Aturan Baru, Lulusan Dokter Spesialis Wajib ke Daerah

Senin 10-10-2016,11:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA – Lulusan dokter spesialis harus bersiap terjun ke daerah. Mulai tahun depan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mewajibkan mereka mengabdi ke daerah. Aturan tersebut akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang kini dalam tahap finalisasi. Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno Sutarjo menyampaikan, inisiasi ini muncul setelah melihat kembali kebutuhan spesialis di daerah terutama daerah terpencil. Sedangkan, hampir seluruh dokter spesialis lebih memilih untuk berpraktek di kota-kota besar. Keingingan untuk bisa mendistribusikan tenaga spesilias ini ternyata didukung oleh sejumlah pemerintah daerah, yang mengisyaratkan penutupan penerimaan tenaga spesialis di tempat mereka. Hal ini karena ketidakmampuan slot daerah menampung mereka. Salah satunya, seperti DKI Jakarta. “Kita juga ada kerja sama dengan organisasi profesi. Ini jadi pas aja momentnya. Dari pada nggak tau ke mana setelah lulus, jadi kita fasilitasi,” paparnya, Senin (10/10). Untung menjelaskan, dalam aturannya nanti lulusan spesialis ini wajib bertugas selama satu tahun penuh di daerah. Setelahnya mereka baru diperbolehkan memilih lokasi praktik sesuai keinginan masing-masing. “Tetap di sana juga tak jadi masalah,” ujarnya. Kewajiban ini sebetulnya direncanakan terlaksana tahun ini namun meleset. Molornya penyusunan Perpres yang menjadi payung hukum jadi alasan utama dari diundurnya kewajiban pengabdian satu tahun ini. Disinggung soal penyebabnya, Untung mengatakan hanya terkait masalah administrasi. Dia menampik bila ada ketidakharmonisan dalam penyusunan aturan. “Penolakan juga tidak. Ini murni soal penyusunan. Memang kan agak lama kalau penyusunan Perpres kan? Tapi ini udah dan kita lagi tunggu,” ungkap alumni Ilmi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) itu. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDM) Kemenkes Usman Sumantri menambahkan, ada lima spesialis yang diwajibkan menjalankan kegiatan pengabdian selama satu tahun ini. Yakni, spesialis anak, penyakit dalam, bedah, obgyn (kandungan) dan anesthesi. “Upaya ini untuk menutup kekurangan dokter spesialis terutama daerah-daerah yang sangat membutuhkan,” ungkapnya. Rencana penugasan lulusan dokter spesialis ini mendapat dukungan penuh dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Diakui Wakil Ketua Umum IDI Daeng M Faqih, distribusi dokter spesialis saat ini memang tidak merata. Dia menilai, rasio ideal untuk tahun ini adalah 20 dokter per 100 ribu penduduk. Dengan begitu, harusnya Indonesia membutuhkan sekitar 50 ribu dokter spesialis. Namun ternyata jumlah dokter spesialis saat ini hanya mencapai 31 ribuan orang. Artinya, Indonesia masih kekurangan sekitar 20 ribu tenaga medis khusus itu. “Disamping kebutuhan yang masih belum tepenuhi, ini memang belum merata. Saya lihat hal ini positif,” ungkapnya. Dia berharap, ada reward yang cukup yang diberikan pemerintah pada dokter yang ditugaskan ke daerah. Terutama soal jaminan kesehatan dan keselamatan bagi para dokter ini, sebab tantangan di daerah tentu lebih besar dari di kota. Untuk saat ini sendiri, kebutuhan dokter spesialis di Indonesia timur paling mendesak dipenuhi. Mengacu pada rasio ideal dokter spesialis versi Kemenkes tahun 2014, sebesar 12 dokter per 100 ribu penduduk misalnya. Terlihat perbedaan yang sangat jomplang antara data tenaga spesilis di Jakarta dan Papua Barat. Di Jakarta, dokter spesialis surplus 4.839 orang, sementara di Papua Barat, membutuhkan dokter spesilasi hingga 868 orang. (mia)    

Tags :
Kategori :

Terkait