Asal Mula Durian Pogog (1); Berawal dari Seorang Pemuda Galau

Sabtu 10-09-2016,12:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Jumali Wahyono Perwito atau yang dikenal dengan sapaan Mas Jiwo bukan Robin Hood. Namun, bagi warga di lereng gunung Wonogiri, Jawa Tengah, dia adalah pahlawan. Mas Jiwo dianggap banyak menggerakkan tangan warga untuk berdaya melawan kondisi dusun yang tandus. TIDAK ada yang istimewa dari Dusun Pogog, Desa Tengger, Kecamatan Puhpelem, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Kendati terletak di lereng gunung, dusun itu sangat kering. “Keringnya parah. Sampai-sampai, warga Pogog yang mau melakukan hubungan suami istri saja harus melihat kondisi air. Jika hanya cukup untuk wudu, mereka enggak jadi,” tutur Mas Jiwo menggambarkan kondisi Pogog kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) saat ditemui di Dusun Pogog, Rabu (7/9). Dengan kondisi wilayah yang kering itu, tidak heran jika hanya beberapa jenis tanaman yang bisa tumbuh. Misalnya, singkong, jagung, jahe, dan beberapa jenis sayuran yang tidak membutuhkan banyak air. Sayang, komoditas itu tidak punya nilai jual yang baik. Belum lagi jenisnya yang hanya sekali panen. Warga akhirnya menggantungkan hidup seadanya dari hasil pertanian tersebut. Para pemuda Dusun Pogog merantau ke kota untuk bekerja sebagai buruh. Namun, pada 2007 para pemuda yang merantau itu berbondong-bondong pulang kampung. Mereka kehilangan pekerjaan karena perusahaan yang mempekerjakan mereka terkena dampak krisis ekonomi. Pada tahun yang sama, Mas Jiwo yang pada 1993 menjalani KKN (kuliah kerja nyata) di dusun itu datang. Memang, sejak 2004 dia sering berkunjung ke dusun yang tidak jauh dari Kota Ponorogo tersebut. Kala itu, Mas Jiwo datang dengan membawa kambing untuk kurban. Tapi, kunjungan Mas Jiwo pada Desember 2007 tidak untuk alasan kurban seperti biasanya. Dia sedang galau karena usaha ekspor mebelnya bangkrut terkena dampak krisis ekonomi global. Dia jatuh dan terpuruk. Untung, dia tidak terlilit utang di bank seperti beberapa teman pengusahanya. Karena itu, dia tidak harus memikirkan uang untuk membayar cicilan utang setiap bulan. ’’Saya cuma mikirin bayar sekolah anak, makan, dan pulsa setiap bulan. Tapi, itu hanya bertahan tiga bulan,’’ tutur Mas Jiwo. (Bersambung/ANDRA NUR OKTAVIANI)  

Tags :
Kategori :

Terkait