Bisnis layar tancap pernah booming di era 80-an dan 90-an. Saat itu, industri perfilman memang tengah naik daun. Sebut saja film komedi Warkop DKI, dan juga film yang dibintangi Barry Prima menghiasi panggung hiburan. Tito Film salah satunya yang sempat jaya saat era itu. Bagaimana saat ini? Laporan: JAMAL SUTEJA, Weru GULUNGAN rol film masih menumpuk di gudang Tito Film di Jalan Fatahilah Weru. Dulu dalam satu hari, Tito Film bisa 80-90 kali memutar film keliling desa di wilayah III Cirebon. Layar tancap di era 80-an menjadi salah satu hiburan primadona dalam acara hajatan, baik saat nikahan ataupun sunatan. Nama Tito Film pun melekat dalam ingatan masyarakat. Penanggung Jawab Tito Film, Cahyo Yoyo mengatakan, saat era 80-an hampir tidak ada hari libur pemutaran film layar tancap. \"Tiap hari selalu ada order. Sehari kita bisa memutar film 80-90 film di tempat berbeda,\" katanya. Namun, saat krisis moneter tahun 1998, bisnis layar tancap ikut menurun drastis. Ketika industri perfilman sedang seret-seretnya. Menurutnya, penurunan permintaan itu karena salah satunya semakin banyaknya masyarakat yang memiliki televisi. Apalagi, setelah munculnya Compact Disk dan DVD Player. Menonton film, menjadi sebuah hal yang mudah. \"Tahun 2004 sebenarnya masih bisa main, kita dipakai untuk acara sosialisasi pilkada oleh KPU. Sosialisasi hampir di seluruh Indonesia,\" jelasnya. Bahkan, Tito Film juga sempat terlibat acara sosialisasi kampanye Presiden SBY. Setelah pilkada usai, Tito Film kembali kesulitan mendapatkan order. \"Ya akhirnya kita menyiasati dengan menggandeng perusahaan untuk promosi dengan menggelar layar tancap,\" jelasnya. Namun promosi melalui layar tancap ini, juga tidak bisa menghidupkan kembali bisnis layar tancap. \"Sekarang kan banyak TV, kemudian hiburan banyak yang beralih ke organ tunggal,\" sebutnya. Saat ini dengan era digital, memang layar tancap tidak lagi menggunakan rol film. Cukup dengan memutar CD/DVD Player yang disambungkan dengan proyektor. \"Kalau rol film masih ada, cuma memang kendala ada di perawatan karena spare part-nya susah. Tapi kalau ada yang minta film lama kita bisa sediakan,\" sebutnya. Dalam satu kali pemutaran film, biaya ordernya mulai dari Rp800 ribu hingga Rp1 juta lebih. Bergantung dari lokasi pemutaran film. \"Kalau sekarang sangat susah, satu bulan bisa sama sekali tidak dapat order,\" kata Cahyo. Selidik punya selidik, minimnya order salah satunya karena proses perizinan yang cukup sulit untuk menggelar pemutaran layar tancap. Menurut Cahyo, dirinya sering mendapat keluhan dari masyarakat mengenai sulitnya perizinan pemutaran film. \"Kita mohon kepada pemerintah desa, dan juga aparat agar bisa memudahkan perizinannya. Jangan dipermahal, sebab kalau perizinan mudah saya yakin film layar tancap ini bisa rame lagi,\" ulasnya. (*)
Tito Film, Layar Tancap yang Kini Tinggal Kenangan
Selasa 29-03-2016,10:55 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :