PANGENAN - Harga garam lokal yang semakin melorot akibat stok melimpah dan adanya garam impor, membuat para petani semakin menjerit. Pemerintah sebaiknya melakukan intervensi harga garam. Hal ini disepakati Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi Disperindag Kabupaten Cirebon, Supardi. Dia berpendapat, sebaiknya pemerintah bisa mengintervensi harga garam. Intervensi ini, bisa melalui Bulog atau pun membentuk Badan Usaha baru yang khusus menangani garam. \"Komoditi garam ini jangan dianggap enteng. Ya kita lihat saja, kalau misalkan masak tidak ada garam gimana rasanya?\" ungkapnya kepada Radar, Sabtu (17/9). Menurutnya, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sama-sama bisa melakukan intervensi harga garam. Hal ini terkait juga untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam lokal. Selama ini, garam lokal kalah saing dibanding garam impor untuk konsumsi industri. Lantaran disebabkan kadar NHCL yang dimiliki garam lokal masih rendah. \"Kalau ada badan usaha yang menangani ini akan lebih baik, karena bisa memberikan standarisasi harga garam dan juga mengatur tata distribusinya,\" ujarnya. Tak hanya itu, permasalahan distribusi garam juga masih belum tertata. Menurut dia, banyak hal yang menjadi kendala dalam produksi garam lokal apabila ingin bisa lebih baik. Dia berpendapat Bulog bisa ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam mengintervensi harga garam untuk menentukan standar harga garam. Tak hanya itu, kepedulian pemda juga harus dilakukan. Sementara itu, harga garam lokal masih dihargai di bawah Rp300/kg. Padahal biasanya harga garam lokal bisa dijual Rp400 hingga Rp500/kg. Salah seorang petani garam, Amirudin mengatakan, harga garam melorot akibat adanya garam impor dan juga stok garam lokal yang masih belum terserap. Dia pun setuju apabila pemerintah bisa mengintervensi harga garam. \"Harga garam sekarang lagi kendor, biasanya sih Rp400 sampai Rp500/kg, ya kalau pemerintah bisa intervensi bisa membantu petani garam lokal,\" ucapnya. Kualitas kristal garam lokal kalah saing dengan garam impor. Hal ini lantaran para petani memanen garam terlalu cepat. Amirudin (60), petani garam di Desa Astanamukti, menyebutkan dia terpaksa memanen garam lebih cepat karena kebutuhan ekonomi yang mendesak. \"Kalau kristalnya bagus itu dipanen 10 hari, tapi karena kebutuhan perut baru digarap 2-3 hari saja sudah dikeruk,\" ungkapnya. Selain itu juga karena faktor cuaca. Kalau dipanen dalam waktu yang lama, petani khawatir ladang garam terkena hujan. Sehingga bisa mengakibatkan proses kristalisasi garam tidak maksimal. Dia mengatakan kualitas garam impor memang lebih baik daripada garam lokal. Karena garam impor memiliki warna kristal yang putih dan besar. Rasanya pun lebih asin. Hanya saja, ada sedikit rasa pahitnya. Berbeda dengan garam lokal yang warnanya putih sedikit kemerah-merahan. \"Kalau garam impor rasanya lebih asin tapi ada pahit-pahitnya, warnya memang putih, dan kristalnya besar-besar dan bening. Tapi kalau garam lokal warnanya agak kemerahan karena prosesnya lebih alami,\" tukasnya. Karena terlalu cepat panen inilah, yang membuat kristal garam lokal tidak sempurna. \"Dua atau tiga hari saja sudah dipanen,\" ucapnya. (jml)
Kalah Saing, Pemerintah Baiknya Intervensi Harga Garam
Minggu 18-09-2016,03:30 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :