Menaker Pertanyakan Kurikulum SMK, karena Ini

Sabtu 08-10-2016,09:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA - Upaya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempercepat produksi sumber daya manusia (SDM) kompeten bakal membutuhkan upaya ekstra. Sebab, masih banyak ditemukan lulusan SMK yang mendalami pelatihan di balai latihan kerja (BLK). Kondisi itu dianggap kontradiktif dengan tujuan sekolah menengah kejuruan (SMK). Karena semestinya mencetak lulusan siap pakai di dunia industri. Menaker RI Hanif Dhakiri mengakui hal itu merupakan persoalan di BLK selama ini. Seharusnya, tamatan SMK tidak perlu lagi masuk BLK untuk mengikuti pelatihan. Hanif pun menuding kondisi tersebut disebabkan kesalahan kurikulum yang diterapkan di lembaga pendidikan kejuruan. ”Apa kurikulum di SMK yang salah ya ?,” ujar politisi PKB ini. Kondisi ironis itu ditemukan Hanif di sejumlah BLK milik Kemenaker dan pemerintah daerah provinsi serta kabupaten/kota yang dikunjunginya. Di Unit Pelaksana Teknis Latihan Kerja (UPTLK) Riau, misalnya. Hanif mengatakan, mayoritas siswa yang mendalami pelatihan kerja di UPTLK itu merupakan lulusan SMK. ”Rata-rata mereka yang di sana (BLK, red) adalah tamatan SMK,” jelasnya. Sebagaimana diketahui, problem ketenagakerjaan saat ini adalah kualitas dan daya saing SDM calon pekerja yang tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja. Data Kemenaker, profil angkatan kerja nasional sebanyak 128 juta masih didominasi lulusan SD-SMP, yakni 62 persen. Artinya, masih diperlukan banyak tenaga terampil (lulusan SMA keatas) agar stok SDM dan pasar kerja sesuai. Sebenarnya, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan kebijakan terkait persoalan itu. Yakni, dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing SDM. Inpres tersebut dikeluarkan 13 September 2016. Dalam inpres itu seluruh gubernur dan beberapa menteri/kepala lembaga diminta bersinergi dalam merevitalisasi SMK. (tyo)

Tags :
Kategori :

Terkait