Copa America, Waktu Mepet Hingga Anjloknya Tiket

Rabu 01-06-2016,20:16 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

SEATTLE - Demi memeriahkan ulang tahun satu abad Copa America, Conmebol pun menggagas Copa America edisi Centenario dengan bertempat luar kawasan Amerika Selatan. Amerika Serikat yang menjadi host pun mengemban tantangan berat untuk menyukseskan turnamen ini dalam waktu sempit. ”Kami sudah mencapai 100 tahun. Dan kami ingin merayakannya secara besar-besaran,” ujar Presiden Conmebol (Konfederasi Sepak Bola Amerika Selatan) Nicolas Leoz ketika melontarkan ide menggelar Copa America Centenario 2012 lalu. Sebabnya, 2016 tepat seabad ketika empat superpower di dunia si kulit bundar; Argentina, Brasil, Cile, dan Uruguay, menggelar sebuah turnamen kecil bernama Campeonato Sudamericano de Football, cikal bakal Copa America. Karena itu, bentuk keseriusan Conmebol dalam menggagas edisi 100 tahun ini tidak hanya terletak pada menggelar turnamen edisi ke-45 di tahun ini, yang berarti hanya berselang setahun dari edisi 2015 Cile. Namun juga menambah jumlah kontestan menjadi 16 negara. Selain itu, Conmebol juga menggandeng Concacaf (Konfederasi Sepak Bola Amerika Utara dan Tengah) agar untuk pertama kalinya, Copa America bisa digelar di luar Amerika Latin. Bak gayung bersambut, acting Presiden Concacaf, Alfredo Hawit, langsung merespons positif tawaran tersebut. Dalam pandangannya, selain bisa menjangkau pangsa pasar di luar Amerika Selatan, Copa America Centenario juga bisa menciptakan persaingan sehat antara tim Concacaf dan Conmebol. ”Karena itu, kami langsung mengatakan tidak akan menggelar Gold Cup tahun ini. Penting bagi kami untuk dapat meraihnya,” ujar Hawit seperti dilansir Medio Tiempo 2012 lalu. Amerika Serikat (AS) dan Meksiko pun menjadi kandidat kuat host edisi spesial ini. Sebab, keduanya memiliki prestasi mentereng dalam sepak bola internasional. Baik di Gold Cup maupun turnamen mayor seperti FIFA. Namun, pada 1 Mei 2014, AS pun resmi ditunjuk sebagai host. Banyak faktor yang menyertai. Selain pertumbuhan animo penonton, terdapat banyak perusahaan multinasional yang bisa didekati menjadi sponsor. Nah, bagi AS, penunjukkan ini menjadi tantangan yang cukup sulit bagi mereka. Sebab, mereka baru memiliki waktu berbenah ketika mendapatkan kepastian 10 venue pada 19 November 2015. ”Hanya sekitar enam sampai tujuh bulan untuk mempersiapkan turnamen benar-benar hal paling mengerikan yang pernah kami lakukan,” ujar Kathy Carter, Presiden Soccer United Marketing, organisasi remsi yang mengurus pemasaran Copa America, kepada Los Angeles Times. Selain waktu, tantangan lain yang dihadapi oleh Negeri Paman Sam, julukan, AS, adalah memasarkan tiket. StubHub selaku pihak kedua dalam penjualan tiket Copa America mengatakan bahwa ada beberapa laga yang dibanderol dengan sangat murah. Misalnya adalah Haiti versus Peru yang laga perdana Grup B di CenturyLink Field, 4 Juni waktu setempat. Tiket bentrok dua tim itu hanya dibanderol sekitar USD 6 (sekitar Rp82 ribu). Kemudian pertandingan pembuka Grup C Jamaika melawan Venezuela di Soldier Field, Chicago, yang dipatok dengan harga sama. ”Itu bisa jadi karena rangking kedua tim,” ujar juru bicara StubHub, Cameron Papp, kepada Seattle Times. Ranking Haiti di FIFA adalah 71, sedangkan peringkat Peru adalah 46. Jamaika, meski diperkuat kapten tim juara Premier League, Wes Morgan, hanya menempati posisi ke-56. ”Karena itu, di Seattle, kami berharap kepada laga Argentina sebagai ranking satu dunia kontra Bolivia (14/6) yang bisa mendongkrak penjualan tiket kami,” tutur juru bicara venue Kota Seattle, Ken Mendocca, kepada Seattle Times. Lebih lanjut, beberapa orang optimis bahwa Amerika Serikat tidak hanya sukses menjadi tuan rumah, sekaligus menorehkan prestasi besar pada ajang Centenario ini. ”Kolombia, Argentina, dan Brasil bakal berada di sini. Bagi Amerika Utara, ini adalah ajang besar selain Piala Dunia,” cetus pelatih Timnas AS, Juergen Klinsmann, seperti dikutip Los Angeles Times. ”Sejak peluncuran Major League Soccer, aku pikir tidak ada lagi yang bisa menimbulkan kegairahan fans bola AS setelah Piala Dunia 1994. Ini menjadi tes bagi sistem kami. Namun, aku rasa kami tidak perlu berucap bahwa kami bisa melaksanakannya,” lanjut pemilik sebuah firma marketing sepak bola, John Guppy. (apu)

Tags :
Kategori :

Terkait