Kadisdik: Sekolah Kekurangan Tenaga Pengajar

Senin 07-11-2016,17:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KESAMBI – Kondisi dilematis dihadapi sekolah. Pada satu sisi, guru pensiun tidak dapat terhindarkan. Pada sisi lain, masih berlakunya moratorium CPNS memotong kesempatan mengisi kebutuhan akan guru baru. Saat harus mengangkat guru honorer, gaji mereka tidak ditanggung negara. Sedangkan tanpa guru honorer, sekolah kekurangan guru. Kepala Dinas Pendidikan, Drs H Jaja Sulaeman MPd mengatakan, saat ini kekurangan guru di sekolah-sekolah semakin bertambah. Posisi tenaga pendidik dan kesehatan berbeda dengan bidang pekerjaan lainnya. Guru harus dari lulusan keguruan atau sederajat. “Kekurangan guru kendala saat ini. Semua daerah memiliki kendala yang sama, kekurangan guru,” ucap Jaja, kepada Radar. Hal ini imbas dari moratorium CPNS yang diberlakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan-RB). Untuk mengatasi kekurangan guru, disdik memutuskan mengangkat tenaga honorer sebagai pengajar di sekolah. Karena tidak dibiayai negara, anggaran untuk pembiayaan gaji honorer dilakukan secara mandiri oleh sekolah. Terkadang, untuk menggaji honorer tersebut, para guru PNS iuran dari gaji mereka untuk dikumpulkan dan dibagi rata kepada honorer. “Jumlahnya tidak seberapa. Bahkan, gaji guru honorer ada yang hanya Rp300 ribu perbulan,” katanya. Dengan kegiatan mengajar dari pagi sampai siang dan setiap hari kerja, gaji honorer tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Karena itu, Jaja berharap ada peran aktif dari dunia usaha maupun swasta untuk memajukan pendidikan di Kota Cirebon. Karena keberadaan guru yang cukup salah satu intsrumen memajukan pendidikan. “Saya berharap orang tua siswa dan komite sekolah memahami kondisi ini. Kemudian mencari solusi bersama. Karena pada akhirnya semua itu untuk kebaikan siswa didik dan dunia pendidikan sepenuhnya,” ujar Jaja Sulaeman. Di tempat terpisah, Kepala BK-Diklat Kota Cirebon Anwar Sanusi SPd MSi mengatakan, kondisi kekurangan guru juga dirasakan tenaga kesehatan dan SKPD lainnya. Hal ini menjadi persoalan tersendiri. Mengingat, moratorium masih berlaku. BK-Diklat sudah melakukan berbagai upaya agar diberikan kelonggaran dari Kemenpan. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan tenaga pendidik dan kesehatan. Pasalnya, dua bidang pekerjaan itu membutuhkan keahlian khusus. Pada sisi lain, jumlah tenaga pendidik dan tenaga kesehatan setiap tahun terus berkurang karena pensiun dan meninggal. “Kekurangan pegawai menjadi persoalan pada hampir setiap SKPD. Pada sisi lain tidak boleh ada pengangkatan tenaga honorer. Tetapi di lapangan kehadiran tenaga pendidik dan kesehatan sangat dibutuhkan dalam melayani masyarakat,” ucapnya. Karena itu, pemerintah pusat telah memberikan peluang. Selain PNS, akan ada tenaga P3K (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja). Namun, kehadiran P3K masih belum dipastikan. Setidaknya, harapan untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan pegawai di SKPD lainnya, dapat terbuka dengan aturan tersebut. Perbedaan P3K dengan PNS hanya pada tunjangan dan pensiun. P3K tidak mendapatkan uang pensiunan seperti halnya PNS pada umumnya. Tetapi mereka diakui dan sah terdaftar sebagai pegawai yang dibiayai negara. (ysf) 

Tags :
Kategori :

Terkait