Cile vs Argentina, Invasi Mirip Operasi Soberania

Kamis 24-03-2016,18:12 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Kualifikasi Piala Dunia Zona Conmebol SANTIAGO – Lionel Messi bukan Jenderal Edgardo Mercado Jarrin yang terkenal dalam operasi Soberania-nya. Messi pun tidak memimpin tentara Argentina menginvasi ke Cile saat sengketa perbatasan tahun 1978. Yang dipimpin Messi adalah skuad Argentina yang menginvasi Estadio Nacional, Santiago, Cile. Bukan untuk berperang seperti yang dilakukan oleh Jarrin. Operasi Soberania ala Messi itu untuk merampas kemenangan dari tuan rumah Cile dalam matchday kelima di kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia untuk Zona CONMEBOL, yang digelar Jumat pagi besok WIB (25/3). Selain mengembalikan La Albiceleste –julukan Argentina– ke rel kemenangan, drama 2x45 menit nanti juga sebagai ajang pembalasan. Karena, di tempat yang sama 5 Juli lalu La Roja –julukan Cile– mempecundangi Argentina dalam final Copa America 2015 dengan drama adu penalti 4-1 setelah tanpa gol di waktu normal. “Revans untuk final Copa America? Saya rasa tidak. Kami datang lagi ke tempat ini (Santiago) untuk mendulang tiga angka yang bisa membuat kami rileks memikirkan papan klasemen, dan konfiden di laga berikutnya. Saya yakin, Cile pasti berbeda dengan Juli lalu,’’ ujar striker Argentina, Sergio Aguero, kepada Ole. “Bukan hanya Cile, kami pun datang ke sini dengan beda,’’ lanjutnya. Bedanya Argentina dengan empat laga sebelumnya adalah keberadaan Lionel Messi. Bagi Aguero, comeback-nya winger kanan sekaligus kapten tim Argentina itu bisa memberi konfidensi lebih bagi skuad. ‘Messi pemain yang krusial bagi kami,” sebut Kun, sapaan akrab Aguero. Pasca final Copa America, La Pulga –julukan Messi– memang tidak membela Argentina pada empat laga kualifikasi Piala Dunia 2018 zona CONMEBOL. Alhasil, Martino pun susah menemukan skema permainan tanpa Messi. Tanpa Messi, Martino bimbang antara formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1. Posisi di sayap kanan yang biasanya menjadi tempat Messi beroperasi pun lebih sering dipercayakan ke Angel Di Maria. Meski sudah mampu menutupinya, tetap saja persentase menang negara berperingkat 2 FIFA itu. Persentase kemenangan 25 persen dalam empat laga pertama menjadi pencapaian terburuk Argentina selama kualifikasi Piala Dunia. Lega di lini depan, waswas di defense Argentina. Terlebih dengan keputusan Martino memanggil bek Manchester City, Martin Demichelis. Biasanya, dua bek tengah dipercayakan kepada duo City, Demichelis dan Nicolas Otamendi. Akan tetapi, buntut dari performa lamban Demichelis saat City dipecundangi Manchester United akhir pekan kemarin (20/3), banyak yang mewanti-wanti Martino di laga ini agar tidak memainkan Demichelis. Khawatirnya, Demichelis akan diperdaya bomber-bomber Cile yang mempunyai kecepatan. Sebut saja Alexis Sanchez dan Edoardo Vargas. Solusi bagi Martino ya mesti menduetkan Otamendi dengan bek tengah Everton, Ramiro Funes-Mori. Diwawancarai Deportes Telam, Funes-Mori menyebut bukan hanya Sanchez dan Vargas. Second line Cile malah lebih berbahaya. ’’Lihat saja, Cile punya (Arturo) Vidal, (Jorge) Valdivia, dan (Charles) Aranguiz,’’ ungkap bek berusia 25 tahun itu. Dua nama terakhir dipastikan absen. Valdivia masih menjalani sanksi akumulasi kartu, sedangkan Aranguiz cedera. Akan tetapi, absennya Javier Mascherano yang juga menjalani akumulasi kartu akan menambah tugas Funes-Mori dan Otamendi. Karena, tidak ada kaper bagi defense Argentina seperti yang biasanya dijalankan Masche. ’’Kemenangan atas Kolombia (1-0) memberi kami konfidensi bahwa kami terus membaik, begitu juga besok,’’ imbuhnya. Dikutip dari situs Weloba, Claudio Bravo sebagai kapten Cile sekaligus pemain yang dekat dengan Messi di Barcelona menyebut Messi sedang on fire. ’’Semua orang mungkin khawatir dengannya, begitu juga dengan Di Maria. Namun kami tidak peduli itu semua,’’ ucap Bravo. Pemain berusia 32 tahun itu menyebut Cile dalam ujian. Tidak adanya Valdivia dan Aranguiz tentu sedikit melemahkan offense negara yang sudah enam kali bermain di Piala Dunia itu. Akan tetapi, Bravo menegaskan tidak ada opsi untuk bermain aman. ’’Di laga ini kami tidak mau bertahan,’’ koarnya. Berkaca dari empat penampilannya di kualifikasi Piala Dunia 2018 saat ini, Cile terkenal bobrok lini pertahanannya. Dari empat kali bermain, gawang Bravo sudah jebol sampai tujuh gol. Atau, kalau dirata-rata, per pertandingannya Cile kebobolan sampai 1,75 gol. Berbanding lurus dengan bobroknya pertahanan. Lini serangan Cile ternyata juga masih lemah. Tujuh gol dari empat laga bukanlah ukuran tim yang ingin meloloskan diri ke Piala Dunia 2018 di Rusia. Terlebih dengan masih panjangnya kualifikasi yang masih 14 pertandingan ke depan. Kalah dari Argentina, maka Cile terancam terlempar dari lima besar. Apalagi jika Kolombia pada laga lainnya juga mempermalukan tuan rumah Bolivia di La Paz, maka Cile bisa terlempar ke posisi ke-6. Tantangan itu yang akan diemban Juan Antonio Pizzi setelah menggantikan Jorge Sampaoli sejak 29 Januari lalu. Laga ini menjadi laga pertamanya membesut Cile. Dilansir dari Four Four Two, Pizzi menyebut eranya kali ini adalah menyempurnakan sukses Sampaoli. Termasuk saat dia memanggil dua pemain berusia muda dalam skuad melawan Argentina dan Venezuela (30/3). Striker Jeisson Vargas yang bermain untuk Universidad Catolica usianya masih 18 tahun. Lalu, full back Felipe Campos yang usianya 22 tahun. ’’Saya tahu beberapa pemain kami tidak dianggap publik. Tapi kami sudah melakukan evaluasi, dan saya rasa dalam dua laga (melawan Argentina dan Venezuela) mereka cocok untuk kami panggil,’’ klaim mantan penyerang timnas Spanyol di era 1994-1998 itu. “Semua pemain yang kami panggil ini pasti bisa beradaptasi lebih bagus untuk dua laga ke depan. Saya yakin mereka bisa membantu kami untuk mengamankan target itu (memenangi dua pertandingan sekaligus),’’ imbuh pelatih yang semusim menangani Valencia itu. (ren)

Tags :
Kategori :

Terkait