TKI Divonis Mati Gara-gara Koper Isi Sabu

Selasa 31-05-2016,14:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA – Kabar vonis mati yang diterima oleh Rita Krisdianti (28) sontak membuat publik Indonesia kaget. Buruh migran asal Ponorogo, Jawa Timur, yang tersangkut kasus penyelundupan narkoba itu diputus bersalah oleh Pengadilan Tinggi Pulau Penang setelah 21 kali persidangan. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (WNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, pihaknya telah mendengar kabar tentang putusan pengadilan tersebut. Kabar tersebut diperoleh dari tim pengacara lokal dari firma Goi & Azzura sebagai perwakilan KJRI Penang. “Informasinya, vonis yang dijatuhkan sesuai seksi 39B Akta Dadah Berbahaya tahun 1952. Dalam hal ini kami menghormati putusan pengadilan. Namun, tetap menempuh upaya hukum untuk membela Rita,” jelasnya di Jakarta, kemarin (30/5). Dalam hal ini, tim pengacara sudah bersiap untuk mengajukan banding. Sebab, putusan ini baru setara dengan putusan pengadilan pertama. Karena itu, Iqbal mengaku bahwa peluang untuk melepaskan vonis hukuman mati masih terbuka lebar. Kemenlu, lanjut dia, telah berkoordinasi dengan KJRI Hong Kong dan Pemda Ponorogo dalam mencari saksi meringankan bagi Rita. Bahkan, sejak awal pun pemerintah sudah memberikan akses persidangan terhadap LSM dan kakak kandung Rita yang tinggal di Riau. “Kami masih punya dua tingkatan lagi untuk mengajukan banding. Yakni Mahkamah Rayuan dan Mahkamah Persekutuan. Proses tersebut juga sangat panjang jadi dalam hal ini memang masih terbuka lebar,” imbuh Taufiq Rodhi, Konsul Jenderal RI di Penang, Malaysia. Dia mengaku, proses peradilan di Malaysia sering kali berjalan lama. Bahkan, dia mengaku ada satu WNI yang terancam hukuman mati mulai 1999 namun masih melalui proses hukum. Belum lagi, dia mengaku ada beberapa WNI yang terbebas dari hukuman mati saat proses banding di Mahkamah Rayuan. “Kami sudah mempunyai pengalaman dalam upaya melindungi WNI yang terancam hukuman mati. Ada juga WNI yang berubah hukumannya dari hukuman mati menjadi seumur hidup,” ungkapnya. Untuk kasus ini, lanjut dia, poin utama adalah pengakuan Rita bahwa dia tak mengetahui isi kopernya merupakan sabu-sabu. Dia mengaku hanya tahu bahwa itu adalah kain sari dari New Delhi yang akan dijual di Malaysia. Sayangnya, saksi-saksi persidangan seperti petugas bandara justru menuduh Rita sebenarnya tahu. “Mungkin itu yang memberatkan pembelaan Rita dan akhirnya divonis hukuman mati,” ungkapnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, mendesak pemerintah untuk terus membela Rita. Pasalnya, Rita merupakan contoh rentannya TKI sebagai alat kejahatan transnasional. Dalam hal ini, jelas Rita merupakan korban TPPO yang harusnya terbebas dari segala tuduhan. “Dari sejarah sudah terbukti, buruh migran adalah kelompok yang rentan tertipu dan dimanfaatkan oknum. Bukan hanya TKI namun buruh migran dari negara lain. Contoh Mary Jane yang saat ini terancam karena menjadi alat penyelundupan,” terangnya. Dia menerangkan, Rita tercatat sebagai buruh migran yang diberangkatkan oleh PT Putra Indo Sejahtera (PT PIS) Madiun ke Hong Kong pada Januari 2013. Namun, Rita dikembalikan ke agensi di Hong Kong usai tiga bulan bekerja. Rita bahkan dibiarkan menganggur tiga bulan hingga akhirnya memutuskan ingin pulang ke tanah air. “Di saat putus asa hendak pulang, ada teman yang menawarkan pekerjaan sampingan berupa bisnis kain sari dan pakaian. Alhasil dia pun ke India lalu ke Penang, Malaysia, untuk mengantarkan koper yang dikira kain sari itu,” terangnya. Dia pun mengaku, bahwa jelas-jelas dia merupakan korban penipuan saat ditangkap pada 10 Juli 2013. Namun, paket narkotik seberat empat kilogram tersebut ditemukan membuatnya terancam hukuman gantung. Hal inilah yang sangat disayangkan oleh Anis. “Indonesia harus bercermin juga dari kasus Rita. Karena kasusnya hampir sama dengan Mary Jane. Jika merasa Rita tak bersalah, harusnya Mary Jane juga terbebas dari eksekusi mati,” tegasnya. Hingga saat ini, masih terdapat 154  WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Dari jumlah tersebut, 66 persen merupakan WNI terancam hukuman mati karena kasus narkoba. (bil)

Tags :
Kategori :

Terkait