[Cuuurr…Murub] Lampu Air Garam Untuk Atasi Krisis Listrik

Selasa 28-06-2016,12:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

SUASANA tiba-tiba gelap gulita. Secangkir kopi yang ia pesan pun mendadak tak kelihatan. Harboyo Tahar kaget saat ia menikmati kopi, tapi tiba-tiba lampu di sekitar warung mati. Ternyata, sang pemilik warung belum membayar listrik, jadi alirannya diputus. Tak ada secercah cahaya di sana. Pengalaman itu yang mendorong pria kelahiran Bandung, 17 Oktober 1963 itu membuat eksperimen suatu penerangan. Memang, sedari kecil pria yang akrab disapa Pak Boyo ini menyukai dunia fisika dan elektro. Pekerjaan sehari-harinya pun melakukan berbagai percobaan di laboratorium sederhana di rumahnya. Hasil temuannya kali ini diberi nama \"Lentari\" (Lentera Air Indonesia). Nama lainnya adalah standalone lighting generator atau SLG. Bentuknya seperti teko kecil dan pada bagian atasnya terdapat bulatan putih yang sekilas mirip lampu neon. Lentari ini, rekayasa fisika yang merupakan sistem generator reaktif untuk penerangan mandiri, tanpa input charging. Saat ditemui di laboratorium sederhana di rumahnya kawasan Pesisir Kota Cirebon, Harboyo menjelaskan proses pembuatan lampu air garam ini. Dijelaskannya, pembuatan lampu air garam adalah proses elektrolisis. Proses kimia yang sudah diajarkan sejak bangku SMA. Proses elektrolisis ini pun sudah dikenal lama sekitar tahun 1.800-an. Namun, sampai sekarang aplikasi untuk membuat terang belum ada. Menurut Harboyo, batu baterai yang digunakan dalam lampu ini berbeda dengan baterai di pasaran. Ia menggunakan bahan alumunium foil, tembaga, hingga karbon untuk menciptakan formula ini. Alhasil, formula yang ditemukan menghasilkan proses oksidasi yang tahan lama. Teknologinya dikembangkan dengan dasar visi energi yang dihasilkan dari rekayasa anoda dan katoda pada sebuah reaktor kecil, ditambahkan air garam sebagai cairan elektrolit. Untuk menyalakan lentari juga sangat mudah. Yakni, hanya dengan cara memasukkan air garam ke dalam reaktor, lalu dikocok dan air garam tersebut kemudian dibuang. Lentari akan menyala seperti sebuah lampu. \"Prinsipnya sederhana dan praktis, cukup dengan air garam, kocok sekitar 3 menit, kemudian air garam dibuang. Resapan air garam berproses pada reaktor menghasilkan listrik yang diinginkan,\" jelasnya. Daya energi yang dipancarkan bisa menerangi ruangan ukuran 3×3 meter selama 20 jam. Meski digunakan berjam-jam, lentari tidak akan panas. Lentari juga aman dan ramah lingkungan. Konsep Lentari ini, kata Pak Boyo, seperti baterai. Jadi, usianya hanya selama enam bulan, setelah itu tak bisa digunakan lagi. Namun, sebelum usianya berakhir, lampu air garam masih bisa terus dinyalakan hanya dengan memasukkan air garam dan menggoyangkannya. Dari temuannya ini, Pak Boyo percaya bahwa listrik tidak dihasilkan dari proses mekanikal saja, tapi juga bisa dari proses kimia. \"Prosesnya tidak berbahaya, dan ini konsepnya lentera, bukan penerangan seperti listrik. Mungkin selama ini ada lampu emergency, tapi itu butuh charger. Kalau lampu air garam ini praktis, selain air garam, pake urine pun bisa,\" tuturnya. Dia berharap, lampu air garam bisa digunakan di daerah terpencil dan pedalaman yang belum teraliri listrik. \"Lampu air garam ini ramah lingkungan juga. Karena air garam bekasnya bisa dipakai untuk pupuk. Pokoknya, cuuurr…murub (dituangi air garam, lampu nyala, red),\" ungkapnya. Selain praktis, lampu air garam memiliki banyak kegunaan. Bentuknya yang simpel, membuat lampu ini cocok untuk kegiatan petualang atau survival. Misalnya, dapat digunakan untuk latihan survival dan penjejakan Tentara Nasional Indonsia (TNI) di hutan ketika malam hari. \"Bentuknya tidak terlalu besar, muat disimpan di ransel dan tidak menghabiskan tempat. Memang didesain lebih personal,\" ujar Rudi Harianto, Bagian Produksi dan Pemasaran Lentari. Tak hanya itu, lampu air garam ini juga berguna untuk para petani yang harus bermalam menunggu hasil panen. Kemudian, lanjut Rudi, lampu air garam ini paling dibutuhkan saat ada bencana alam yang merusak aliran listrik. \"Misalnya bencana kebakaran atau banjir, atau apapun yang menyebabkan listrik padam dan butuh penerangan. Lampu air garam ini sangat diperlukan,\" lanjutnya. Lampu air garam ini pun dibuat semaksimal mungkin meminimalisasi human error. Artinya, siapapun bisa menyalakan lampu air garam ini dengan mudah. \"Karena tanpa listrik, dan tidak menimbulkan api. Aman digunakan di mana saja. Human error-nya pun 0 persen,\" terangnya. Meski banyak kelebihan yang ditampilkan, lampu air garam pun punya kekurangan. Lampu ini tidak didesain waterproof, sehingga tidak bisa digunakan dalam air. Rencananya, lampu air garam akan mulai dipasarkan secara nasional pada bulan Juli atau Agustus 2016. Lampu air garam ini pun sudah diorder di beberapa daerah bagian timur Indonesia. \"Satu lampu air garam rencananya kita jual di bawah harga Rp200.000,\" pungkasnya. PENERANGAN RUMAH, NELAYAN HINGGA PEDAGANG KELILING Lampu air garam temuan Harboyo, ternyata memiliki banyak manfaat bagi masyarakat. Salah satunya Pongkol (60). Sudah belasan tahun Pongkol hidup tanpa listrik. Ia bersama istri dan anak-anaknya hidup dalam gelap setiap malam. Tak ada penerangan, tak ada cahaya. Pongkol hanya mengandalkan cahaya lilin saat malam tiba. Ya, warga Gang Empang, Samadikun, Kejaksan, Kota Cirebon itu mengaku tak punya biaya untuk memasang daya listrik di rumahnya. \"Uangnya gak terkumpul untuk beli KWH. Makan sehari-hari saja, kadang susah,\" ucapnya saat Radar mendatangi rumahnya belum lama ini. Saat malam hari, Pongkol hanya menyalakan satu batang lilin. Itupun kalau punya uang untuk membeli lilin. Kalau tak ada uang, terpaksa Pongkol dan anak istrinya tidur dalam gulita. Penemuan lampu air garam tentu memberikan manfaat bagi sebagian orang. Salah satunya bagi keluarga Pongkol. Satu lampu air garam mampu menerangi satu sudut rumahnya yang tak begitu luas. Hanya membutuhkan tiga hingga empat lampu air garam, ruangan-ruangan di rumah sederhana itu tak lagi gelap. \"Cukup terang lampunya, lumayan buat penerangan kalau malam. Pake lilin boros, watir kebakar juga,\" kata Pongkol. Bukan hanya Pongkol yang dapat merasakan manfaat lampu air garam untuk penerangan. Pedagang keliling pun mampu memanfaatkan lampu air garam ini untuk dagangannya. Seperti diakui Bambang (30). Penjual bakso keliling itu mengaku kesulitan penerangan jika berjualan malam hari. Ia harus memasang daya listrik di gerobak jualannya. \"Kalau hujan ya sering konslet, mati lampunya. Kan repot,\" ujarnya. Dengan lampu air garam, kata Bambang, ia bisa berjualan saat malam hari tanpa perlu repot memasang lampu atau listrik di gerobaknya. \"Ini praktis ya. Gak usah dicolok ke listrik lagi, lebih aman juga,\" tuturnya. Selain bermanfaat untuk sebagian pedagang keliling, lampu air garam juga dapat digunakan para nelayan untuk pergi melaut saat malam hari. (mike dwi setiawati)

Tags :
Kategori :

Terkait