Bungkam dengan Santunan

Jumat 14-10-2016,13:34 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Format Liga Champions Berubah NYON – “Evolusi dan hasil dari konsultasi menyeluruh dengan berbagai pihak”. Itulah yang diutarakan oleh Sekjen Ad-Interim UEFA saat itu, Theodore Theodoridis, ketika memaparkan sebuah format Liga Champions baru dua tahun mendatang pada Agustus lalu. Perubahan itu, lanjut Theodoridis, bertujuan agar kompetisi berjalan dengan sportif, dan mengakomodasi setiap hak federasi untuk bisa berkiprah di kompetisi elit Eropa. ”Kami sangat senang karena sepak bola Eropa tetap bersatu di bawah konsep solidaritas, kompetisi yang adil, pembagian yang adil, dan pemerintahan yang bersih,” kata Theodoridis kepada Sky Sports. Tentu, ucapan Theodoridis patut mendapat tanda tanya besar. Sebab, dalam format baru tersebut, setengah dari 32 klub partisipan fase grup bakal diberikan kepada empat liga terbaik Eropa; La Liga, Bundesliga, Premier League, dan Serie A. Dalam format selama ini, tiga dari empat klub yang lolos ke Liga Champions, khusus Serie A dua dari tiga, bakal merengkuh tiket langsung ke fase grup. Sementara satu klub lainnya akan menjalani babak playoff. Nah, dengan format yang kemungkinan bakal diterapkan di musim 2018-2019, empat tim teratas dari seluruh klub tersebut bakal lolos langsung ke putaran final. Makin gemuk menjadi lima tim jika diantara empat liga itu ada yang berhasil menjadi kampiun Europa League. Jika ditelisik, usul perubahan format ini merupakan cara UEFA untuk ”meredam” klub-klub besar memisahkan diri dari induk organisasi sepak bola Benua Biru. Itu setelah Presiden Bayern Muenchen, Karl-Heinz Rummenigge, mengemukakan sebuah ide untuk menggelar liga yang hanya berisi klub-klub terbaik di empat liga terbesar. ”Anda tak bisa menampik itu di masa depan,” kata Rummenigge dilansir dari Goal, Januari lalu. ”Tim terbaik akan semakin berat. Kompetisi ini nantinya bakal melampaui Liga Champions,” lanjut legenda Bayern dan Jerman tersebut. Format baru itu menuai respons beragam. Disatu sisi, harus diakui, kualitas kompetisi kelas satu yang sudah berusia 61 tahun itu bakal terjaga. Sebab, tim-tim yang berkiprah di fase grup sudah pasti diisi oleh tim-tim terbaik. Tidak ada lagi kisah Cinderella seperti Rostov dari Rusia atau FC Copenhagen dari Denmark. Dengan tim yang berisikan tim terbaik, dan besar di mata fans, otomatis pundi-pundi dari hak siar dan sponsor juga bakal mengalir dengan deras nan lancar. Namun, negatifnya, keputusan untuk meloloskan empat tim langsung tentu melanggar sistem koefisien UEFA. Sebab, organisasi pimpinan Aleksander Ceferin itu harus melakukan kocok ulang untuk menentukan tim yang lolos langsung maupun harus menempuh playoff pada liga yang peringkatnya di bawah. Karena itu, tak heran jika kemudian muncul resistensi. ”Ini adalah skandal. Tidak ada seorangpun di Prancis yang mengetahuinya!” kecam Presiden Uni Premier Ligue, Bernard Caiazzo, sebagaimana dikutip dari L\'Equipe. Badan Liga Profesional Eropa atau EPFL bahkan mengancam mengizinkan liga seantero Eropa untuk membuat jadwal pertandingan yang bertubrukan dengan agenda Liga Champions. Situasi ini tak pelak membuat Ceferin turun tangan pasca dilantik menjadi orang nomor satu 14 September lalu. ”Kami harus duduk dan berdiskusi untuk melihat keputusan apa yang paling baik di masa depan,” kata Ceferin kepada The Guardian. Namun, pengusung format baru itu tak hilang akal. ECA (Asosiasi Klub Eropa), seperti diberitakan oleh Daily Telegraph, mengumumkan bakal memberikan dukungan tahunan sebesar EUR 60 juta (Rp863,11 miliar). Dukungan itu bakal diberikan kepada tim-tim yang berlaga di Europa League, maupun yang berkompetisi di playoff Europa League dan Liga Champions. Tidak hanya itu. ECA juga mengatakan bahwa aturan distribusi liga sebesar EUR 128 juta (Rp1,84 triliun) harus diresivis untuk memberikan ruang bagi liga yang lebih kecil berkembang. Selama ini, mekanismenya adalah 80 persen atau EUR 102 juta (Rp1,47 triliun) menjadi milik empat liga besar. Tentu, makna lainnya, pro format baru berharap suara-suara sumbang itu bakal teredam jika mendapat bantuan sebesar ini. ”Aku senang ECA menghasilkan keputusan demi masa depan terbaik sepak bola,” kata Rummenigge. ”ECA adalah partner terbaik UEFA. Solidaritas adalah kunci utama hubungan ini,” lanjutnya. Belum ada komentar resmi dari EPFL. Namun, bisa jadi, rencana ini bakal tetap jalan. (apu)

Tags :
Kategori :

Terkait