Sekolah di SD negeri merupakan sebuah kebanggaan bagi kebanyakan orang. Selain biaya yang murah, faktor gengsi juga jadi pertimbangan. Tapi, ini tak berlaku bagi warga Cibeber, Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu. Mereka lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Mengapa? Laporan: UTOYO PRIE ACHDI, INDRAMAYU DESA Cibeber Kecamatan Sukagumiwang memang lumayan jauh dari pusat kota Indramayu. Dibutuhkan waktu satu jam lebih dari kota untuk sampai di desa ini. Separuh jalan menuju desa ini sebenarnya sudah bagus karena dibeton, namun sebagian lagi masih mengalami kerusakan atau berlubang-lubang. Lokasi SD Negeri Cibeber sebenarnya juga tidak terlalu terpencil, karena terletak di tepi jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Indramayu dengan Majalengka. Hanya saja sekolah ini memang persis berada di perbatasan antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka. Sekolah ini juga terletak tepat di samping Kantor Desa Cibeber. Saat Radar mengunjungi sekolah ini, Sabtu (30/7), waktu menunjukkan pukul 08.00. Terlihat beberapa siswa tengah bermain di halaman sekolah yang cukup sempit. Terlihat hanya ada belasan siswa yang hadir, padahal jumlah siswa sekolah ini dari kelas 1 sampai kelas 6 ada 50 siswa. Begitu juga dengan jumlah guru yang semuanya ada 9 orang, ternyata hari itu hanya ada 2 orang yang hadir di sekolah. Entah karena hari Sabtu atau apa, hanya pengawas yang tahu! Siswa sekolah ini juga belum semuanya memakai pakaian seragam. Beberapa siswa terlihat hanya memakai kaos dan alas kaki sandal. Alasannya, mereka memang ada yang belum punya seragam karena masih kelas 1 dan seragamnya belum jadi. Seorang pria paruh baya tiba-tiba langsung menyapa, dan menanyakan maksud kedatangan kami. Pria yang kemudian diketahui bernama Sugiyat dan berusia 50 tahunan, menjelaskan bahwa kepala sekolah tidak ada di tempat karena tengah mengantar istrinya yang sakit. Sugiyat hari itu di sekolah hanya bersama teman guru lainnya, Karta. Awalnya mereka keberatan untuk memberikan data seputar kondisi SD Negeri Cibeber, dan meminta agar menemui langsung kepala sekolah, Bagyana Kusminarta SPd. Namun setelah dijelaskan maksud kedatangan kami, Sugiyat pun akhirnya mau bercerita tentang kondisi sekolah tempatnya mengajar. “Sudah sekitar tiga tahun terakhir sekolah kami kekurangan siswa. Tahun lalu hanya ada 9 siswa yang mendaftar dan tahun ini baru 6 siswa mendaftar,” ujar Sugiyat. Sugiyat juga mengaku tidak mengetahui secara pasti kenapa jumlah siswa yang masuk ke sekolahnya semakin menurun. Ia hanya tahu kalau anak-anak Desa Cibeber lebih memilih untuk sekolah di Madrasah Ibtidaiyah yang ada di desa setempat. Ia pun berharap ada solusi untuk mengatasi persoalan ini. Karena untuk memaksa masyarakat agar menyekolahkan anaknya di SD Negeri Cibeber, Sugiyat mengaku tidak memiliki kewenangan. “Kami tidak tahu harus bagaimana. Yang jelas kalau MI kan gurunya orang-orang sini, sehingga mereka bisa membujuk warga agar menyekolahkan anaknya di MI. Sedangkan guru SD ini hampir semuanya berasal dari luar kecamatan ini,” ungkapnya. Sugiyat juga menduga, masyarakat lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya di MI, karena masyarakat Desa Cibeber Kecamatan Sukagumiwang merupakan masyarakat agamis. Namun hal ini dibantah oleh salah seorang warga setempat, Masunah (35). Ibu rumah tangga ini mengakui kalau kedua anaknya juga lebih memilih untuk sekolah di MI dibandingkan masuk SDN Cibeber bukan karena banyak pendidikan agamanya, tapi karena keinginan anak-anak. “Saya suruh masuk SD tidak mau, maunya ke madrasah. Katanya kalau di madrasah ramai karena banyak siswanya. Bahkan kalau 17 Agustusan juga ramai ada pawai. Sementara kalau di SD kan sepi,” ujarnya. Lain hal dengan Titin (33) yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri Cibeber. Titin beralasan karena dekat atau berada di depan rumah. Tapi ia mengaku prihatin melihat sekolah yang selalu kekurangan siswa setiap tahun tersebut. “Saya menyekolahkan anak saya di SD karena dekat, dan anak saya mudah terpantau. Tapi ya kasihan juga teman-temanya sedikit,” ujarnya. Kepala UPTD Pendidikan Sukagumiwang H Suwarno SPd, mengatakan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi sedikitnya siswa baru yang masuk ke SDN Cibeber. Antara lain kondisi masyarakatnya yang masih kental dengan agama. Hal tersebut dilihat dari berdirinya 2 MI di desa tersebut. Meskipun pihaknya sudah berupaya menyosialisasikan SDN Cibeber, tapi tetap saja kalah daya tarik dengan MI. “Padahal sekolah juga sudah bagus, mulai fasilitas dan ketersediaan guru. Tapi ya, pilihan masyarakat tak bisa dipaksakan,” terangnya. Ia berharap keberadaan SDN Cibeber yang merupakan SD negeri satu-satunya di Desa Cibeber tetap terus bersaing dengan sekolah lain di wilayah itu. Sementara Kuwu Cibeber, Zaenudin mengungkapkan ada 3 faktor yang membuat warganya lebih memilih MI dibandingkan SD. Di antaranya masyarakat Cibeber masih memandang bahwa sekolah di MI lebih baik, terutama soal pendidikan agama. Kedua, mutu MI lebih baik dari SD, kemudian tidak adanya guru lokal di SDN Cibeber. “Dari pihak guru juga sudah datang ke kami mengenai hal ini (kekurangan siswa, red). Kami juga sudah berupaya menyosialisasikan kepada masyarakat. Cuma tanggapan masyarakat kurang begitu bagus. Kami juga tidak dapat memaksa masyarakat kami untuk meyekolahkan anak-anaknya di SD,” tandasnya. (*/dilengkapi tulisan anang syahroni)
Nasib SDN Cibeber; Sudah Dibantu Kuwu, Siswa Baru Tetap 6 Orang
Selasa 02-08-2016,15:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :