Di Cirebon Ada 157 Anak di Bawah Umur yang Terpaksa Diizinkan Menikah

Kamis 10-11-2016,16:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Angka dispensasi nikah pada usia yang masih di bawah umur, terus mengalami peningkatan. Tahun ini, dari data Pengadilan Agama Cirebon, sebanyak 157 anak yang mendapatkan dispensasi menikah pada usia di bawah umur. Sedangkan pada tahun sebelumnya, untuk dispensasi nikah usia di bawah umur ini hanya mencapai 72 kasus. Koordinator WCC Mawar Balqis, Sa’adah mengatakan, dari data yang ada, didapatkan dispensasi menikah pada usia di bawah umur itu rata-rata 12 hingga 16 tahun. Meningkatkannya angka dispensasi menikah pada anak usia di bawah umur tersebut, karena sudah terjadi hubungan badan di luar nikah, sehingga orang tua anak tersebut memaksakan untuk dinikahkan. Selain itu, dari data yang ada, ada juga yang meminta dispensasi menikah karena sudah hamil duluan. “Tahun kemarin hanya di angka 72. Mereka itu belum mencapai usia 18 tahun. Memang mayoritas karena ada insiden pada hubungannya. Sehingga terpaksa dinikahkan,” ungkapnya, Kamis (10/11). Lebih lanjut, Sa\'adah menjelaskan, pernikahan dini yang dipaksakan melalui dispensasi nikah itu, rentan terjadinya perceraian. Bahkan, Sa’adah menilai, hal tersebut merupakan gerbang terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). “Mereka nikahkan bukan karena niatan, tapi karena ingin lepas dari jeratan hukum. Sehingga, dipaksakanlah untuk menikah,” jelasnya. Minimnya informasi akan kesehatan reproduksi serta pergaulan bebas, merupakan faktor utama terjadinya hubungan di luar nikah. Mawar Balqis pun mengajak masyarakat agar lebih memandang ke kehidupan mendatang, dibandingkan dengan solusi instan yang hanya akan menciderai pernikahan. “Terakhir kita mendapatkan informasi ada yang cerai. Dan, usia pernikahannya itu baru satu minggu. Kita ingin membuat sesuatu yang memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak menjadi pelaku kekerasan seksual,” katanya. Saat ini, Mawar Balwis yang tergabung dalam Forum Pengada Layanan (FPL) beserta lembaga lainnya yang konsenterasi di bidang yang sama, sedang melakukan percepatan penyusunan draft Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Hal tersebut dilakukannya guna mendorong DPR RI membuat panitia khusus (pansus) untuk membahas dan mengesahkan undang-undang PKS. “Kita mendorong agar RUU ini disahkan, karena UU yang ada saat ini, seperti UU Perlindungan Anak, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) itu belum cukup memenuhi hak-hak para korban. Saya anggap UU tersebut hanya fokus pada pelakunya, bukan korbannya,” tandasnya. (via)    

Tags :
Kategori :

Terkait