Ditipu Mahaguru, Marwah Daud Tidak Mau Ngomong

Kamis 10-11-2016,10:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

SURABAYA- Marwah Daud Ibrahim kembali dipanggil penyidik Ditreskrimum Polda Jatim kemarin (9/11). Dia tiba sekitar pukul 11.50 WIB. Usai diperiksa, Marwah enggan mengomentari soal Mahaguru abal-abal yang pernah dicium tangannya. ”No comment kalau itu. Tidak ada di agenda pemeriksaan, saya hanya jawab terkait kasus hukumnya,” ujar perempuan kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan tersebut. Didampingi kuasa hukumnya, Marwah berusaha mengalihkan pembicaraan saat ditanya wartawan tentang kedok Mahaguru yang terbongkar itu. Dia malah mengapresiasi penyidik terkait pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya, kemarin. Menurutnya, pemeriksaan berjalan signifikan. Sebab dia juga membawa dokumen-dokumen lengkap untuk dijelaskan kepada penyidik. ”Pendalamannya luar biasa. Sebelumnya (panggilan pertama) tidak cukup lengkap,” tambah mantan presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Meski sempat mangkir 2 November lalu, Marwah bersikap kooperatif. Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, ada 29 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Agenda kemarin merupakan lanjutan dari panggilan pertama pada 17 Oktober. ”Masih dipersoal keterlibatannya di dalam yayasan,” sebut Argo. Argo mengaku masih menunggu laporan dari hasil pemeriksaan itu. Dia masih belum bisa membeberkan hasilnya. Namun yang jelas, kapasitas pemanggilan Marwah kemarin masih sebagai saksi. Informasi yang dihimpun Jawa Pos dari sumber internal kepolisian, Marwah terlibat di dalam dua yayasan. Pertama adalah Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang didirikan tahun 2010 yang diketuai oleh Abdul Gani. Status Marwah di yayasan itu sebagai anggota pembina yayasan.   Lalu yang kedua adalah Yayasan Keraton Kesultanan Sri Raja Prabu Rajasanagara. Marwah merupakan ketua dari yayasan ini. ”Anggarannya Rp2 Miliar,” ujar salah seorang polisi. Penyidik berusaha mencari tahu soal kegiatan-kegiatan yang dilakukan Marwah selama aktif di dalam kedua yayasan tersebut. Salah satunya adalah istighotsah rutin. Berdasar keterangan yang dikumpulkan oleh penyidik, Marwah kerap memberikan tausiah kepada para santri Taat Pribadi saat acara istighosah digelar. Isi tausiah itu biasanya terkait pencairan dana yang dijanjikan oleh Taat Pribadi. ”Jadi dia (Marwah) biasanya menenangkan dan meyakinkan para santri agar tetap percaya bahwa uangnya pasti ada,” tambahnya. Selama ini, tidak sedikit para pengikut Taat Pribadi yang bertanya-tanya kapan uangnya akan cair. Saat mereka mulai resah, padepokan biasanya akan menggelar istighotsah atau sejenis pengajian. Dari sana mereka kemudian ditenangkan. Mereka diminta untuk berpasrah diri. Selama ada rasa kegalauan ataupun ketidakyakinan dalam benak para pengikut, maka uang itu tidak akan pernah cair. Terkait hal itu, Kuasa Hukum Marwah Daud, Herman Umar mengatakan bahwa pada dasarnya apa yang dilakukan Marwah tidak jauh beda dengan para pengikut lainnya. Dia menyebut bahwa kliennya juga berstatus sebagai santri di padepokan yang lama. Soal tausiah itu, Herman mengatakan bahwa kliennya tersebut tidak pernah lama kalau diminta berbicara di depan para pengikut Taat Pribadi. ”Cuma tujuh menit, itupun bukan ceramah. Dalam rangka sama-sama santri,” sebut Herman. Penyidik juga menyelidiki terkait adanya keuntungan yang diterima oleh Marwah Daud. Dari temuan yang ada, Taat Pribadi pernah memberikan sejumlah uang kepada Marwah. Hanya saja, hingga pukul 21.00 kemarin, masih belum ada bocoran soal jawaban Marwah. ”Masih didalami. Ini BAPnya masih dibuat” sebutnya. Rencananya, polisi akan kembali memanggil Marwah. Hanya saja, belum ada tanggal pasti terkait pemanggilan ketiga tersebut. BAP panggilan kedua kemarin, akan secepatnya diselesaikan pada hari Jumat. Informasinya, pada panggilan ketiga nanti korps seragam cokelat akan menggali soal peran Marwah sebagai perekrut donatur. Dia diduga menarik sejumlah orang agar percaya dengan pengadaan uang yang dilakukan Taat Pribadi. Sementara itu, polisi kembali menetapkan satu tersangka baru. Dia adalah Ahmad Zubairi. Dia adalah pengikut Dimas Kanjeng yang bertugas menyediakan perlengkapan padepokan. Termasuk, barang-barang \'antik\' yang diberikan kepada pengikut. Seperti Arloji, batu akik, patung Sukarno, pecut, keris, ATM dapur dan kantong emas hingga bolpoin laduni. “Dia menyediakan barang-barang tersebut dengan membeli di Pasar Turi,” ujar sumber Jawa Pos. Zubairi membeli barang-barang tersebut secara grosir. Kemudian, dengan sedikit kreatifitas, dia memodifikasi barang tersebut. Seperti contoh bolpoin Laduni. Bolpoin tersebut sebenarnya adalah pena biasa. Kemudian, isinya dikeluarkan dan diganti dengan pisau kecil. Ada yang berwarna putih, kuning dan hitam. “Menurut pengakuannya, kalau punya bolpoin itu akan mengusai tujuh bahasa,” ujarnya. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Zubairi adalah DPO dari polres Probolinggo. Dia dicari karena dua anak buahnya terjaring operasi razia jalan raya yang dilakukan polres Probolinggo sekitar bulang Agustus. Saat itu, kedua anak buah Zubairi diamankan karena membawa tujuh koper mata uang asing dalam perjalanan ke Kraksaan. Saat diinterogasi, kedua pesuruh ini mengaku tidak tahu menahu. Mereka menyebut hanya disuruh Zubairi. Sehingga, Zubairi sempat dimintai keterangan oleh Polres Probolinggo juga. “Ternyata uang tersebut akan dikirim ke padepokan,” lanjutnya. Dengan begitu, saat ini sudah ada tujuh tersangka terkait kasus penipuan selain tersangka utama Dimas Kanjeng. Mereka adalah Mishal Budianto alias Sahal, Suparman, Karimullah, Vijay, Suryono, Karmawi dan Ahmad Zubairi. (did/aji)  

Tags :
Kategori :

Terkait