Ular, katak, dan cicak. Tiga jenis hewan melata ini cukup populer bagi warga Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Ratusan warga di desa itu kini aktif menjalani bisnis rumahan tersebut. Ada yang jadi pemburu (pengobor), pekerja borongan, penyamak kulit ular, hingga pemotong hewan. SORE itu, Wartono lebih awal tiba di tempat pengepul, tepatnya di RT 03/04 Blok Wanakersa, Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Di sanalah dia bersama teman-teman seprofesinya berkumpul. Sambil ditemani secangkir kopi dan gorengan, mereka mengobrol hangat dan saling bercanda. Mereka berkumpul di situ, mengatur rencana perburuan malam hari, mencari cicak. Jam menunujukkan pukul 16.00, matahari sudah mulai kehilangan keperkasaannya. Saat itulah para pemburu cicak sudah siap “bekerja”. Peralatan untuk menangkap cicak dinaikkan ke atas mobil. Sekitar 15 orang yang sudah siap berangkat memburu cicak. Wartono dan rekan-rekannya menggunakan mobil pikap berwarna putih. Tak disangka, saat akan berangkat, ada rombongan lain juga dengan tujuan yang sama. Ternyata berburu cicak bukan hanya warga dari Desa Kertasura, tapi juga dari desa-desa sekitarnya. Banyak warga yang memilih menjadi pengobor cicak. Wartono sendiri dulunya seorang kuli bangunan. Dia kini memilih pekerjaan mencari cicak karena hasilnya lumayan untuk menafkahi keluarganya. \"Ya lumayan hasilnya Mas, kalau sehari bisa dapat 2-6 kg, bisa dapat uang Rp100 ribu hingga Rp300 ribu,\" ungkap Wartono kepada Radar Cirebon, Selasa (20/9). Angka itu jika menghitung harga cicak basah yang dijual ke pengepul Rp50 ribu per kilogram (kg). \"Rata-rata harganya segitu (Rp50 ribu, red). Tapi tergantung juga, bisa juga Rp45 ribu. Kalau sekarang harga cicak basah Rp53 ribu per kg,\" katanya. Bagaimana Wartono menangkap cicak? Peralatannya hanya berupa tongkat panjang, sebuah senter, dan juga lem tikus. Lem tikus dioleskan ke ujung tongkat, menjadi senjata untuk menangkap cicak. Dia pun bisa melintasi ratusan rumah dalam semalam, mencari cicak di rumah-rumah warga. Pencarian cicak biasanya ke daerah-daerah pemukiman yang agak jauh, bahkan ke beberapa daerah di Jawa Tengah. Seperti Brebes, Tegal, Slawi, dan Banyumas. Daerah lain di Jawa Barat yang juga jadi lokasi favorit berburu cicak adalah Pangandaran. \"Kita perhitungkan jarak dan waktu. Kalau jauh berarti kita harus menginap. Tapi kita usahakan bisa langsung pulang malam itu juga,\" timpal Ari, yang berugas sebagai sopir. Proses penangkapan cicak, boleh dikatakan gampang-gampang susah. Bagi yang belum terbiasa, mungkin bisa terasa sulit. Namun, bagi Wartono menangkap cicak urusan mudah. Dia bahkan sudah paham dengan karakter cicak. Untuk daerah-daerah di Jawa Tengah seperti Brebes, Tegal, Slawi, dan Banyumas, punya karakter agak jinak. Hal itu memudahkan Wartono dan rekan-rekannya saat menangkap cicak. “Kalau cicak-cicak di Cirebon itu sudah pada lari saat kena cahaya senter. Tapi kalau daerah-daerah di Jawa Tengah itu, cicaknya diam saja walaupun ada cahaya. Cicaknya jinak, sehingga mudah ditangkap. Gak tahu kenapa, mungkin karena Cirebon lebih panas, cicaknya juga terbawa gak tenang,\" ujarnya. Wartono mengakui cuaca juga menjadi faktor penting dalam mencari cicak. Saat gerimis dan waktu selepas magrib, diyakini sebagai waktu yang paling pas untuk mencari cicak. Saat-saat itulah, cicak keluar dari persembunyiannya untuk mencari makan. Biasanya justru di kawasan-kawasan pesisir atau perumahan di pinggir pantai, cicak lebih banyak. Tempat favoritnya berada di kandang-kandang ayam. \"Kalau bisa hujan jangan terlalu deras. Karena kalau deras, ya kitanya yang tidak bisa keluar rumah. Hujan gerimis, itu malah banyak cicak yang keluar. Nangkapnya jadi mudah,\" akunya. Tapi, mencari cicak bukan tanpa risiko. Wartono menyebutkan dirinya kerap disangka maling oleh penduduk. Kadang dia juga mengerti prasangka penduduk seperti itu. Namun, kata dia, niat mereka baik hanya ingin mencari cicak. \"Ya tidak disangka maling, kita kerjanya malam di rumah orang. Memang sempat ada yang komplain, tapi ya mau gimana lagi. Kita niatnya hanya mau cari cicak,\" ujarnya. Bahkan, di suatu daerah sudah mulai resah dengan keberadaan pencari cicak. Kebanyakan penduduk komplain karena bekas lem tikus banyak yang menempel di dinding rumah. Imbasnya mereka diminta lapor RT atau RW terlebih dahulu. \"Ya kalau dilarang cari di rumah, kita cari lagi di tempat lain. Yang penting kita baik. Kalau harus lapor RT atau RW, ya lama Mas. Masa mau cari cicak laporan dulu,\" katanya. (jamal suteja/bersambung)
(4) Cicak, Kodok, dan Ular, Bisnisnya Warga Kertasura; Cicak dari Jawa Tengah Lebih Jinak
Kamis 29-09-2016,22:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :