GSB resmi dibuka pada 1 September 2008 dengan 97 murid dari grade 1 sampai 8. Kini yang dibuka GSB mulai pre-kindergarten (kelompok bermain) sampai high school (SMA). Jenjang SMA baru dibuka 4 tahun lalu. JUMLAH siswanya meningkat sangat pesat bila dibandingkan dengan kali pertama sekolah itu dibuka. Saat ini ada 384 siswa yang berasal dari 33 negara. Nah, murid sebanyak itu diajar oleh 64 guru yang berasal dari 15 negara. Dua guru di antaranya bergelar doktor. Sebanyak 20 pengajar lain bergelar master dan 42 guru sisanya sarjana. ”Sebagai kepala sekolah, ini adalah blessing sekaligus challenge, punya banyak murid dan guru dari berbagai negara,” ungkap Kepala GSB, Leslie Medema, perempuan yang berambut pirang bergelombang itu, lantas tertawa. Lalu, di antara para murid, 31 anak Indonesia mendapatkan beasiswa penuh untuk bersekolah di GSB. Ada juga 272 siswa dari Indonesia yang mengikuti after school class. Mereka adalah para siswa dari sekolah-sekolah di kawasan Sibang Kaja. Selain menyatu dengan alam, GSB melebur dengan budaya dan komunitas sekitar sekolah. Penghargaan terhadap komunitas lokal dan budaya setempat juga tampak dari adanya pura di area sekolah. Bukan hanya itu, seluruh warga sekolah juga mengikuti perayaan hari-hari besar Hindu. Misalnya Saraswati, Galungan, Nyepi, atau Kuningan. “Saraswati biasanya paling ramai. Bisa sampai 500 orang. Mereka merayakan di sekolah bersama warga sekitar,” jelas Leslie. Ikon sekolah itu diberi nama Heart of the School. Wujudnya berupa tiga rumah panggung bertingkat yang berimpitan. Bangunan yang memiliki luas 4.500 meter persegi tersebut memang layak menjadi jantung sekolah yang berjarak 20 km dari Denpasar itu. Tidak ada semen, apalagi beton, di sekujur bangunan bertingkat tiga tersebut. Seluruh bangunan terbuat dari bambu. Bangunan bambu raksasa yang disebut sebagai konstruksi bambu terbesar di Asia itu tidak sekadar terletak di tengah-tengah GSB. Tapi juga menjadi jantung dari kegiatan siswa dan guru di sekolah itu. Pengunjung pasti dibuat terperangah oleh bangunan itu. Bangunan yang secara total menggunakan 2.500 tiang bambu tersebut didesain Elora Hardy, putri John. Bambu dipilih karena tumbuhan dengan nama Latin Bambusa itu melimpah di lokasi sekolah tersebut. “Hampir seluruh bangunan di sini memang dibuat dari bambu,” papar Leslie. Hanya ada satu bangunan yang dibuat dari kayu, yaitu ruang yoga. Bangunan di tepi Sungai Ayung menggunakan kayu bekas kapal sebagai material. Satu lagi yang menjadikan bangunan-bangunan di sekolah itu unik, yakni tidak ada pintu alias semua serba terbuka. Filosofinya, sang pendiri berharap para siswa tumbuh di lingkungan yang bebas tanpa sekat. Seperti juga ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari oleh siapa saja. (bersambung/dinarsa kurniawan)
(2) Green School Bali; Tanpa Beton, Semua Bangunan Bambu Tak Berpintu
Rabu 19-10-2016,15:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :