanggar keras Messi. Dia pun merasa bersalah atas kekacauan itu. ”Hasil ini bakal membuat kami terpuruk di depan fans. Namun, seberat apapun, kami harus bangkit dan meraih hasil apik,” ucap Mustafi sebagaimana diberitakan AS kemarin.
Kemarahan ditampakkan Direktur Olahraga Valencia Jesus Garcia Pitarch. Dia menyebut laga kemarin dini hari sebagai permainan terburuk Valencia musim ini. Kekacauan yang akan berdampak pada kehilangan kepercayaan fans.
Makanya, dia menyebut, tidak akan heran apabila dalam laga berikutnya melawan Real Betis (7/2) di Stadion Benito Villamarin, Valencia tanpa sorakan para pendukungnya. ”Kami tak bisa menuntut apapun dari para suporter karena kami memang tak bisa memberikan apapun kepada mereka,” ucap Pitarch kepada Marca.
Pitrach juga secara tersirat memasrahkan nasib entrenador Valencia saat ini, Gary Neville kepada bos Valencia Peter Lim. Kometar Pitrach sepertinya sepakat kalau dalam waktu dekat mantan pemain Manchester United itu harus angkat kaki dari Stadion Mestalla.
”Masa depan Neville? Hari ini (kemarin, Red) bukan saat yang tepat buat membuat pilihan atau merefleksikan bagaimana perjalanan klub sejauh ini,” ucap Pitrach.
Terkait gonjang-ganjing masa depannya bersama Valencia, Neville berkata akan menanggung semua ”dosa” kekalahan seperti yang terjadi 76 tahun silam.
Namun, pria berusia 41 tahun itu tak akan melakukan tindakan pengecut berupa mundur dari jabatan. Neville berkata sudah menerima kontrak kerja sampai akhir musim ini.
”Saya tak akan pernah mengundurkan diri. Kekalahan ini akan terasa sakit dalam tiga atau empat hari ke depan, tapi yakinlah kami akan bangkit,” ucap Neville kepada AS.
Neville sadar kalau yang dihadapi kemarin adalah raksasa Spanyol dan klub terbaik di kolong jagad ini. Mengingat pada ajang Piala Dunia Antarklub Desember lalu, Barcelona berhasil menebalkan namanya.
Lantas kenapa performa Valencia sedemikian buruk? Squawka menganalisis ada beberapa masalah yang muncul sejak kedatangan Neville di Valencia. Namun, yang paling vital mengenai performa kiper Valencia, Ryan.
Sejak datang ke Valencia, Neville lebih mempercayakan gawang dikawal Ryan yang masih berusia 23 tahun ketimbang Domenech Sanchez. Dalam tiga pekan terakhir, Sanchez jadi cadangan. Padahal, angka clean sheet Sanchez mencapai 0,31 per laga, sedang Ryan hanya 0,17. Sanchez membuat penyelamatan 3,5 kali per laga, Ryan 2,5 kali per laga. Lalu Sanchez menyetop bola 3,56 kali per laga, Ryan 2,67 kali per laga.
Dalam 23 gol yang bersarang di gawang Valencia di La Liga, 12 gol bersarang sejak kedatangan Neville. Angka kebobolan Valencia pun naik. Sebelum Nevilla per laga Valencia kebobolan 0,8 gol. Setelah Neville 1,5 gol per laga.
Squawka juga mengolok-olok Neville sebagai David Moyes 2.0. Dia dinilai sebagai versi berikutnya dari Moyes, tetapi lebih buruk. Moyes adalah pelatih asal Britania Raya terakhir yang melatih di Real Sociedad dan berakhir dengan pemecatan.
Statistik performa tim yang dilatih Moyes dan Neville pun tak beda jauh. Bersama Sociedad, Moyes hanya mendapatkan persentase kemenangan 28,57 persen. Lalu bagaimana dengan Neville. Lebih buruk. Dia mencatat 26,67 persen kemenangan dalam 15 laga.
Neville memang sosok yang cerdas, analisa yang komprehensif, dan keberanian dalam mengungkapkan pendapat, tetapi ketika menjadi pundit alias komentator. Begitu melatih, dia hanya menunjukkan performa layaknya pelatih kacangan.
Sepanjang sejarah, selepas era Sir Bobby Robson dan John Toshack, tak ada pelatih asal Britania Raya yang bisa berprestasi di Spanyol. Chris Coleman pernah mencobanya di Sociedad pada 2007-2008 dan berakhir dengan kegagalan.
Robson dan Toshack mampu mempersembahkan gelar. Bahkan, Toshack sempat melatih empat klub di Spanyol, yakni Sociedad, Real Madrid, Deportivo la Coruna, dan Real Murcia. Prestasinya adalah juara Copa del Rey 1986-1987, La Liga 1989-1990, dan Piala Super Spanyol 1995.
Adapun Robson juga punya hasil yang lumayan oke selama melatih Barcelona pada 1996-1997. Meski dalam waktu yang tidak panjang, Robson mampu mempersembahkan Copa del Rey 1996-1997, Piala Super Spanyol (1996), dan Piala Winners (1997) buat El Barca.
Namun, mengingat performa Neville saat ini, sepertinya dia kurang tepat dianggap sebagai penerus Robson atau Toshack. Mantan bek Manchester United itu lebih tepat menjadi penerus bagi Moyes yang sama-sama gagal dengannya di La Liga. (dra/ham)