Dari yang Mengerikan, Tutik Kini Menanti Wajah Baru

Jumat 19-08-2016,10:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

SURABAYA- Tutik Handayani tidak akan keluar rumah tanpa kerudung. Gadis berusia 16 tahun tersebut membutuhkannya untuk menutupi wajah. Dia tidak ingin wajahnya yang mengalami kelainan facial cleft membuat orang takut maupun jijik. Tutik mengalami kelainan sejak lahir pada 5 November 1999  di Lumajang. Wajahnya mengalami sumbing wajah alias facial cleft. Namun, facial cleft Tutik tidak seperti kebayakan kasus. Parah. Rahang atasnya tidak terbentuk sempurna. Sehingga semua bagian atas giginya terlihat. Tidak ada bibir yang menutupi. Mata gadis berambut lurus itu juga tidak sempurna. Kelopak matanya terbuka. Namun, bola matanya tidak bisa terlihat karena ada semacam lapisan yang menutupi. “Semua takut kepada saya. Makanya saya tidak bisa sekolah,” kata Tutik kepada Jawa Pos menjelang operasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) kemarin (18/8). ”Kalau sudah sembuh nanti, saya ingin sekolah,” harapnya. Rahang atas yang tidak sempurna, membuat effort ekstra dibutuhkan untuk mengerti apa yang dkatakan Tutik. Bicaranya tidak jelas karena bibir atasnya hanya tersisa bagian kanan dan kiri saja. Itupun hanya selebar sekitar satu centimeter. Sementara bibir bawahnya tertarik ke kiri. Hanya sekadar menutup mulut saja Tutik kesulitan.  Tutik lahir dari keluarga miskin. Ayahnya bekerja buruh kasar. Membantu ekonomi keluarga, ibunya, Fatmawati, berjualan makanan di SD Uranggantung, Kecamatan Sukodono, Lumajang. Ketika dia berusia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sudah miskin, yatim pula. Tutik pun tidak pernah mendapatkan perawatan medis meski wajahnya mengalami kelainan. “Toh, dia tidak pernah merasakan sakit dengan wajahnya yang seperti itu. Makanya tidak pernah dibawa ke dokter,” kata Fatmawati yang mendampingi Tutik di RSUA kemarin. Fungsi penglihatan Tutik juga tidak normal. Dia tidak bisa melihat. Menurut pemeriksaan ultrasonografi (USG), hanya bola mata kirinya saja yang ada. Namun tidak bisa menangkap cahaya. Buta. Kondisi seperti itu tidak membuat Tutik menjadi anak yang merepotkan. Dia tetap bisa membantu ibunya. Ketika ibunya berjualan, dia merawat adik tirinya yang berumur dua tahun. Mulai memandikan, mengganti baju, sampai menyuapi. “Kalau menyuapi makan, saya menjulurkan tangan. Nanti adik yang mengarahkan tangan saya ke mulutnya,” papar Tutik. Kesibukan merawat adik dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sudah cukup bagi Tutik untuk mengisi hari-harinya. Sebab, tidak mungkin dia keluar rumah dengan wajahnya yang mengerikan. Suatu saat, pernah dulu dia keluar. Teman-temannya mengejeknya. Pernah dulu dia  gemar makan sup itu tidak pernah keluar rumah. Selain karena harus menjaga adiknya, dia tidak keluar rumah karena malu. Setiap balita yang melihatnya pasti menangis. Teman sebayanya pun juga banyak yang mengejek. Hingga hari ini, Tutik hanya memiliki dua teman baik. Namun demikian, Tutik termasuk remaja yang riang. Dia suka bercerita. Termasuk dengan orang baru yang menurutnya baik. Dengan keterbatasannya, Tutik ingin tetap membantu keluarga. Sebenarnya Tutik ingin sekolah. Dia sadar, salah satu cara untuk meningkatan derajat keluarganya adalah dengan sekolah. Sejak kecil dia tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Menurutnya dengan bersekolah maka dia bisa mendapat pekerjaan. Cita-citanya pun spele, hanya ingin menjadi buruh. ”Semoga setelah operasi, saya bisa sekolah,” tuturnya. Kemarin (18/8) dia menjalani operasi untuk “membenahi” wajahnya. Tutik merasa tidak takut. Bahkan dia bersemangat ketika tim dokter menyapanya. Sebelumnya, Tutik sama sekali tidak pernah pergi ke rumah sakit. Dia dan keluarganya menganggap bahwa kelainannya bukanlah penyakit. ”Tidak ke rumah sakit karena tidak sakit,” ujar Fatma. Beruntung, beberapa waktu lalu dia dikenalkan dengan dr Indri Lakhsmi Putri SpBP-RE(KKF). Spesialis bedah plastik RS Unair itu menyarankan untuk segera dilakukan tindakan operasi dan dirujuk ke Surabaya. Kota Pahlawan dipilih lantaran memiliki alat dan sumberdaya yang mumpuni. Namun sebelum Tutik berangkat, dia diminta untuk mengurus BPJS Kesehatan. Dia sempat terhambat lantaran BPJS Kesehatan tidak memberikan jaminan lantaran dianggap operasi kosmetik. Padahal operasi yang dijalani Tutik bukan untuk kepentingan kosmetik. Setelah beberapa kali loby yang dibantu oleh pihak dokter Putri, akhirnya diberikan rujukan untuk bisa ke Surabaya. (lyn)

Tags :
Kategori :

Terkait