JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan komentar soal perbedaan awal Ramadan. Kalau pun nanti terjadi, dia optimistis tak mengganggu kebersamaan umat Muslim di Indonesia. Warga tetap teduh dalam perbedaan. ”Kalau perbedaan awal Ramadan itu tidak kelihatan. Yang kelihatan kalau berbeda Lebaran. Satu sudah pakai pakaian baru yang lain belum,” ujar JK di Istana Wakil Presiden, kemarin (3/6). JK menekankan bahwa seluruh masyarakat juga harus saling menghormati. Yang puasa menghormati yang tidak puasa. Begitu pula sebaliknya. “Yang tidak puasa menghormati dengan tidak merokok. Kantin juga tutup,” tambah dia. Namun, ketua umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu mengingatkan kalau perbedaan dalam ibadah seperti penentuan awal Ramadan atau Lebaran itu tentu tidak bisa dikompromikan. Itu sama halnya dengan mengkompromikan halal dan haram. Orang yang yakin bahwa sudah waktunya Lebaran tentu haram hukumnya untuk berpuasa. “Kalau dagang bisa kita kompromikan. Ibadah susah dikompromikan. Tidak apa-apa yang penting rukun-rukun saja,” ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar itu. Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin menuturkan, Kemenag menggelar sidang Isbat pada Minggu sore (5/6). “Kami sudah tetapkan sejumlah titik pemantauan hilal,\" katanya kemarin. Dia berharap sidang Isbat tahun ini berjalan lancar. Machasin menjelaskan meskipun banyak pihak yang sudah mengklaim bahwa 1 Ramadhan kompak 6 Juni, sidang Isbat tetap akan dilaksanakan. Sebab Kemenag mengakomodir ketentuan yang menyebutkan bahwa untuk memastikan awal bulan di kalender hijriyah harus melihat hilal langsung (rukyah). Dia berharap masyarakat juga tetap menunggu hasil sidang Isbat. Sebelumnya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan rangkaian sidang Isbat digelar terbuka untuk publik. Namun khusus sesi sidang utamanya, bakal digelar tertutup. Tujuannya adalah menghindari sorotan media terhadap potensi perdebatan sepanjang sidang. “Perdebatan itu biar menjadi konsumsi kami. Masyarakat nanti diberitahu hasil setelah sidang,\" katanya. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin juga belum bisa secara tegas menyebutkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada Senin, 6 Juni. \"Sebaiknya kita tunggu saja hasil sidang Isbat,\" jelasnya. Meskipun begitu dari kriteria tinggi hilal yang dia sebutkan, sudah memenuhi kriteria bahwa 1 Ramadan jatuh pada Senin 6 Juni. Di antara kriterianya adalah saat dilakukan pemantauan langsung (rukyah) nanti, tinggi bulan muda (hilal) dari ufuk adalah 3 derajat. Merujuk kriteria yang digunakan Muhammadiyah, yakni pokok tinggi hilal di atas nol derajat, maka 1 Ramadan jatuh pada 6 Juni. Kemudian merujuk kriteria wujudul hilal yang dipakai NU dan pemerintah, tinggi hilal 3 derajat itu sudah di atas kriteria minimal 2 derajat. Thomas sempat menyebutkan ormas Persatuan Islam (Persis) yang berbasis di Jawa Barat, berpotensi mengawali 1 Ramadan pada Selasa, 7 Juni. Sebab Persis menggunakan acuan tinggi hilal 4 sampai 6 derajat di atas ufuk. Namun akhirnya Thomas sudah mendapatkan jawaban dari pihak Persis. Di dalam surat edarannya Pimpinan Pusat (PP) Persis menetapkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada Senin, 6 Juni. “Jadi Insya Allah awal puasa serentak 6 Juni,\" katanya. Namun Thomas menegaskan masyarakat sebaiknya tetap menunggu kepastian sidang Isbat Kemenag. (mia/wan/J
Pesan JK Jika Awal Puasa Beda: Teduhlah dalam Perbedaan
Sabtu 04-06-2016,08:54 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :