WALED - Anggaran Rp500 miliar harus disiapkan untuk merehabilitasi Kawasan Wisata Maneungteung (KWM) di Kecamatan Waled. Camat Waled, H Abdulatip MSi menyebutkan, Kawasan Wisata Maneungteung memiliki potensi alam dan sejarah yang panjang sejak zaman perjuangan melawan kolonial Belanda dan Jepang. Bahkan, ada beberapa bungker dan gorong-gorong yang diperkirakan merupakan peninggalan Belanda dan Jepang. Dalam upaya mendorong konsep besar menjadikan Kawasan Wisata Maneungteung, tahun ini, pihaknya membangun gapura monumen perjuangan di kawasan bukit Maneungteung. \"Pembangunan gapura ini bagian dari konsep besar kawasan wisata Maneungteung. Karena itu, di samping potensi alamnya, ada sejarah dan benda purbakala yang berada di sini,\" tukas Abdulatip kepada Radar, kemarin. Bahkan dari Balai Arekologi Bandung (Balar) sudah matok ada Bukit Molusca, yang sudah diteliti. Sehingga pihaknya bersama Disbudparpora, memandang perlu adanya gapura monumen perjuangan gapura yang akan menjadi informasi masyarakat. \"Infonya untuk membangun KWM ini, butuh dana paling tidak di angka Rp500 miliar, tentu saja secara bertahap. Makanya, kita angkat dulu agar bisa diperhatikan. Dulu tidak ada yang peduli, namun kita angkat dari dinas ada dukungan, sekarang sudah ada kerapihan,\" jelasnya lagi. Pihaknya juga sudah mencoba membuat sebuah buku catatan sejarah yang berjudul \"Waled Dalam Bingkai Sejarah\". Hal ini sebagai pijakan, ternyata Waled dan Bukit Maneungteung ini sudah banyak dikenal Belanda sebagai benteng pertahanan alami yang saat itu dibombardir oleh serangan. \"Makanya, di sini terdapat banyak bunker dan gorong-gorong, yang digunakan untuk tempat bersembunyi dalam perang gerilya,\" paparnya. Total ada lima bunker yang berbentuk seperti gorong-gorong. Abdulatip memprediksi, awalnya bukan bungker itu, kelihatannya untuk kepentingan pabrik gula. Karena di sini, saluran air (hawangan, red) bermanfaat untuk pabrik gula. \"Nah, kita menghitung pabrik gula dibangun tahun berapa? Pada saat itu lah hawangan dibangun. Berarti yang dimanfaatkan menjadi kebutuhan, sekitar tahun 1800-an. Namun ini perlu penelusuran kembali,\" katanya. Sementara itu, Kuwu Waled Desa, Dimaz Femi P mengatakan, berdasarkan penuturan dari para orang tua, memang dulu bunker yang terdapat di bukit-bukit ini banyak digunakan terutama dalam agresi militer Belanda. Karena hanya itu cerita yang sampai ke telinganya. Selebihnya, sejarah masih kelabu. Pihaknya berharap dengan potensi Kawasan Wisata Maneungteung, yang memiliki potensi alam dan sejarah ini bisa diabadikan, sehingga bisa diceritakan dan diketahui secara luas. (jml)
Butuh Rp500 M untuk Rehabilitasi Maneungteung
Minggu 30-10-2016,02:30 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :