Kasus Samad-BW Berakhir, Jaksa Agung: Saya Sudah Memantau Keadaan

Jumat 04-03-2016,08:27 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Nasib duo mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto memang mujur. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil sikap berpihak pada rakyat dengan memutuskan men-deponering atau mengesampingkan kedua kasus yang kerap dinilai sebagai kriminalisasi tersebut. Dengan pengenyampingan ini, Korps Adhyaksa berharap semangat pemberantasan korupsi meningkat. Kedua kasus tersebut bergulir beberapa saat pasca penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK. Gelombang protes yang besar untuk membela KPK saat itu, belum cukup menghentikan kasus tersebut. Drama panjang yang melelahkan pun terjadi, dari penangkapan BW hingga penetapan keduanya sebagai tersangka. Setelah kondisi mereda, ternyata Kejagung memberikan setitik harapan. Harapan itu kini menjadi kenyataan, kedua kasus itu dikesampingkan. Jaksa Agung HM Prasetyo menuturkan, rasa keadilan perlu untuk dipenuhi dalam kedua kasus tersebut. “Saya melakukan deponering ini untuk memberikan rasa keadilan,” paparnya. Ada berbagai pertimbangan yang membuat keputusan deponering diambil. Salah satunya, sikap dari Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali yang mendukung untuk upaya penyelesaian kedua kasus. “Ketua MA juga menyerahkan sepenuhnya rencana deponering ini ke saya,” paparnya. Namun, dalam keputusan ini memang dapat dipastikan terjadi pro dan kontra. Semua itu tidak bisa dikendalikan, keputusan Kejagung tidak berupaya memuaskan semuanya. ”Kami berupaya memberikan kebenaran,” tuturnya. Pertimbangan lainnya, bagaimana kedua kasus ini membuat kesan adanya ketidakharmonisan dari lembaga negara. Bahkan, lebih jauh lagi penegakan hukum untuk korupsi juga terganggu. ”Karena itulah deponering ini menjadi sangat diperlukan,” jelasnya. Deponering, lanjutnya, diambil demi kepentingan umum. Dia merasa perlu untuk menjelaskan, bagaimana kepentingan umum ini terganggu dengan adanya proses pada dua mantan pimpinan KPK tersebut. Awalnya, kasus ini muncul diiringi dengan reaksi masyarakat yang besar. ”Pro kontra muncul, meminta kasus dihentikan. Ada pula yang meminta dilanjutkan,” ujarnya. Bahkan, dalam masa penyidikan dan pra penuntutan, reaksi serupa dan sama besarnya juga bergulir. Kejagung tidak hanya diam dalam kondisi tersebut. ”Saya memantau keadaan, saya mencermati kondisi yang berkembang,” terangnya. Dengan semua itu, maka kasus ini harus memiliki ending. Maka, dengan hak preogratif sebagai Jaksa Agung, kedua kasus ini memang pantas untuk di-deponering karena ada alasan kepentingan umum. ”Saya juga lihat bagaimana sosok kedua tersangka dalam kasus ini. Keduanya memiliki karakter yang kuat untuk memberantas korupsi,” ujarnya. Lalu, bagaimana membuktikan bahwa kasus ini kriminalisasi atau bukan? Dia mengakui sebenarnya kasus ini sudah sampai pada tahap P21 alias lengkap secara barang bukti dan saksi. Namun, dengan serangkaian pengembalian berkas. ”Saya tidak menyebut ini kriminalisasi atau bukan kriminalisasi, tapi memang sebagian orang menyebut begitu,” tegas mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) itu. Seiring berhentinya kedua kasus yang membelit Abraham Samad dan BW, Kejagung juga memiliki harapan yang kuat terkait perbaikan kondisi penegakan hukum di Indonesia. ”Saya ingin pengenyampingan ini berdampak pada penguatan semangat pemberantasan korupsi,’ tuturnya. Semangat memberantas korupsi ini tidak boleh luntur. Kejahatan ini sudah luar biasa dampaknya pada masyarakat. ”Korupsi merampas hak hidup orang banyak. Saya harap semua kembali memerangi korupsi,” jelasnya. Satu per satu, kasus yang berkaitan dengan unsur pimpinan dan penyidik KPK berhenti. Kasus novel yang juga dihentikan dengan surat keputusan penghentian perkara (SKP2). Namun, sekarang keluarga korban kasus penganiayaan yang diduga dilakukan Novel Baswedan justru melakukan praperadilan.  Melihat dinamika hukum itu, Kejagung ternyata justru pasang badan. Prasetyo tak gentar menghadapi perlawanan keluarga korban. ”Saya siap melayani mereka di pengadilan,” ujarnya ditemui di komplek kantor Kejagung, kemarin. Soal kemungkinan pengadilan memutuskan kasus Novel dilanjutkan, dia tidak ingin berandai-andai. Semua proses ini akan dihadapi untuk menentukan langkah selanjutnya. ”Saya tidak ingin terjerat beranda-andai itu,” paparnya. Sementara Kapolri Jenderal Badrodin Haiti berulang kali menyebut bahwa deponering membuat ketidakpastian hukum. Masyarakat disuguhi ketidakjelasan. ”Hanya ada teka-teki tidak terjawab dalam kasus tersebut,” tuturnya. Bila kedua kasus ini sampai di meja hijau, maka pertanyaan semua pihak akan terjawab, apakah kasus ini kriminalisasi atau justru memang benar ada pidana. “Kami sejak awal mendorong kasus ini berakhir di pengadilan,” ujarnya. Namun, keputusan deponering ini merupakan kewenangan Kejagung. Tugas Polri sudah selesai dengan adanya P21 kedua kasus tersebut. ”Saya serahkan semuanya ke kejaksaan,” ujar jenderal berbintang empat tersebut. Terpisah, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyatakan, Komisi III pernah memberikan pandangan terkait rencana pemberian deponering Samad dan BW. Bambang menyatakan bahwa pihaknya tidak sependapat dengan pemberian deponering dengan alasan tertentu. ”Pendapat fraksi di Komisi III DPR menilai bahwa tidak ada kepentingan umum yang mendukung mendukung pemberian deponering,” kata Bambang. Menurut Bambang, pendapat itu pernah diberikan Komisi III, saat dimintai pertimbangan Jaksa Agung. Namun, DPR juga tidak bisa mempersoalkan ketika pada akhirnya Jaksa Agung mengambil keputusan memberikan deponering. ”Pemberian deponering itu sepenuhnya kewenangan Jaksa Agung sesuai UU Kejaksaan,” tandasnya. (idr/bay)  

Tags :
Kategori :

Terkait