Anggota DPR Ini Berpesan Ahmadiyah Jangan Ber-KTP

Selasa 10-05-2016,21:50 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KUNINGAN – Rakyat Indonesia yang tidak menganut agama diminta agar tidak diberikan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Jika ingin memiliki KTP, mereka harus berintegrasi pada salah satu agama yang diakui pemerintah. Pernyataan ini dilontarkan salah seorang anggota Komisi II DPR RI asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) KH Asep Maoshul Affandy, ketika kunjungan masa reses di Kuningan, belum lama ini. Ajengan asal Tasikmalaya ini mencontohkan JAI (Jemaah Ahmadiyah Indonesia) yang kebetulan banyak penganutnya di Kuningan. Jika ingin mendapatkan KTP, mereka mesti berintegrasi dengan agama. Sebab menurutnya, Ahmadiyah bukan Islam. Sedangkan Islam sudah jelas rosulnya yakni Muhammad SAW. “Di agama itu kan ada perbedaan aqidah dimana ada Islam dan non Islam. Ada juga perbedaan khilafiyah, dimana di Indonesia itu ada NU, Muhammadiyah, Persis. Di luar negeri enggak ada tuh NU, Muhammadiyah dan Persis,” terang Pengasuh Ponpes Mifatahul Huda Manonjaya Tasikmalaya itu. Asep setuju jika warga non agama, termasuk penganut aliran kepercayaan tidak boleh mendapatkan KTP. Sebab jika sudah seperti itu maka sudah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Alternatif pengosongan kolom agama di KTP, sangat ditentangnya. “Kalau mau dikosongkan, coret dulu Pancasilanya. Pokoknya harus beragama. Kalau anti agama, anti Pancasila, berarti sama saja dengan komunis,” tandas Asep Maoshul. Bagaimana dengan HAM (Hak Asasi Manusia)? Ulama satu ini menegaskan, ketika berbicara hak maka ada kewajiban yang harus dipenuhi. Siapapun berhak hidup di Indonesia dengan konsekuensi kewajiban dilaksanakan. “Jangan cuma hak doang, kan ada kewajiban. Orang berhak hidup di Indonesia, ya wajib bayar pajak dong, dan juga wajib berketuhanan yang maha Esa,” tandasnya. Sebagai solusinya, ia menyarankan agar mereka yang belum beragama diberikan penjelasan. Sayangnya, langkah pemerintah yang bersinggungan dengan kepedulian agama itu kurang.  “Bantuan anggaran dari Menteri Agama RI untuk masjid-masjid itu hanya Rp60 juta. Untuk gereja dan lain-lain juga sama segitu. Bahkan lebih dari 90 persen masjid di Indonesia tanpa sentuhan pemerintah. Itu bukan saya yang ngomong tapi pak JK (Wapres RI, red) selaku ketua DMI,” ungkapnya. Dalam kesempatan itu, Asep Maoshul pun menyinggung soal penistaan agama. Ia mengajak masyarakat untuk mewaspadainya. Sebab saat ini muncul upaya-upaya pihak tertentu untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri. Jika pada zaman penjajahan Belanda terdapat politik belah bambu, maka sekarang berlaku manajemen konflik. “Sebetulnya itu-itu juga. Konflik ya belah bambu juga. Upaya menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri itu patut diwaspadai. Saya berharap kaum muslimin muslimat di mana pun berada, lebih mendalami agamanya sendiri agar tidak mudah tergiring,” imbau Asep. (ded)    

Tags :
Kategori :

Terkait